Peraturan KBPN NO. 8 Tahun 2012 Dalam Kajian Tugas PPAT
PERATURAN
KBPN NOMOR 8 TAHUN 2012
DALAM
KAJIAN TUGAS PEKERJAAN PPAT
Diujung
tahun 2012 yang lalu bertepatan pada tanggal 27 Desember 2012, melalu Kantor
Pertanahan Nasional (BPN) Pusat, membuat langkah-langka yang sangat strategis
dalam pemberian pelayanan khususnya terhadap hubungan antara Kantor Pertanahan
dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Langkah strategis itu
tidak lain adalah mengeluarkan sebuah peraturan dimana dimungkinkan setiap PPAT
dalam menjalankan jabatannya membuat disain sendiri akta-akta yang berhubungan
di bidang pertanahan, baik yang menyangkut peralihan hak seperti Jual Beli,
Tukar Menukar, Hibah, Pemasukan Ke Dalam Perusahaan, akta Pembagian Hak
Bersama. Sedangkan dalam bidang jaminan (pertanggungan) pembuatan akta
Pemberian Hak Tanggungan, akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Maupun juga
pelayanan pembuatan akta Pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah
Hak Milik. Sebelumnya setiap pelayanan yang berhubungan dengan peralihan hak
dan pembebanan jaminan, setiap PPAT selalu menggunakan blangko (formulir) akta
yang telah disediakan oleh BPN setempat dengan format yang telah ditetapkan.
Ini
merupakan langkah yang sangat ideal dilakukan oleh BPN, karena pada dasarnya
tugas dan pekerjaan PPAT juga merangkap selaku Notaris adalah seseorang yang
diberi wewenang oleh UU untuk mebuat akta-akta otentik yang memiliki nilai
ontentisitas pembuktian yang sempurna.
Penggunaan blangko
akta oleh PPAT dalam menjalankan jabatannya ibaratkan sebuat media untuk
menjalankan profesi selaku PPAT. Ketidak sediaan blango akta PPAT berakibat kerugian
bagi PPAT yang bersangkutan. Karena PPAT tidak dapat melaksanakan pekerjaannya
saat melaksanakan dengan baik. Disatu sisi ini juga merugikan kepada nasabah dalam
pelayanan Perbankan atau juga kendala bagi para pihak melaksanakan transaksi
jual beli.
Disuatu saat timbul
kejadian ditahun 2008 sampai 2009 terhadap kelangkaan blangko khususnya yang berhubungan dengan pelalihan
hak dan pemasangan hak tanggungan. Kelangkaan blangko ibarat emas yang diburu
oleh PPAT dengan nilai harga berapaun, sampai-sampai satu blangko akta pernah
dihargai sebesar Rp. 200.000,-. Padahal ketersediaan blangko adalah menjadi
tanggung jawab pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional. Inilah yang
menjadi alasan oleh BPN mengeluarkan kebijakan baru melalui Peraturan KBPN No.
8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Inti dari peraturan
tersebut khususnya pada Pasal 96 adalah menghilangan ketentuan dari Pasal 96
ayat 2 dari Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 yang
isinya adalah “Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 95 ayat 1
dan 2 harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk
sebagaimana yang dimaksud ayat 1 yang disediakan”. Pasal 95 ayat 1 adalah
ketentuan yang mengatur akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah. Ketentuan ini yang menjadi dasar bahwa
formulir (blangko) PPAT disediakan oleh Pemerintah dan bukan menjadi wewenang
PPAT dalam menjalankan jabatannya.
Penggunaan blanglo
atau formulir oleh PPAT yang disediakan dan dijadikan dasar PPAT untuk
melaksanakan peralihak hak dan pemasangan hak tanggungan, selalu menimbulkan
persepsi apakah akta PPAT tersebut dapat dinyatakan sebagai akta otentik ? Hal ini menimbulkan dilematis
oleh PPAT. Apalagi jika melihat dari definisi akta otentik yang mengacu pada
ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata yaitu “akta
yang (dibuat) dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau
di hadapan pegawai2 umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta
dibuatnya.”.
Dari ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata
tersebut, bahwa akta otentik adalah akta yang dibuat dihadapan atau oleh
pejabat umum yang ditunjuk untuk itu. Ketentuan dibuat diartikan dari proses
awal dan akhir merupakan proses pekerjaan PPAT. Bukan dalam konteks pengisian
formulir (blangko) oleh PPAT yang selama ini terjadi, jika dihubungkan pada
tanggung jawab seorang PPAT.
Peraturan KBPN NO. 8 tahun 2012, telah memberikan jalan bagi seorang
PPAT untuk lebih kreatif lagi dalam pembuatan akta-akta yang selama ini
dijalankan oleh seorang Notaris. Yang mana
setiap akta yang buat oleh Notaris merupakan hasil karya dan olah pikir dalam
kajian hukum untuk kepentingan para pihak, dengan terlebih dahulu melaksanakan
pemetaan kasus-kasus disamping pada fungsi pengidentifikasi para pihak apakah
dapat bertindak atau tidak.
Peraturan yang dikeluarkan ini merupakan tonggak dasar oleh BPN, bahwa
wewenang penyediaan blangko selama ini, hanyalah bagian dari kebijakan politik
negara saat itu dibidang pertanahan. Karena penyedian blangko PPAT, bisa saja
diartikan bentuk kontrol pemerintah kepada masyarakat yang terekam pada nomor
seri setiap blango akta yang dikeluarkan.
Kado Istimewa Untuk PPAT
Kebijakan dibidang pertanahan yang dikeluarkan oleh BPN melalui
peraturan tersebut, dianggap sebagai kado istimewa diawal tahun oleh PPAT Walaupun
pelaksanaan ketentuan peraturan itu harus segera diselaraskan dengan penyamaan
persepsi. Karena Pejabat PPAT maupun PPAT Khusus dalam hal ini pejabat Camat
harus juga mendapatkan pemahaman yang sama, supaya nantinya dapat mempermudah
pekerjaan yang dijalankan.
Untuk itu, peraturan yang dikeluarkan BPN harus segera disosilisasikan,
tidak hanya bagi PPAT yang menjalankan jabatannya, juga untuk instansi
Pemerintah, pihak Swasta, pihak Perbankan, dan Perpajakan. Karena pihak-pihak
inilah yang sangat berkepentingan terhadap kebijakan tersebut.
Disatu sisi ini akan menjadi pekerjaan tambahan oleh PPAT untuk merubah
mainsade selama ini tertatam pada benak pikiran. Tentang bagaimana penyamaan
persepsi tentang model dan akta yang dibuat, apakah diberikan wewenang
sepenuhnya kepada PPAT ? Atau PPAT diberikan langkah-langka pembuatan
akta dengan komposisi yang telah dijelaskan bentuknya. Karena jika mengacu pada
ketentuan Pasal 96 ayat 4 disebutkan bahwa penyiapan dan pembuatan akta
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh masing-masing PPAT yang
bersangkutan. Artinya adalah segala ketentuan proses yang berhubungan dengan
peralihan hak dan pembebanan hak saat
dilaksanakannya pendaftaran tanah maupun perubahannya menjadi tanggung jawab
sepenuhnya oleh PPAT yang bersangkutan. Sedangkan BPN dalam posis pasif dan
hanya melaksanakan proses apa yang diminta oleh PPAT yang terlebih dahulu
melakukan penyamaan pada data yang tercantum pada buku tanah yang telah terdaftar.
Karena ini merupakan kebijakan yang harus segera dijalankan, maka BPN
maupun bersama-sama pengurus IPPAT baik dipusat dan didaerah untuk segera
melakukan langka-langka secepatnya. Pada saat Peraturan yang dikeluarkan ini
juga memberikan batas waktu sampai tanggal 31 Maret 2013, terhadap blangko akta
PPAT yang tidak digunakan lagi untuk segera diserahkan kepada Kantor Pertanahan
setempat. Artinya adalah sampai tanggal
31 Maret 2013, setiap peralihan bidang-bidang tanah maupun pembebannya sudah
sepenuhnya dibuat oleh PPAT.
Waktu tiga bulan sejak diundangkan bukanlah waktu yang panjang untuk
segera menjadi perhatian oleh PPAT untuk mengerti tentang permasalahan tersebut.
Karena berdasarkan pada Pasal 96 ayat 5 disebutkan juga bahwa Kepala kantor
Pertanahan menolak pendaftaran akta dari PPAT yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada peraturan ini.
Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris-PPAT Kota Banjarmasin
Komentar
Posting Komentar