WACANA REGIONALISASI DAERAH KERJA PPAT
WACANA REGIONALISASI DAERAH KERJA PPAT
Adanya wacana yang disampaikan oleh Bapak Menteri
Agraria dan Tata Ruang selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap
dimungkinkan bahwa kedepan wilayah kerja Pajabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan
didasarkanpada regional wilayah, di tempat dan kedudukan PPAT yang bersangkutan.
Selama ini aturan yang ada, wilayah kerja PPAT berdasarkan pada ketentuan Surat Keputusan (SK) pengangkatan PPAT yang
dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. SK Pengangkatan PPAT selalu menyebutkan
daerah kerja pada Kabupaten atau Kota. Daerah kerja sebagaimana dimaksud pada
Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 Tahun 1998 Tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah
adalah wilayah yang menunjukan kewenangan seorang PPAT untuk membuat akta
mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang terletak
didalamnya. Ketentuan daerah kerja sama
diartikan indentitas kewenangan seorang PPAT dalam menjalankan profesi
tersebut. Karena setiap pembuatan Akta PPAT selalu berhubungan dengan ketentuan
hukum yang mengatur menyangkut pendaftaran, peralihan hak dan pembebanan. Oleh karena itu, setiap
kewenangan selalu berhubungan dengan tanggung jawab yang dijalankan oleh
seorang PPAT. Tanggung jawab tersebut adalah memberikan jaminan kepastian hukum
dan perlindungan hukum bagi para pemegang hak disamping melaksanakan tertip administasi
dibidang pertanahan.
Kedepannya menurut Bapak Menteri Agraria bahwa untuk
daerah kerja PPAT akan diperluas berdasarkan beberapa regionalisasi wilayah
yang ditetapkan oleh Kantor Kementrian Agraria untuk seluruh wilayah Indonesia.
Dengan dimulai mewacanakan untuk wilayah dipulau Sumatra terdapat dua
regionalisasi wilayah kerja, terdiri dari Sumatra bagian Utara meliputi Propinsi
Kepulauan Riau hingga Propinsi Nangroh Aceh Darusalam, Sumatra bagian Selatan
meliputi Propinsi Sumatra Selatan hingga Propinsi Lampung. Sedangkan untuk
Pulau Jawa terbagi menjadi tiga regionalisasi wilayah. Jawa I terdiri Propinsi Banten, Propinsi DKI
Jakarta, hingga Propinsi Jawa Barat. Untuk wilayah regionalisai Jawa II terdiri
dari Propinsi DI Yogyakarta sampai ke Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk regionalisai Jawa III
terdiri dari Propinsi Jawa Timur. Begitu juga untuk Propinsi Bali akan
digabungkan kapada Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Propinsi Nusa Tenggara Timur
untuk satu wilayah regionalisai. Propinsi Papua Barat, Propinsi maluku, dan
Maluku Utara berada pada regionalisai Propinsi Papua. Untuk wilayah pulau
Kalimantan dan Sulawesi akan diwacanakan regionalisasi masing-masing untuk
wilayah Kalimantan menjadi satu regionalisai dan begitu juga untuk Sulawesi
menjadi satu wilayah regionalisasi.
Isu tersebut
telah menjadi tranding tofic dimedia sosial khususnya bagi rekan-rekan
Notaris dan PPAT. Ada yang mengapresiasi, bahwa langkah besar yang disampaikan
oleh Bapak Menteri tersebut sesuatu yang sangat ideal dengan alasan, pekerjaan
seorang PPAT tidak boleh terhambat pada wilayah kerja. PPAT adalah profesi yang
membutuhkan profesionalitas tinggi maka dibutuhkan kemampuan dan wewenang. Namun
sebagian rekan-rekan PPAT beranggapan bahwa wacana yang disampaikan pemerintah
tersebut harus ditinjau dari segi aturan hukum yang berlaku, supaya jangan timbul
permasalahan hukum dikemudian hari.
PPAT yang bekerja bukan pada daerah kerja, akan berakibat
pada akta yang dibuat oleh seorang PPAT. Hal ini akan berpengaruh dari segi
otentisitas dan kekuatan pembuktian. Karena otentitsitas adalah nilai suatu
akta yang dibuat oleh seorang PPAT yang memberikan jaminan kepastian hukum
menyangkut tanggal akta, para pihak selaku penghadap, dan tandatangan. Pada saat
pembacaan akta, seorang PPAT selalu menyebutkan identitas PPAT yang bersangkutan
dan daerah kerja yang ditetapkan. Oleh karena itu wacana yang disampaikan oleh
Bapak Menteri tersebut harus dimulai dari persiapan aturan hukum yang
melandasinya. Jika aturan hukumnya belum disiapkan hal ini sangat berbahaya
dari segi pelaksanaan.
Untuk terealisasinya wacana tersebut, harus
didukung dengan peraturan hukum supaya pelaksanaan tersebut tidak menimbulkan
akibat hukum nantinya. Apalagi wacana regionaliisasi tersebut sudah akan mulai dilaksanakan
pada awal tahun depan. Maka langkah-langkah yang diperlukan oleh Kementrian Agraria
adalah memetakan segala aturan-aturan hukum yang berlaku yang berhubungan pada pendaftaran tanah, pembebanan
hak, maupunyang berhubungan dengan jabatan PPAT.
Memetakan peraturan-peraturan tersebut, supaya
menghidari tumang tindih peraturan. Karena sangat dimungkinkan peraturan yang
berhubungan dibidang pertanahan, tidak hanya terdapat pada UU, melainkan juga pada Peratuaran Pelaksanaan
baik berbetuk Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, dan peraturan yang
dikeluarkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), maupun peraturan
lainnya dilintas institusi.Karena jika tidak, hal ini akan menimbulkan risiko
pekerjaan bagi seorang PPAT. Apalagi ada pihak-pihak lain diluar PPAT yang
berhubungan dengan perkerjaan PPAT yaitu
pihak bank dan pihak ketiga. Memetakan aturan hukum dan mengeluarkan kebijakan
politik hukum dibidang PPAT, terhadap regionalisasi daerah kerja PPATsebagaimana
yang ada merupakan lagkah yang sangat luar biasa. Dengan memberikan
langkah-langkah hukum supaya pelaksanaan regionalisasi daerah kerja PPAT dapat
berjalan dengan lancar. Maka diperlukan payung hukum yang bisa berperan
melindungi seorang PPAT melaksanakan pekerjaan dilintas wilayah yang masih pada
regionalisasi di tetapkan. Apalagi proses pekerjaan PPAT juga berhubungan
dengan Undang-undang Jabatan Notaris yaitu UU No. 30 tahun 2004 jo UU No. 2
Tahun 2014 yang memuat proses pengawasan seorang Notaris juga merangkap selaku
PPAT. Karena disebutkan pada Pasal 15 ayat 2 bahwa Notaris berwenang pula
membuat akta yang berkaitan pada Pertanahan.
Adanya regionalisasi pekerjaan PPAT juga
berakibat pada makin luasnya tanggung jawab PPAT. Seorang PPAT harus menerima
pekerjaan yang bukan pada wilayah dan daerah kerja PPAT yang bersangkutan.
Sangat dimungkinkan beban biaya peralihan hak dan pembebanan hak akan
disesuaikan pada wilayah yang bersangkutan, yang akan dibebankan
kepada para pihak yang membutuhkan jasa PPAT. Misalnya suatu saat seorang PPAT
di daerah kerja Kota Banjarmasin sangat dimungkinkan melakukan pendaftaran
peralihan hak atau pembebanan hak di Kota Balikpapan, walaupun para pihaknya berada di Kota Banjarmasin untuk
menandatangani aktanya. Karena tanah yang akan dialihkan atau dibebankan berada
di Kota Balikpapan, melalui Kantor Pertanahan Kota Balikpapan. Efek yang
terjadi menyangkut beban biaya yang akan disesuaikan pada wilayah pendaftaran
tersebut. Meningkatnya beban biaya proses pendaftaran, peralihan dan pembebanan
hak akan menjadi permasalahan untuk nantinya, disaat beban masyarakat sudah
sangat berat saat ini.
Regionalisasi wilayah PPAT dengan cakupan daerah
pekerjaan yang diperluas membutuhkan aturan main yang jelas. Idealnya sebelum
kebijakan ini diambil oleh Kementrian Agraria mengenai regionalisasi wilayah
kerja PPAT maka sudah sepantasnya langkah-langkah yang harus dijalankan dengan melakukan
pembahasan bersama antara Kantor Kementrian Agraria dengan Ikatan Pajabat
Pembuat Akta Tanah (IPPAT) maupun pada instansi
terkait lainnya. Pembahasan ini sangat penting karena PPAT adalah selaku mitra
dari Kantor pertanahan setempat, dengan melaksanakan sebagian kegiatan
pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.
Saatnya kita menunggu langkah-langkah apa saja
yang akan dilakukan Kementrian Agraria dan Tata Ruang menyangkut kebijakan
regionalisasi wiayah kerja PPAT. Apakah pelaksanaanya akan menjadi efektif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat atau malah kebijakan ini memiliki resiko
hukum terhadap PPAT yang menjalankan pekerjaan. Jangan timbul kesan rencana
regionalisasi dikesankan sebagai kebijakan yang tergesa-gesa dan terburu-buru
tanpa memperjelas langkah-langka kongrit. Kebijakan yang tidak didasari landasan
hukum yang jelas akan menimbulkan resiko hukum bagi PPAT yang menjalankannya. Semoga
wacana Kementrian Agraria benar bermanfaat untuk kepentingan PPAT dalam
menjalankan jabatannya.
Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris –PPAT Kota Banjarmasin
Komentar
Posting Komentar