PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM
BAB I
PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM
A. Pendahuluan
1.
Perbandingan
Hukum Perdata adalah ilmu pengetahuan yang usianya masih relatif muda.
Perbandingan Hukum Perdata sejak dahulu sudah dipergunakan orang, namun baru
secara insidental. Perbandingan Hukum baru berkembang secara nyata pada akhir
abad ke 19 atau permulaan abad ke 20. Perbandingan Hukum Perdata menjadi lebih
diperlukan karena :
a.
Dengan
Perbandingan hukum dapat diketahui jiwa serta pandangan hidup bangsa lain
termasuk hukumnya.
b.
Dengan
saling mengetahui hukumnya, sengketa dan kesalahpahaman dapat dihindari, bahkan
dapat untuk mencapai perdamaian dunia.
2.
Tujuan
Perbandingan Hukum semata-mata untuk mengetahui perbedaan dan persamaan saja,
lebih jauh untuk mengetahui sebab-sebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi
persamaan dan perbedaan daripada sistem-sistem hukum yang diperbandingkan.
3.
Perbandingan
Hukum mempunyai peranan yang penting dibidang hukum secara nasional maupun
internasional.
4.
Perbandingan
hukum juga mempunyai fungsi penting dalam rangka penyempurnaan pembinaan, dan
pembentukan hukum nasional.
5.
Dengan
mengetahui Ilmu pengetahuan perbandingan Hukum kita dapat mengetahui hukum
secara lebih luas, mendapat pandangan jauh ke muka.
6.
Last but not least bahwa ternyata perbandingan hukum juga
mempunyai arti yang penting sekali dalam
praktik.
7.
Dari uraian
diatas dengan singkat dapat dikatakan bahwa perbandingan hukum perlu dipelajari
secara lebih baik serta lebih mendalam, karena perbandingan hukum berperan
sekali dibidang hukum secara ilmiah maupun praktis bagi hukum pada masa kini
maupun masa yang akan datang.
B. BERBAGAI
PANDANGAN ATAU ANGGAPAN TERHADAP PERBANDINGAN HUKUM
1.
Perbandingan
Hukum sebagai Sejarah umum
Pada akhir abad 19 dan permulaan
abad 20, Joseph Kohler berpendapat bahwa istilah “Universale Rechtgeschiechte” sama dengan “Vergleichende Rechtswissenchaft” Sejarah hukum sama dengan perbandingan ilmu
hukum. Sir Frederick Pollack menganggap bahwa tidak ada perbedaan antara historical jurisprudence dan Comparative jurisprudence.
2.
Perbandingan
Hukum sebagai Ilmu Hukum
a.
Akhir abad
19 dan permulaan abad 20 sebagai pakar hokum antara lain Eduard Lambert
Raymond, Salcilles, Arminjon.
b.
Berbagai
sarjana hukum yang menganggap
Perbandingan hukum sebagai ilmu cabang ilmu yang berdiri sendiri.
3.
Lando
mengatakan bahwa “Comparative” law adalah “The
natural legal systems and the comparison dan dibagian lain dari tulisan
berjudul “Contribution of comparative law
to reform by international organization”.
4.
Perbandingan
Hukum sebagai Metode
a.
DR.
Soenarjati Hartono, S.H. (1986 : 1) meyebutkan : Perbandingan Hukum merupakan
suatu metode penyelidikan dan bukan suatu cabang ilmu sebagaimana seringkali
menjadi anggapan orang. Metode yang dipakai adalah membanding-bandingkan salah
satu lembaga hukum (Legal institution)
dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lain, yang kurang lebih
mempunyai kesamaan.
b.
Prof.
Guteridge dalam “Comparative of law”
mengemukakan perbandingan hukum tidak
lain dari pada suatu metode, yaitu metode perbandingan yang dapat
digunakan dalam semua cabang ilmu hukum
seperti HTN, Hukum Pidana, Hukum Perdata
c.
Disamping sebagai
metode perbandingan, perbandingan hukum juga dapat dipandang sebagai metode
pendidikan
d.
Perbandingan
hukum sebagai metode dan ilmu
Kesimpulan
bahwa Perbandingan Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan hukum yang
menggunakan metode perbandingan dalam
rangka mencari jawaban yang tepat atas problema hukum yang konkret.
C. SEJARAH
SINGKAT PERBANDINGAN HUKUM PERDATA
1.
Periode
sebelum Perang Dunia I (PD I)
2.
Periode
sesudah Perang Dunia I (PD.I)
3.
Periode
setelah Perang Dunia II (PD II)
D. LETAK
PERBANDINGAN HUKUM DIANTARA ILMU PENGETAHUAN LAINNYA
Perbandingan hukum itu merupakan
bagian daripada ilmu pengetahuan
hukum sehingga perbandingan hukum berada
ditengah-tengah atau sejajar dengan
cabang-cabang ilmu hukum lainnya.
E. HUBUNGAN
ANTARA PERBANDINGAN HUKUM, PERBANDINGAN HUKUM PERDATA DENGAN PERBANDINGAN HUKUM
INTERNASIONAL
Menurut Prof. Mr.DR.Gouw Giok Siong,
antara Hukum Perdata Internasional dengan perbandingan hukum terdapat hubungan tertentu dan hubungan
antara kedua cabang ilmu itu adalah penting. HPI hanya dapat bekerja dengan baik apabila disertai dan dibantu oleh
Perbandingan Hukum. Raape mengatakan bahwa tanpa Perbandingan Hukum, HPI adalah
kosong dan buta (leer and blind).Mempelajari
HPI tanpa memperhatikan Perbandingan Hukum adalah seolah-olah bekerja dalam
suatu Lufteren Raume atau ruang kosong. (Aloysius,1989:20)
Perbandingan HPI & Perbandingan Hukum :
HPI hanya berkenaan dengan hal-hal
hukum perdata dan dari bidang hukum perdatapun HPI hanya memperhatikan bagian
yang memperlihatkan unsur-unsur asing. Tidak demikian dengan perbandingan
hukum.
Bahan pembahasan dari perbandingan
hukum ini meliputi setiap bidang hukum, baik hubungan hukum publik maupun hukum
perdata.Perbandingan Hukum mempunyai tugas untuk memilih hukum yang harus
diberlakukan (Choice of law) seperti
HPI. Perbandingan Hukum bukan merupakan “Teopassingrecht”
tetapi hanya membandingkan stelsel-stelsel hukum dari berbagai Negara
(Aloysius, 1989:21)
F. MACAM –MACAM
PERBANDINGAN HUKUM PERDATA
Diberbagai pertemuan ilmiah yang
diadakan khususnya tentang Perbandingan Hukum ada kecenderungan yang kuat untuk mempergunakan bidang tata
hukum sebagai dasar sistematika, yang
diselingi beberapa variasi. Suatu contoh “International
Congress of Comparative Law” yang disponsori oleh International Academy of
Comparative Law” membicarakan
berbagai bidang hukum yang telah
diadakan sebanyak Sembilan kali dalam
periode 1932 – 1974.
G. RUANG
LINGKUP PERBANDINGAN
1.
Pengertian dasar
daripada Perbandingan Hukum Perdata yang mencakup segala segi Perbandingan
Hukum Perdata misalnya :
a.
Apakah
Perbandingan Hukum itu?
b.
Tujuan
Perbandingan Hukum Perdata
2.
Perbandingan
Hukum Perdata secara umum yang membandingkan sistem-sistem hukum berbagai
Negara misalnya antara sistem hukum Eropa daratan dengan Inggris atau Anglo
Saxon.
3.
Perbandingan
Hukum Perdata khusus yang membandingkan lembaga-lembaga hukum Negara yang satu
dengan yang lain atau didalam suatu Negara misal antara lembaga hukum
perkawinan Inggris dengan Jerman atau Lembaga perkawinan adat Bali dengan adat
Minang.
BAB II
TUJUAN PERBANDINGAN HUKUM & KEBUTUHAN YANG
MENDORONG UNTUK
MEMBANDING-BANDINGKAN
HUKUM
1. “The History of Comparative Jurisprudence” mengatakan
bahwa tujuan hukum adalah membantu menyelusuri asal usul perkembangan daripada
konsepsi hukum yang sama diseluruh dunia.
2. Randall
tujuan perbandingan hukum :
a.
Usaha
mengumpulkan berbagai informasi mengenai hukum asing.
b.
Usaha
mendalami pengalaman-pengalaman yang dibuat dalam studi hukum asing dalam
rangka pembaruan hukum.
3. Kongres Ilmu
Pengetahuan hukum tahun 1900 tujuan perbandingan hukum adalah untuk tercapainya
hukum perdata yang bersifat universal dan umum.
4. Soenarjati
Hartono, (1986:3) tujuan perbandingan hukum adalah untuk mencapai suatu
kebutuhan/manfaat yang dapat dibagi dalam kebutuhan teoritis dan praktis
B. KEBUTUHAN
TEORITIS
Dihubungkan
dengan kebutuhan ilmiah maka Perbandingan hukum :
1. Menunjukkan
adanya titik-titik persamaan dengan titik-titik perbedaan daripada berbagai
sistem hukum yang diperbandingkan.
2. Terkadang
masyarakat yang berbeda dan berjauhan letaknya dapat menyelesaikan kebutuhan
yang sama dengan cara yang sama pula, walaupun antara anggota masyarakat tidak
tampak adanya hubungan kebudayaan apapun
3. Terhadap
masalah yang sama, dapat dicapai penyelesaian yang berbeda-beda
C. ADANYA
KEBUTUHAN PRAKTIS
Bidang Nasional
Membantu
pembentukan hukum nasional dalam arti seluas-luasnya. Kita memerlukan hukum
nasional yang ke dalam dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan bangsa yang merdeka
dan dapat keluar dapat memenuhi kebutuhan hidup bangsa yang merdeka dan ke luar
dapat memenuhi kebutuhan hidup dunia internasional tanpa mengorbankan
kepribadian bangsa Indonesia. Yang dapat dipenuhi oleh Perbandingan Hukum,
karena dengan Perbandingan Hukum kita dapat mengetahui hukum Negara-Negara
lain, sehingga dapat terbentuk hukum nasional yang dapat memenuhi kebutuhan pergaulan.
Bidang
internasional
a.
Membantu
pembuatan perjanjian-perjanjian internasioal dan perjanjian-perjanjian di bidang HPI. Ex: IMF,GATT,ADB,ILO
b.
Dapat
menghindari persengketaan &
kesalahpahaman Internasional.Ex: Perjanjian kerjasama antara Malaysia dan
Indonesia dalam pemberantasan penyelundupan.
D. SEBAB-SEBAB
ADANYA PERBEDAAN DAN PERSAMAAN DI BIDANG HUKUM
Hukum
adalah gejala sosial dan merupakan bagian dari kebudayaan bangsa. Tiap Bangsa
mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa lainnya dan
akhirnya membuahkan hukum tersendiri, sehingga sistem hukum dari Negara yang
satu akan berbeda dengan sistem hukum bangsa yang lain. Adanya perbedaan
tersebut adalah karena hukum merupakan gejala sosial dan merupakan bagian dari
kebudayaan bangsa. Setiap bangsa mempunyai sistem hukum sendiri sendiri, selain
itu juga dipengaruhi oleh iklim, lingkungan, pandangan hidup, pola politik.
BAB III
FUNGSI DAN KEGUNAAN PERBANDINGAN HUKUM
A. Fungsi
Perbandingan Hukum
Fungsi Perbandingan Hukum secara berencana :
a.
Fungsi
perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu hukum Indonesia
b.
Fungsi
perbandingan hukum bagi praktik dan pembinaan hukum.
c.
Fungsi
perbandingan hukum bagi perencanaan hukum (legal
planning)
d.
Fungsi
perbandingan hukum bagi pendidikan FH
1.
Fungsi
perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu hukum Indonesia
Soenarjati H (1986 : 27) mengatakan
:
a.
Bahwa fungsi
perbandingan hukum memberi manfaat bagi
dunia pengembangan ilmu hukum, karena metode ini menunjukkan :
-
Sistem hukum
yang berbeda menunjukkan adanya kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum, serta
pranata-pranata hukum yang berbeda
-
Tidak jarang
terjadi sistem-sistem hukum yang sama sekali tidak ada hubungan atau pertemuan
historis
b.
Fungsi
Perbandingan hukum bagi pendalaman dan
perluasan pengetahuan dibidang filsafat hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum.
2.
Fungsi
perbandingan hukum bagi Praktisi dan pembinaan hukum
Memberikan manfaat yang besar bagi praktik khususnya dalam applied research dan pembentukan hukum
baru. Dirasakan pula oleh praktisi hukum
seperti lembaga legislatif para hakim, dan arbiter dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
a.
Bagi
Konsultan hukum dan Notaris dalam pembuatan kontrak-kontrak terutama suatu
kontrak yang bersifat internasional
b.
Bagi lembaga
legislatif sangat bermanfaat dalam rangka penyusunan hukum.
c.
Bagi para
pengacara dan arbiter dalam pembelaan dan penyelesaian perkara.
3.
Fungsi
Perbandingan Hukum sebagai Perencanaan Hukum (legal planning)
Dalam perencanaan hukum Perbandingan
Hukum mempunyai fungsi penting..Hanya Perbandingan Hukumlah yang dapat
menyiapkannya, karena dengan Perbandingan Hukum kita mengetahuinya melalui pengalaman
Negara lain.
B. KEGUNAAN PERBANDINGAN HUKUM
1.
Unifikasi
Hukum
2.
Harmonisasi
Hukum
3.
Pembaruan
Hukum
4.
Penentuan
Asas-asas Umum dari Hukum
5.
Ilmu
pembantu HPI
6.
Pendidikan
Penasihat Juridis
BAB IV
PROSES PEANDINGAN HUKUM
A. ARTI PROSES
PERBANDINGAN HUKUM.
Proses Perbandingan Hukum adalah
membanding-bandingkan sesuatu dengan yang lainnya dalam hal ini yang dibandingkan adalah
hal-hal di bidang hukum. “Membandingkan itu berarti mencari persamaan dan perbedaan dari satu objek atau lebih” (Soenarjati. H.,
1986 : 6).
B. APA YANG
DIBANDINGKAN
Hal-hal tentang Hukum. Hukum yang
dibandingkan adalah antara sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lain
atau antara lembaga hukum yang satu dengan lembaga hukum yang lainnya. Hukum
yang ditinjau tidak hanya terbatas pada hukum dalam negeri sendiri saja melainkan dapat juga hukum Negara-negara
lain, atau antara hukum nasional dengan hukum asing jadi sifatnya nasional dan
internasional.
C. DASAR MEMPROSES
PERBANDINGAN HUKUM
1.
Mempelajari
Beberapa sistem hukum belum berarti melakukan perbandingan hukum.
Sistem hukum yang mempunyai banyak
kesamaan digolongkan atau dikelompokan
menjadi satu dan sama halnya dalam zologi, pengelompokkan-pengelompokan ini
dinamakan menggolongkan dalam genus. Kalau persamaan genus sudah ditemukan baru
dicari perbedaan-perbedaannya yang dinamakan penggolongan dalam spesies.
Didalam Hukum mencari golongan genus dan spesies ini disebut mencari
kualifikasi. Sistem-sistem hukum yang banyak itu dikelompokkan dalam keluarga
hukum.
2.
Klasifikasi
Dalam Keluarga Hukum
Sebelum
memulai dengan perbandingan, system hukum yang sama dikelompokkan dalam apa
yang dinamakan keluarga hukum (legal familier)
atau families de droits, sehingga dari sistem hukum di dunia yang beragam itu dapat dijadikan
beberapa keluarga hukum saja. Keluarga hukum adalah sistem-sistem hukum (hukum
nasional) berbagai Negara yang mempunyai
banyak persamaan yang dikelompokkan menjadi satu. Zweigert-Kots dan Mayor legal systems in the world to day 1968
3.
Kriteria
Keluarga Hukum
Kelompok Hukum Zweigart Kotz :
a.
Keluarga
Hukum Romanist (Prancis)
b.
Keluarga
Hukum Jerman
c.
Keluarga
Hukum Skandinavia
d.
Keluarga
Hukum Common law
e.
Keluarga
Hukum Sosialis
f.
Keluarga
Hukum Timur jauh
g.
Keluarga
Hukum Islam
h.
Keluarga
Hukum Hindu
Kelompok Hukum Rene David:
a.
Keluarga
Hukum Romano-Germania
b.
Keluarga
Hukum Sosialis
c.
Keluarga
Hukum Common law
d.
Keluarga
Hukum Agama & Hukum Tradisional
D. PEDOMAN
POKOK DALAM MEMPROSES PERBANDINGAN HUKUM
a.
Sampai
sejauh manakah sumber hukum yang akan kita bandingkan itu dan apakah bahan
pustaka yang akan kita pergunakan benar-benar memberikan gambaran tentang hukum yang berlaku
b.
Sumber-sumber
manakah yang akan kita ambil untuk memperoleh bahan yang akan diperbandingkan
c.
Apakah suatu
masalah hukum dapat bermanfaat bila dibandingkan
d.
Apakah ada
sifat-sifat khusus dari hukum yang kita bandingkan
E. MACAM-MACAM
METODE PERBANDINGAN HUKUM
Soenarjati dalam buku karangannya
diantaranya dalam buku Kapita selekta Perbandingan Hukum, mengatakan bahwa Perbandingan hukum dapat dibagi menjadi beberapa
metode, yakni secara umum dan khusus. Prof.Subekti juga mempergunakan
Perbandingan Hukum secara khusus dan dogmatis dalam penelitian Perbandingan
Hukum yang membahas beberapa pranata hukum. Metode Perbandingan Hukum Penalaran
(Descriptive Comparative law) yang
dibedakan dengan Applied Comparative Law.
F. GAGASAN
TIMBULNYA TENTANG KELUARGA HUKUM
Timbulnya keinginan diadakannya unifikasi sistem hukum di dunia dan untuk mendapatkan
pengertian yang menyeluruh mengenai system hukum karena :
a.
Kenyataan
menunjukan bahwa tiap Negara yang merupakan satu pola politik mempunyai sistem
hukumnya sendiri.
b.
Bahkan
Negara-negara yang bersifat federatif
mempunyai beberapa sistem hukum misal di AS, Republik Federasi Jerman,
Republik Swiss. Di Indonesia sendiri terdapat pluralisme hukum perdata yang
berarti ada lebih daripada satu sistem hukum perdata.
Dasar
Penentuan Keluarga Hukum yang ada di dunia
1.
Rene David
memakai kriteria :
Teknik serta metode dari system
hukum (Prinsip hukum, filsafat hukum, politik,ekonomi)
2.
Konrad
Zweigert memakai kriteria :
a.
Asal-usul
perkembangan historis
b.
Cara
pemikiran Hukum
c.
Ideologi
Hukum
3.
Hein Kotz
memakai criteria :
a.
Asal-usul
perkembangan historis
b.
Cara
pemikiran lembaga-lembaga hukumnya
c.
Sumber-sumber
hukumnya
d.
Ideologi
Hukum
Ciri-ciri Keluarga Hukum yang Ada Di
Dunia
1.
Keluarga
Hukum Germania
2.
Keluarga
Hukum Common law
3.
Keluarga
Hukum Sosialis
4.
Keluarga
Hukum Agama
BAB V
PERBANDINGAN SISTEMATIKA HUKUM
A. SISTEMATIKA
HUKUM BERBAGAI NEGARA
1. Sistematika
Hukum Perdata Barat
Hukum
Perdata adalah Hukum yang memuat semua peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan hukum dan kepentingan-kepentingan antara anggota masyarakat yang satu
dengan anggota masyarakat yang lain, kadang-kadang antara anggota masyarakat
dengan pemerintah dengan menitikberatkan kepada kepentingan masyarakat.
Sistematika
Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
a.
Buku I : Berisi
peraturan-peraturan mengenai subyek (Van
Personen)
b. Buku II : Berisi peraturan-peraturan mengenai
benda (Van Zaken)
c.
Buku III : Berisi peraturan tentang perikatan (Van Verbintenisen)
d. Buku IV : Peraturan tentang pembuktian dan lewat
waktu (Van Bewijs en verjaring).
B. Sistematika Hukum adat
1. C.Van
Vollenhoven: Dalam bukunya Het adatrecht van Nederlands Indie membagi
hukum adat dalam 19 wilayah hukum (rechtskringen)
2. Mr. Ter
Haar Bzn Pengikut Van Vollenhoven dalam
“Beginselen en stelsel van adatrecht”
3. Prof. Dr.Van
Dijk dalam Pengantar Hukum adat Indonesia, memberikan sistematika:
a.
Pengantar
b.
Hukum Adat
mengenai Tata Negara
c.
Hukum
bertalian sanak, hukum perkawinan, dan hukum waris
d.
Hukum Tanah
e.
Hukum Perutangan
f.
Hukum Adat
& Hukum dimasa datang
C. SISTEMATIKA
HUKUM ISLAM
Hukum Perkawinan
1. Surat
(2) Al-Baqarah ayat 221
2. Surat
(5) Al-Maidah ayat 5
3. Surat
(4) An-Nisa ayat 22,23,24
4. Surat
(24) An-Nur ayat 32
5. Surat
(60) Al-Muntahanah ayat 10,11
Hukum Waris
1. Surat
(4) An-Nisa ayat 7,8,9,10,11,12,176
2. Surat
(2) Al-Baqarah ayat 180
3. Surat
(5) Al-Maidah ayat 106
Hukum Perjanjian:
1. Surat
(2) Al-Baqarah ayat 279,280,282
2. Surat
(8) Al-Anfal ayat 56,58
3. Surat
(9) At-Taubah ayat 4
BAB VI
PERBANDINGAN SEJARAH /PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM
INGGRIS,DENGAN SISTEM HUKUM ROMAWI
JERMAN
Di Inggris berlaku hukum Common law, Hukum equity dan Statuta Law.
1. Hukum
Common law adalah hukum yang
terbentuk dan merupakan unifikasi hukum yang telah diputus Hakim
(Yurisprudensi)
2. Equity ialah hukum kanonik atau gereja
yang bersumber pada natural law dan
timbul karena Common law tidak dapat menampung seluruh masalah-masalah
tertentu seperti masalah trust.
3. Statute Law adalah Hukum tertulis yang
dibuat oleh parlemen karena Common law
yang didasarkan pada yurisprudensi kadang-kadang belum lengkap dan ketinggalan
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang baru (sesuai perkembangan zaman)
Bahwa dalam perkembangannya saling
kait mengkait :
1. Hukum
Equity timbul karena hukum Common law tidak dapat mengatasi
permasalahan trust sehingga para
pencari keadilan minta keadilan pada Court
of Chancery yang mendasarkan Equity yang bersumber pada natural law.
2. Statuta
law dilahirkan untuk mengkoreksi dan mengisi kekurangan-kekurangan Common law yang tidak dapat mengimbangi
kebutuhan keadilan dari masyarakat yang terus berkembang.
3. Karena
adanya penyalahgunaan dalam pengadilan Menorial
court oleh para lord
A. Hukum
Romawi Jerman adalah hukum yang berlaku di Eropa kontinental yakni
Negara-negara yang mengikuti hukum romawi (semula Negara-negara Jerman,
Prancis, Belanda karena dijajah Prancis.
B. Ciri
khusus dibagi dalam dua kelompok hukum :
a. Hukum yang mengatur kesejahteraan
masyarakat dan kepentingan umum
b. Hukum yang mengatur hubungan perdata artinya
yang mengatur hubungan orang
C. Terbentuknya
hukum Romawi-Jerman di Eropa daratan disebankan faktor :
a. Terjadinya penjajahan Negara-negara di Eropa
Kontinental
b. Karena
bangsa-bangsa atau Negara di Eropa Kontinental menganggap hukum romawi lebih
sempurna.
c.
Banyaknya mahasiswa yang mempelajari hukum Romawi di
Italia yang setelah kembali menerapkan hukum tersebut di negaranya sendiri.
d.
Universitas
di Jerman mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan serta menyebarluaskan
hukum Romawi di daratan Eropa.
D. Karena
sebab-sebab tersebut Negara-negara Eropa yang semula mempergunakan hukum
kebiasaannya sendiri meresepsi hukum romawi sedemikian rupa sehingga hukum sendiri lenyap.
E. Namun
demikian Negara-negara yang ada pada waktu itu sudah mempunyai kebudayaan yang
tinggi (Asia) tidak dapat didominasinya, sehingga hukum Romawi Germania hanya
hidup secara berdampingan bersama hukum asli Negara-negara tersebut.
BAB VII
PERBANDINGAN KONSEPSI SISTEM HUKUM INGGRIS DENGAN
SISTEM HUKUM ROMAWI JERMAN
KONSEPSI KELUARGA HUKUM INGGRIS
A. Asas
Preseden
1. Merupakan pelengkap dari Equity dan merupakan koreksi dari hukum Common law, jika Common law dirasakan tidak adil, misalnya dalam Common law terjadi wanprestasi maka yang dapat dituntut hanya ganti rugi
oleh pihak yang berpiutang , tapi sebenarnya kerugian pihak yang
berpiutang melebihi daripada ganri rugi,
oleh karena ia sangat berkepentingan.
2. Dalam Common law pembayaran kembali melebihi apa yang dijanjikan adalah
tidak mungkin, karena norma hukumnya tidak ada, maka pihak-pihak yang
berkepentingan menggunakan Equity. Equity mengkoreksi atau
melengkapi Common law maka dari itu
asas precedent harus diberlakukan
dalam equity ini.
B. STATUTA
1. Hukum
Statuta adalah hukum tertulis dalam bentuk tertulis dalam hukum Inggris
mempunyai kekhususan
2. Kekhususan
statuta ini bahwa statuta itu baru terintegrasi dalam sistem hukum Inggris
jikalau belun dituangkan dalam putusan Peradilan (Jurisprudensi). Merupakan
sumber hukum yang kedua dalam hukum Inggris
3. Statuta
adalah suatu peraturan yang dibuat oleh parlemen Inggris, jadi dapat disamakan dengan peraturan yang
berbentuk UU.
4. Fungsi
Statuta ini pada umumnya mengadakan koreksi atau tambahan terhadap Common law yang kadang-kadang belun
lengkap.
KONSEPSI HUKUM ROMAWI JERMAN
1. Uniformitas
sebagai corak dari Negara-negara kelompok hukum Romawi Jerman ialah pembagian
kaidah-kaidah dalam kaidah Hukum Publik
dan Privat.
2. Bahkan
sebagian besar isinyapun sama. Hal itu disebabkan karena kaidah-kaidah hukum
tersebut mempunyai satu sumber yaitu Hukum romawi.
3. Akan
diteliti bagaimana orang menggambarkan suatu kaidah hukum dalam keluarga Hukum
Romawi Jerman dan apakah terdapat kesamaan diantara kaidah-kaidah hukum tersebut
dalam sistem hukum yang termasuk dalam
keluarga hukum tersebut.
4. Hasil
penelitian terhadap konsepsi hukum menunjukkan bahwa memang ada suatu konsepsi
tertentu sepanjang menyangkut pengertian kaidah hukum.
BAB VIII
PERBANDINGAN STRUKTUR SISTEM HUKUM
INGGRIS & ROMAWI JERMAN
A.STRUKTUR HUKUM INGGRIS
1. Hukum
Inggris dan juga Common law tidak
mengenal pembagian hukum. Mereka mempunyai pembidangan hukum yang
berlainan.Mereka membagi hukum dalam bidang Common
law & equity mengenal
pengertian real property, personal
property, selanjutnya pengertian seperti Trust, Evidence, Companies, Sale of goods, Bankruptcy, Bailment, Quasi
Contract, Liable, slender, Local Government, Conflict of laws, Industrial law,
Pleading and Practice.
2. Sarjana
Hukum Inggris tidak mengenal pengertian seperti kekuasaan orangtua, pengakuan
anak luar kawin, keadaan-keadaan memaksa, sebagai pengertian-pengertian sebagaimana dianut oleh perundang-undangan
perdata hukum Romawi Germania.
3. Pengertian
Kontrak dalam hukum Inggris adalah berbeda dengan pengertian kontrak hukum
Prancis, selain daripada itu juga konsepsi hukumnya pun berlainan. Hal ini
tercermin dalam cara merumuskan norma-norma hukumnya.
B. PERANAN
UNIVERSITAS
1. Yang
dimaksud dengan peranan Universitas adalah peranannya terhadap perkembangan
hukum Inggris, yang ternyata berbeda sekali dengan pengaruh universitas dalam
hukum Romawi Germania.
2. Terhadap
perkembangan hukum Inggris Universitas tidak berperan sama sekali. Sistem hukum
Inggris berkembang karena praktik hukum, tegasnya lewat yurisprudensi dan
peradilan.Praktik hukum di Inggris tidak mengenal dan tidak dipengaruhi oleh
Hukum romawi.
C. HUBUNGAN
ANTARA COMMON LAW & EQUITY
Hukum
Inggris juga mempunyai pembidangan hukum, ialah hukum Common law & Equity, pembidangan ini tidak dikenal sama sekali
oleh sistem Hukum romawi dan hanya sejarah Hukum Inggris sendirilah yang dapat
menjelaskannya
D. PENGERTIAN
TENTANG EQUITY
Equity adalah suatu kumpulan norma-norma
hukum yang berkembang pada abad ke-13 dan diterapkan oleh badan pengadilan Court of Chancery. Ditinjau dari
sejarahnya, maka bila dihubungkan dengan Common
law, maka fungsi Equity adalah melengkapi kekurangan kekurangan Common law, dan mengadakan koreksi
terhadap Common law.
STRUKTUR HUKUM ROMAWI GERMANIA
1. PEMBAGIAN
HUKUM DALAM BERBAGAI BIDANG
a. Ciri
lain dari sistem keluarga Hukum Romawi-Germania adalah diadakannya pembagian
didalam berbagai bidang hukum seperti HTN, HAN, HIP, Hukum Agraria.
b. Cara
pembagian tersebut berasal dari satu sumber yaitu hukum Romawi, sehingga bagi
kita untuk mempelajari hukum-hukum yang termasuk sistem hukum Romawi-Germania
tidak sulit.
UNIFIKASI
HUKUM PERDATA & HUKUM DAGANG
1. Sistem
keluarga hukum Romawi-Germania menyatukan Hukum perdata dan Hukum Penyatuan
tersebut merupakan salah satu ciri daripada sistem keluarga Hukum Romawi
Germania, sehingga semua Hukum nasional yang termasuk dalam sistem keluarga
Hukum tersebut selalu mempunyai unifikasi yang sama.
2. Unifikasi
tersebut berasal dari Hukum romawi, tidak membuat perbedaan antara hukum
perdata dan hukum dagang.
E. TEKNIK
KODIFIKASI
1. Keluarga
hukum Romawi-Germania dalam masalah kodifikasi mempunyai teknik tersendiri yang
juga merupakan ciri tersendiri, kekhususannya terletak pada dianutnya bagian umum yang berisikan pengaturan
tentang pengertian-pengertian umum, asas-asas umum yang harus diberlakukan
terhadap bagian-bagian lain.
2. Cara
dan teknik penyusunan tersebut adalah akibat dari pengaruh aliran Hukum Romawi
yang pada waktu penyusunan BGB menguasai pikiran dunia pengetahuan Jerman
F. CIRI-CIRI
KESAMAAN DARI KELOMPOK HUKUM PRIVAT & PUBLIK
Kesamaan
struktur hukum Privat dalam keluarga hukum Romawi-Germania, suatu hal yang
karakteristik bagi keluarga hukum
Romawi-Germania adalah adanya pembagian dalam dua kelompok, bidang hukum privat
dan publik (1).Code Civil Perancis (2).Burgerlijk Wetboek (BW) (3).Hukum
Nasional
BAB IX
PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ANTARA HUKUM INGGRIS DENGAN
HUKUM ROMAWI JERMAN (EROPA KONTINENTAL)
1. SUMBER HUKUM
SISTEM HUKUM INGGRIS
A.
Yurisprudensi
1.
Bagi hukum Common
Law maupun Equity hukum
terbentik berdasarkan Yurisprudensi. Yurisprudensi di Inggris merupakan sumber
hukum yang paling penting sebagai bahan pembentukan hukum.
2.
Yurisprudensi
di Inggris (Case law) terikat pada
asas Share Decisis ialah suatu asas
bahwa keputusan hakim yang terdahulu harus didikuti oleh hakim yang membuat
keputusan kemudian.
B.
Statute
Law
1.
Statute Law adalah
peraturan yang dibuat oleh Parlemen Inggris,
jadi dapat disamakan dengan peraturan-peraturan yang berbentuk UU dan
merupakan sumber hukum kedua dalam Hukum Inggris.
2.
Fungsi Statute Law ini pada umumnya merupakan
koreksi atau penambah terhadap Common Law yang kadang-kadang belum lengkap, jadi tidak dibuat
untuk mengatur suatu bidang secara menyeluruh, melainkan sekedar melengkapi apa
yang sudah ditentukan oleh Common Law,
sehingga kedudukannya sebagai sumber hukum berada dibawah Common law
C.
Custom atau Kebiasaan
1.
Merupakan
sumber hukum yang ketiga dalam hukum Inggris, Hukum Inggris ini bukan hukum Custom, melainkan Inggris Judge Made Law.
2.
Custom ini adalah
kebiasaan yang sudah berlaku berabad-abad di Inggris dan sudah merupakan sumber
nilai-nilai.
D.
Reason (Akal
Sehat)
1.
Merupakan
sumber hukum yang keempat dalam hukum Inggris. Berfungsi sebagai sumber hukum
jika sumber hukum yang lain tidak memberi
penyelesaian terhadap perkara yang sedang ditangani oleh hakim, artinya
tidak didapatkan norma hukum yang mampu memberi penyelesaian mengenai perkara
yang sedang diperiksa.
2.
Fungsinya
untuk melengkapi sumber-sumber hukum yang lain dalam hal sumber hukum yang lain
tidak dapat menyelesaikan suatu masalah hukum
II. SUMBER HUKUM SISTEM ROMAWI – JERMAN (EROPA
KONTINENTAL)
A.
PENEMUAN
HUKUM
1. Negara-negara
yang menganut sistem hukum Romawi Jerman mempunyai sistem pengaturan sumber
hukum yang pada pokoknya adalah tertulis. Sumber hukum yang utaman adalah
perundang-undangan. Bahkan dalam abad ke-19 berkuasa suatu aliran yaitu aliran
hukum positif positif yang beranggapan bahwa produk legislatif lebih-lebih yang
berbentuk kodifikasi merupakan satu-satunya sumber hukum.
2. Penemuan
hukum bukan lagi merupakan silogisme semata-mata sebagaimana diartikan dalam
masa jayanya aliran kodifikasi, melainkan proses penemuan hukum diartikan
sungguh-sungguh sebagai proses penciptaan hukum dengan jalan penggunaan
bermacam-macam metode penafsiran oleh para hakim dalam usahanya menemukan hukum
yang tepat dan adil.
B.
SUMBER-SUMBER
HUKUM SEBAGAI FAKTOR PENEMUAN HUKUM
A)
Perundang-undangan
1.
Pertama-tama
yang disebut perundang-undangan yang berbentuk konstitusi tertulis
2.
Perundang-undangan
yang berbentuk kodifikasi
3.
Peraturan-peraturan
dari instansi pemerintahan bukan badan legislatif
4.
Peraturan
Tertulis
B)
Hukum
Kebiasaan
1.
Levy Bruhl
dalam Sosiologi du droit mengatakan bahwa Hukum kebiasaan mempunyai
peranan yang menentukan dalam proses penemuan Hukum, merupakan pegangan bagi
pembentuk UU, maupun para hakim dalam usaha menemukan Hukum yang tepat dan
adil.
2.
Menurut
aliran Positivisme, dalam suatu sistem hukum yang mempunyai kodifikasi maka
hukum kebiasaan tidak memegang peranan dalam proses penemuan Hukum kecuali jika
UU menunjuk kepadanya.
3.
Menurut
pendapat sekarang yang dianggap benar adalah faktor UU dan faktor Hukum
kebiasaan sama-sama merupakan faktor
yang menunjang tercapainya penemuan hukum
yang tepat dan adil.
C)
Yurisprudensi
1.
Kumpulan-kumpulan
keputusan badan pengadilan yang pengumpulannya diperuntukkan bagi para praktisi
hukum dan pada umumnya memuat putusan pengadilan yang penting bagi perkembangan
hukum. Kumpulan-kumpulan Yurisprudensi ini juga digunakan oleh ilmu pengetahuan
di Negara-negara lain seperti yurisprudensi Prancis yeng berpengaruh besar
terhadap ilmu hukum dan yurisprudensi Negara lain.
2.
Jika putusan pengadilan dalam sistem Hukum Romawi Jerman
menjatuhkan putusan yang sama seperti putusan pengadilan yang terlebih dahulu,
hal itu adalah bukan karena hakim itu terikat pada putusan pengadilan terdahulu
itu, karena putusan pengadilan terdahulu tidak mengikat para hakim dalam
memutuskan perkara.
3.
Sistem
Jerman dianut oleh Yunani, Italia, Swiss putusan pengadilan menurut sistem ini
berupa suatu disertasi atau suatu cerita yang panjang dan mengikuti suatu out line tertentu yang direncanakan
terlebih dahulu.
4.
Dewasa ini
secara umum sudah diakui dalam ilmu pengetahuan Hukum bahwa disamping UU masih
terdapat sumber hukum lain, Yurisprudensi
D)
Ilmu Hukum
Ilmu hukum mempunyai pengaruh
terhadap teori-teori hukum, pembentukan hukum maupun praktik hukum dalam arti
merangsang pembentuk UU untuk mengembangkan hukum dengan membentuk
perundang-undangan baru dengan menuangkan gagasan baru, pengertian serta
asas-asas hukum baru dalam bentuk perundang-undangan.
C.
Asas Hukum
1.
Ilmu hukum
juga dimintakan bantuannya dalam hal timbul kesulitan mengenai proses penemuan
dan perumusan hukumnya. Hal itu mengundang partisipasi dari para sarjana hukum
melalui penggunaan asas-asas hukum umum.
2.
Pada umumnya
dewasa ini dianut pendapat bahwa hakim berdasarkan hakikat dan fungsinya
berwenang menerapkan asas-asas hukum
umum. Dalam hal proses penemuan hukum mengalami hambatan dan hukum UU itu tidak
dapat member penyelesaian masalah.
D.
PENAFSIRAN
UNDANG-UNDANG
1.
Penerapan UU
oleh penguasa yang berwenang banyak tergantung dari cara penafsiran UU itu oleh
mereka yang menerapkannya.
2.
Proses
Penafsiran UU dapat dikatakan merupakan proses interpretasi menurut hukum
logika dalam hal berhadapan dengan 2
perumusan UU yang tampaknya membawa pemecahan problema yang berlainan, maka
untuk masa sekarang digunakan perumusan yang membawa pemecahan masalah yang
paling adil.
3.
Metode
interpretasi di Negara-negara Skandinavia, disana terdapat suatu dokumen resmi
yang memuat hukum Skandinavia dan dipublikasikan setiap tahun, selalu didahului
oleh publikasi yang menyangkut asas-asas hukum yang diterapkan oleh para hakim
yaitu memenuhi suatu tradisi yang telah
dijumpai pada abad ke 13.
4.
Perundang-undangan
merupakan kerangka daripada hukum yang harus diberi isi oleh hakim. UU tidak
boleh dipandang lepas dari aktifitas penafsirannya oleh hakim, sebab UU itu
menjadi hukum yang hidup karena ditafsirkan. Perundang-undangan hanya
dipandang sebagai pangkal tolak untuk
dapat menemukan hukum yang hidup. Corak
ini membedakannya dari kompilasi perundang-undangan yang terdapat dalam
lingkungan keluarga hukum Common Law.
BAB X
PERBANDINGAN SISTEM HUKUM INGGRIS DENGAN SISTEM HUKUM ROMAWI JERMAN
(RANGKUMAN)
C. SISTEM
HUKUM INGGRIS
1. Disebit
juga sistem Anglo Saxon yang kemudian dikenal dengan dengan sistem Anglo Saxon
Amerika. Mulai berkembang pada abad XI disebut sebagai Common law atau Unwritten law.Hanya dapat
dibenarkan sebagian karena disamping
hukum tak tertulis Inggris juga mempunyai hukum tertulis yang dibuat oleh
Parlemen (Statue law).
2 Sistem
hukum Inggris ini melandasi hukum di Amerika Utara dan dibeberapa Negara Asia
yang termasuk Negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia.
3. Sumber
hukum Inggris terdiri dari Putusan hakim atau putusan pengadilan (Judicial
decisions), Kebiasaan, Peraturan tertulis (UU), Peraturan administrasi
Negara.
4. Putusan
–putusan hakim (Jurisprudensi) mewujudkan kepastian hukum, sehingga
prinsip-prinsip dan kaidah hukum terbentuk dan menjadi kaidah yang mengikat
umum.
5. Disamping
putusan hakim diakui juga kebiasaan, peraturan tertulis, UU dan peraturan
administrasi Negara, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan didalam pengadilan.
6. Sumber
hukum tersebut (putusan hakim, kebiasaan, dan peraturan administrasi Negara)
tidak tersusun secara sistematik dan hieraki tertentu seperti pada sistem Hukum
Eropa Kontinental.
D. SISTEM
HUKUM ROMAWI JERMAN (EROPA KONTINENTAL)
1. Sistem
hukum Eropa Kontinental sering disebut system hukum Romawi Jerman atau Civil
law. Sistem ini adalah kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi
pada masa pemerintahan Kaisar Justianus abad V S.M
2. Peraturan-peraturan
hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa
Justianus. Kumpulan peraturan-peraturan tersebut disbut Corpus Juris Civilis.
3. Prinsip-prinsip
hukum Corpus Juris Civilis dijadikan
dasar perumusan dan kodifikasi hukum di Negara-negara Eropa Kontinental, Jerman, Belanda, Prancis,
Italia, Amerika latin, Indonesia
4. Mengenai
konsepsi sistem hukum Romawi Jerman dapat dikatakan berbeda dengan sistem hukum
Inggris. Prinsip utama yang menjadi dasar dari sistem Hukum Romawi Jerman ialah
“Hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan oleh peraturan-peraturan
yang berbentuk UU dan tersusun secara sistematis di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu.
5. Prinsip
dasar yang dianut oleh sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa tujuan adalah
“Kepastian hukum” yang hanya dapat diwujudkan bila tindakan-tindakan hukum
manusia didalam pergaulan manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan
peraturan-peraturan hukum yang dianut, maka hakim tidak leluasa untuk
menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum
6. Yang
dimaksud dengan hukum Privat adalah Hukum yang mengatur hubungan antara
individu individu didalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup demi
hidupnya.Termasuk dalam Hukum Privat yaitu Hukum sipil, Hukum Dagang
BAB XI
ORANG DAN BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK
HUKUM (dalam studi perbandingan)
A. ORANG
1.
Dalam dunia
hukum perkataan orang (Persoon)
berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut subyek hukum. KUHPerdata
Buku I Bab I
2.
Setiap
manusia baik warga Negara maupun orang asing adalah pembawa hak (subyek hukum)
yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum.
3.
Setiap orang
atau subyek hukum mempunyai rechtsbekwaamheid
yaitu kecakapan hukum untuk melakukan perbuatan hukum seperti membuat perjanjian, menikah dan
sebagainya sepanjang tidak dianggap cakap hukum oleh UU.
4.
Subyek hukum
mempunyai dua pengertian yaitu Natuurlijk
person atau mens
person disebut orang atau manusia pribadi lain, Rechtspersoon yang berbentuk badan hukum
B. MANUSIA
SEBAGAI SUBYEK HUKUM
1. Subyek hukum
adalah manusia atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban
dalam lalu lintas hukum.
2. Yang
dimaksud dengan orang adalah pendukung hukum yang juga disebut Subyek hukum.
Subyek hukum ini dapat mengadakan hubungan hukum, hubungan hukum ini
menimbulkan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum
3. Setiap orang
secara asasi merupakan pendukung hak yang berlaku sama bagi seluruh umat
manusia, tidak tergantung kepada agama,
golongan kelamin, umur, warga Negara ataupun asing.
C. PENGECUALIAN
SEBAGAI SUBYEK HUKUM
1. Manusia
sebagai pendukung hak dan kewajiban sejak lahir dan berakhir setelah ia
meninggal dunia, dapat dikatakan bahwa selama manusia itu hidup, ia merupakan
manusia pribadi. Terdapat pengecualian misal anak dalam kandungan yang dianggap
telah ada apabila ia mempunyai kepentingan dan sebaliknya dianggap tidak pernah
ada apabila meninggal sewaktu dilahirkan. (Psl.2 BW) :
a.
Ayat (1)
Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah
dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya.
b.
Ayat (2)
Mati sewaktu dilahirkan, dianggap tidak pernah telah ada.
D. KETIDAKWENANGAN
SUBYEK HUKUM
Berakhirnya bseseorang sebagai pendukung hak dan
kewajiaban dalam perdata adalah apabila ia meninggal dunia, artinya selama
seseorang masih hidup selama itu pula ia
ia mempunyai kewenangan atau berhak (rechtsbevogdheid)
E. KETIDAKCAKAPAN
SUBYEK HUKUM
Orang-orang yang menurut UU tidak
cakap untuk melakukan perbuatan hukum :
1.
Orang-orang
yang belum dewasa, yaitu anak-anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan
(Ps.1330 BW jo Ps.47 UU No.1/1974)
2.
Orang-orang
yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tapi dalam keadaan
dungu, gila, mata gelap, dan pemboros (Ps.1330 BW jo Ps.433 BW)
3.
Orang-orang
yang dilarang UU untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, missal orang yang dinyatakan
pailit (Ps.1330 BW jo UU Kepailitan)
B. BADAN HUKUM
SEBAGAI SUBYEK HUKUM
1.
Badan hukum
adalah perkumpulan orang-orang yang mengadakan kerjasama dan atas dasar ini
merupakan suatu kesatuan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh hukum.
SYARAT-SYARAT BADAN HUKUM
1.
Hak dan
kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya
2.
Memiliki
kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
C. DASAR-DASAR
HUKUM SEBAGAI BADAN HUKUM
1.
PT diatur
dalam Bab III bagian ketiga Buku 1 KUHD (WvK)
2.
Bank
pemerintah sesuai dengan UU pendiriannya
3.
Organisasi
Parpol dan Golkar UU No.3/1978
4.
Koperasi, UU
No.25/1992
5.
Perbankan,
UU No.7/1992
D. MACAM-MACAM
BADAN HUKUM
1.
Badan Hukum
Publik (Publiek rechtspersoon)
Ex: NKRI,Pemda,Bank Indonesia,
Perusahaan Negara, Pertamina
2.
Badan Hukum
Privat (Privat rechtspersoon)
Ex :
Badan wakaf, Yayasan dengan tujuan sosial, Perserikatan dengan tujuan
laba, Koperasi Parpol dan Golkar sebagai alat sarana demokrasi yang mewakili
kepentingan rakyat seperti MPR, DPR, DPRD.
E. TEORI BADAN
HUKUM
1. Teori Fiksi
(F.C.Von Savigny, C.W.Opzoomer dan Houwing)
Badan hukum dianggap buatan Negara, sebenarnya badan
hukum itu tidak ada, hanya orang menghidupkan bayangannya untuk menerangkan
sesuatu dan terjadi karena manusia yang membuat berdasarkan hukum
2. Teori Duguit
Sesuai dengan ajarannya tentang fungsi sosial maka
juga dalam teori ini, tidak mengakui adanya badan hukum sebagai subyek hukum hanya fungsi-fungsi
sosial yang harus dilaksanakan. Manusia sajalah sebagai subyek hukum, selain
manusia tidak ada subyek hukum
BAB XII
CATATAN SIPIL
A. PENGERTIAN
CATATAN SIPIL
1. Lembaga
catatan sipil adalah suatu lembaga yang sengaja diadakan oleh pemerintah yang
bertugas untuk mencatat atau mendaftar setiap peristiwa penting yang dialami
warga masyarakat, seperti kelahiran,
perkawinan, perceraian, pengakuan,
kematian dan lain sebagainya (Drs.Nico Ngani S.H MSSW dan I Nyoman Budi
Jaya SmHk)
2. Catatan
sipil adalah Lembaga yang bertugas untuk mencatat atau mendaftar setiap
peristiwa yang dialami oleh warga masyarakat, misal kelahiran, perkawinan,
kematian dan lain-lain. (Departemen Kehakiman termasuk BPHN)
3. Catatan
Sipil adalah catatan tentang peristiwa mengenai keperdataan seseorang seperti
kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian dan lain sebagainya
B. TUJUAN
LEMBAGA CATATAN SIPIL
1. Menurut
Drs.Nico Ngani S.H MSSW dan I Nyoman Budi Jaya Tujuan lembaga catatan sipil
a.
Memberikan
kepastian hukum bagi kedudukan hukum setiap warga masyarakat, misal kelahiran,
perkawinan, perceraian, pengakuan,
kematian
b.
Agar setiap
warga masyarakat dapat memiliki bukti-bukti otentik
c.
Memperlancar
aktivitas pemerintah dibidang kependudukan
2. Menurut
Prof.Mr.Lie Oen Hock tujuan Lembaga Catatan Sipil adalah :
a.
Untuk
memungkinkan pencatatanyang selengkap-lengkapnya dan oleh karenanya memberi kan
kepastian yang sebesar-besarnya tentang kejadian-kejadian yang terjadi pada
diri seseorang
3. Menurut
Prof. J.Hardjawidjaja SH Tujuan Kantor
Catatan Sipil adalah :
Untuk menghimpun data-data mengenai status perorangan,
untuk hal mana kejadian penting kejadian penting dalam kehidupan manusia
dibukukan
4. Menurut
Departemen Kehakiman Tujuan Lembaga
Catatan sipil adalah :
Untuk mendapatkan data selengkap mungkin agar status
warga masyarakat dapat diketahui.
C. FUNGSI
LEMBAGA CATATAN SIPIL
Dalam Keppres No.12/1983 Kantor Catatan sipil
mempunyai fungsi menyelenggarakan :
1.
Penyimpanan
dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta
Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengakuan, Akta Pengesahan Anak, dan Akta
Kematian
2.
Penyelidikan
bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan dibidang kependudukan atau kewarganegaraan
3.
Pencatatan
dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
4.
Pencatatan
dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran
5.
Pencatatan
dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan
6.
Pencatatan
dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian
7.
Pencatatan
dan penerbitan Kutipan Akta Kematian .
D. MACAM-MACAM
AKTA CATATAN SIPIL
Sebelum dikeluarkan Instruksi Presidium kabinet
No.31/U/IN/12/1966
a.
Reglemen
Catatan sipil golongan eropa dan mereka yang hukumnya dipersamakan dengan Eropa
(stb.1849-25) menetapkan adanya lima daftar :
1.
Daftar
Kelahiran
2.
Daftar
Pemberitahuan perkawinan
3.
Daftar Izin
untuk menikah
4.
Daftar
Perkawinan dan perceraian
5.
Daftar
Kematian
b.
Reglemen
Catatan Sipil golongan Timur asing Tionghoa (stb 1917-130 jo 1919-81)
1.
Daftar
Kelahiran
2.
Daftar Izin
Menikah
3.
Daftar
Perkawinan dan Perceraian
4.
Daftar
Kematian
c.
Reglemen
Catatan sipil golongan Indonesia Kristen 9stb 1933-75 jo 1936-607)
1.
Daftar
Kelahiran
2.
Daftar
Pemilihan nama
3.
Daftar
Perkawinan
4.
Daftar
Perceraian
5.
Daftar
Kematian
d.
Reglemen
Catatan sipil golongan Indonesia buka Kristen (stb 1920-75 jo 1927-654)
1.
Daftar
Kelahiran
2.
Daftar
Pemilihan Nama
3.
Daftar
Kematian
Kemudian terjadi perkembangan lebih lanjut
dikeluarkannya Instruksi Presidium Kabinet No
31/U/IN/12/1966. Empat daftar pokok yang dibuat oleh Pegawai Catatan
Sipil :
1)
Daftar
Kelahiran
2)
Daftar
Perkawinan
3)
Daftar
Perceraian
4)
Daftar
Kematian
E. KETENTUAN
PIDANA
Mengingat pentingnya arti catatan sipil bagi
pemerintah dan masyarakat sendiri maka ketentuan ketentuan pidana yang
berhubungan dengan pelaksanaan Catatan
Sipil dapat kita lihat antara lain dalam :
a.
Ps.61 ayat
2, ayat 3 UU No.1/1974
b.
Ps.45 ayat 1
dan 2 PP No.9/1975
c.
Ps.436 ayat
1 dan ayat 2 KUHP
d.
Ps.529 KUHP
e.
Ps.556-559
KUHP
BAB XIII
DOMISILI
A. Domisili
adalah tempat tinggal seseorang
Menurut Hukum Indonesia didalam domisili terkandung
arti teritorian sehingga yang dimaksud domisili adalah tempat tinggal seseorang
atau tempat kedudukan badan hukum. Yang dimaksud tempat tinggal dapat juga kota
dan dapat juga rumahnya
B. BERBAGAI
PENGERTIAN TENTANG DOMISILI
1.
Prof
J.Hardjawidjaja SH (1979) dan Prof.Ko Tjai Sing SH mengatakan bahwa dalam arti
hukum domisili adalah tempat dimana seseorang harus dianggap selalu berada
untuk memenuhi kewajiban serta melaksanakan hak-haknya itu (Aloysius 1989)
C. DOMISILI
MENURUT HUKUM INGGRIS
1.
Dalam Hukum
Inggris domisili mempunyai arti yang lebih luas dapat berarti tanah asal atau
tanah air seseorang yang tentunya ada ikatan batin antara orang dengan
tempatnya. Domisili dibagi dalam :
a.
Domicile of origin
b.
Domicile of dependence
c.
Doicile of choice
D. TEMPAT
KEDUDUKAN BADAN HUKUM
Mengenai
badan hukum yang berlaku di RI adalah hukum lama atau vennootschapsrecht (BW dan WvK). Menurut hukum ini tempat kedudukan
hukum ialah tempat didirikannya badan hukum yang bersangkutan. Peraturan
seperti itu dapat mendorong adanya penyelundupan.
BAB XIV
ADOPSI (SUATU PERBANDINGAN ANTARA HUKUM BARAT, HUKUM
ADAT,
DAN HUKUM ISLAM)
A. PENGERTIAN
TENTANG ADOPSI
Adopsi dapat dibagi dalam dua pengertian :
1.
Adopsi atau
pengangkatan anak dalam arti luas yakni pengangkatan anak orang lain kedalam
keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara anak yang diangkat dengan
orangtua angkat timbul hubungan antara anak angkat sebagai anak sendiri dan
orang tua angkat sebagai orang tua sendiri.
2.
Adopsi atau
pengangkatan anak anak dalam arti terbatas yakni pengangkatan anak orang lain
ke dalam keluarga sendiri dan hubungan antara anak yang diangkat dan orang tua angkat
hanya terbatas pada hubungan sosial saja.
B. RUANG
LINGKUP ADOPSI
1.
Sejak zaman
dahulu pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang
berbeda-beda sejalan dengan system hukum dan perasaan hukum yang hdup serta
berkembang didalam masyarakat yang bersangkutan.
2.
Dalam hukum
Belanda yang semula tidak mengenal Lembaga adopsi sekarang pengangkatan anak
diakui (BW Belanda yang baru) akan tetapi tinjauannya adalah dari segi sosial
ekonomi dan bukan untuk meneruskan keturunan.
3.
Didunia ini
Lembaga Adopsi atau pengangkatann anak bukanlah masalah baru
C. MOTIF DAN
TUJUAN PENGANGKATAN ANAK
1.
Dalam
Staatblad 1917 No.129 tak ada satu pasalpun yang menyebutkan masalah motif dan
tujuan dari daripada pengangkatan anak secara konkret, kecuali pasal 15 ayat 2
yang dapat dijadikan pedoman dalam pembahasan tentang adopsi. “ pengangkatan
terhadap anak-anak perempuan dan pengangkatan dengan cara membuat akta otentik
adalah batal demi hukum “
2.
Ketentuan
tersebut sebenarnya beranjak dari sistem kepercayaan adat tionghoa akan
melanjutkan keturunan mereka dikemudian hari
3.
Motif lain
dalam pengangkatan anak adalah sebagai pancingan yang dilatarbelakangi oleh
kepercayaan , bahwa dengan mengangkat anak tersebut , maka keluarga yang
mengangkatnya akan mendapat anak kandung sendiri.
D. TATA CARA
PENGANGKATAN ANAK
1.
Ps.8-10
Staatsblaaad 1917 No.129 4 syarat pengangkatan anak:
a.
Jika anak
yang diangkat adalah anak sah dari orang tuanya maka perlu izin orang tuannya,
Jika anak yang diangkat itu lahir diluar perkawinan, maka diperlukan izin dari
orang tua yang mengakui anak tesebut.
b.
Jika anak
yang diangkat itu sudah berusia 19 tahun maka diperlukan pula persetujuan dari
anak itu sendiri
c.
Persetujuan
orang yang mengangkat anak
d.
Jika yang
akan mengangkat anak itu seorang perempuan janda, maka harus ada persetujuan
dari saudara laki-laki dan ayah dari
almarhum suaminya atau jika tidak ada
saudara laki-laki ayah atau ayah yang masih hidup, atau jika mereka tidak
menetap di RI, maka harus ada persetujuan dari anggota laki-laki dari keluarga
almarhum suaminya dalam garis laki-laki sampai derajat keempat.
2.
Persetujuan
yang termaktub dalam syarat keempat diatas dapat diganti dengan suatu izin dari
PN diwilayah kediaman janda yang ingin mengangkat anak tadi.
3.
Menurut
Ps.10 pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta Notaris.
II.ADOPSI DALAM HUKUM ADAT
1.
Adopsi
sebenarnya sudah lama dikenal dan dilakukan orang diberbagai tempat didunia ini
baik oleh masyarakat yang primitif maupun oleh masyatrakat yang sudah maju.
2.
Cara
Pengangkatan Anak di Indonesia
a.
Tidak
mempunyai perbedaan dengan pengangkatan anak diberbagai suku bangsa lain
b.
Masalah
pengangkatan anak atau adopsi mempunyai sifat-sifat yang sama antara berbagai
daerah hukum, meskipun karakteristik masing-masing daerah tertentu mewarnai
kebhinekaan kultural suku bangsa Indonesia.
1.
Tidak ada
ketentuan tentang siapa saja yang boleh melakukan adopsi dan batas usianya,
kecuali minimal berbeda 15 tahun.
2.
Siapa saja
boleh diadopsi pada umumnya didalam masyarakat adat Indonesia tidak membedakan
apakah anak laki atau perempuan
3.
Sehubungan
dengan usia yang dijadikan anak angkat berbeda-beda
4.
Pengangkatan
anak dalam kaitannya dengan keluarga dekat,
luar keluarga atau orang asing, maka pada masyarakat di RI juga terdapat
kebhinekaan atau variasi.
5.
Adopsi harus
terang artinya wajib dilakukan dengan Upacara adat serta dengan bantuan kepala adat.
E. KEKUATAN
HUKUM DARI ADOPSI
Dilihat dari beberapa putusan PN Pangkalan Bun
Kalimantan Tengah 25-2-1971, No.05/1971/Pdt yang menyatakan bahwa pengangkatan
anak secara adat belum mempunyai kekuatan hukum sepanjang belum disahkan sesuai
dengan prosedur hukum yang berlaku. Dan
Keputusan PN Tengarong Kalimantan Timur
tanggala 8 Januari 1973 No P1/1973/Pdt Tengarong menyatakan bahwa dalam
penyarahan / pemberian anak angkat diperlukan beberapa orang saksi
F. AKIBAT HUKUM
ADOSI
Menurut Prof.Dr.R.Soepomo SH didalam Keluarga
Jawa atau Sunda :
“Kedudukan anak angkat adalah berbeda daripada
kedudukan anak di daerah-daerah, sistem keluarga berdasarkan keturunan dari
pihak laki-laki, di Bali dimana perbuatan mengangkat anak adalah perbuatan
hukum yang melepaskan anak itu dari pertalian keluarganya dengan orang tuanya
sendiri dengan memasukkan anak itu kedalam keluarga pihak Bapak angkat. Sedang di Jawa pengangkatan
anak yang diangkat dan orang tuanya sendiri tidak memutuskan pertalian
keluarga.
G. HUBUNGAN
PENGANGKATAN ANAK DENGAN WARISAN
Dalam hubungannya dengan masalah
warisan, maka terdapat variasi ketentuan hukumnya seperti misalnya di daerah
Lampung Utara dengan tegas menyatakan bahwa anak angkat tidak mendapat bagian
warisan dari orangtua kandungnya. Dengan demikian jelas dia adalah ahli waris
dari orang tua angkatnya.Di Kabupaten Lahat (Palembang) pada umumnya anak
angkat hanya mendapat warisan apabila pada waktu pengangkatannya secara khusus
dinyatakan bahwa ia kelak mewarisi dari orang tua angkatnya, kalau tidak
disebutkan maka ia bukan ahli waris. Kecamatan Bontomaranu Kabupaten Goa
Kepulauan Tidore (Ambon), Takengon Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan Cikajang
Kabupaten Garut, Kecamatan Sambas Kalimantan Barat dan beberapa daerah lainnya
menyatakan bahwa anak angkat bukanlah ahli waris dari orangtua angkatnya, dia
hanya ahli waris orang tuanya sendiri.
III. ADOPSI DALAM HUKUM ISLAM
1. Menurut ajaran Islam adopsi disebut tabbani. Masalah tabbani (adopsi) banyak
didapatkan dikalangan Arab.
2. Sesudah
Muhammad SAW menjadi Rasul turunlah wahyu
yang menetapkan tentang peraturan waris-mewaris yang menentukan bahwa
hanya kepada orang-orang yang ada pertalian sedarah turunan dan perkawinan
3. Dengan
demikian yang bertentangan dengan ajaran Islam adalah mengangkat anak (adopsi)
dengan memberikan status yang sama dengan anak kandung sendiri
4. Pengangkatan
anak hukum agama Islam dapat ditinjau dari beberapa segi
a.
Dari segi
arti adopsi
b.
Dari segi
misi keadilan social
c.
Dari segi
budi pekerti dan sosial
d.
Dari segi
ajaran Islam
e.
Dari segi
realitas
5. Majelis
ulama menuangkan pendapatnya tentang pengangkatan anak sebagai berikut : (Surat
No.U-335/MUI/VI/82 tanggal 18 Sya’ban 1402 H 10 Juni 1982 yang ditandatangani
oleh Ketua umum K.H. M.Syukri Ghazali
6. Bahwa
menurut hukum Islam pengangkatan anak adalah mubah atau harus diperbolehkan
7. Sesuai
dengan sifatnya mubah yang dalam hukum Islam
tergantung pada situasi dan kondisi dari pengangkatan anak itu sendiri,
maka kedudukannya dapat menjadi sunat atau dianjurkan atau dapat juga
sebaliknya menjadi haram atau dilarang
8. Bagi
kelompok ahli dalam hukum Islam terutama
yang tergabung dalam Badan pembinaan hukum nasional (BPHN) telah
bersepakat agar dibentuk peraturan perundang-undangan mengenai pengangkatan
anak terutama sehubungan dengan
berita-berita tentang banyaknya penculikan dan penjualan anak Bangsa Indonesia
9. Maka
berdasatkan latar belakang tersebutlah yang menjadi penolong untuk
mengembangkan hukum Islam dalam rangka pembinaan hukum nasional
10. Selanjutnya
suatu inti pokok yang harus didukung sepenuhnya adalah usaha hukum Islam
terhadap Lembaga adopsi sebagai manifestasi keimanan yang membawa misi
kemanusiaan dan terwujud dalam bentuk
memelihara orang lain sebagai anak dengan batasan-batasan yang benar.
BAIK SEKALI MATERI INI. DAN MEMBANTU KAMI MHS HUKUM DALAM MEMBUAT MAKALAH php
BalasHapus