PENGANGKATAN ANAK
PENGANGKATAN ANAK
(Bercermin dari Kasus Meninggalnya Angeline)
Meninggalnya
Angeline secara tragis telah menjadi pemberitaan Nasional. Seorang anak yang berusia
delapan tahun yang dibunuh secara keji yang dilakukan oleh
orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung bagi si anak. Kejadian
ini membuka mata
dan pemikiran, bahwa kita saat ini maupun pemerintah masih belum memandang
apa arti pentingnya perlindungan terhadap anak sebagaimana dimaksud pada UU
Perlindungan Anak UU No. 23 Tahun 2002.
Sudah lebih sepuluh tahun diundangkannya UU ini masih saja kita mendengar kisah
tragis seorang anak di negara Republik Indonesia ini. Kisah dari proses
pengangkatan anak yang tidak memberi perlindungan kepada si anak.
Berbicara mengenai pengangkatan anak yang dikenal
sebagai adopsi anak secara aturan keperdataan masih saja belum kita pahami
secara benar. Pengangkatan anak yang selama ini ada selalu
menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan dan melepaskan nilai-nilai hukum maupun
perlindungan seorang anak yang diangkat. Mungkin
kita selalu berpikiran, bahwa pengangkatan anak tersebut hanya
sebatas hubungan kemanusian antara orang tua anak dan orang tua angkat, tanpa harus menempatkan hak-hak hukum anak sebagaimana yang diamanahkan
oleh undang-undang yang berlaku. Bahwa pengangkatan anak tidak semuda yang kita
duka.
Proses pengangkatan
anak yang selama ini ada atau yang mungkin sebagai kebiasaan, dari
akibat ketidak tahuan mengenai aturan hukum yang berlaku selama ini.
Bahwa terhadap pengangkatan anak sebanarnya telah diatur dalam
suatu aturan yang jelas, disamping proses pengawasan terhadap seorang anak
yang diangkat.
Proses pengangkatan
anak yang selama ini lebih dalam hubungan kekerabatan dan sosial tanpa
memandang legalitas proses
yang berlaku yang berakibat akan merugikan hak-hak anak, maka
paradikma tersebut harus segera ditinggalkan. Kita
mungkin sudah terbiasa mendengar pengangkatan anak hanya sebatas dibuatkan
selebar kertas dari kesepakatan
yang tertuang dalam
bentuk perjanjian tertulis baik dibuat secara otentik dihadapan
pejabat yang berwenang dalam hal ini Notaris atau pejabat terkait lainnya, atau dibuat secara non otentik dan tidak tertutup kemungkinan dihadapan pejabat Lurah atau Kepala Desa atau
Camat atau juga pejabat lainnya pihak rumah sakit atau
pihak yang berwajib.
Atau proses pengangkatan
anak ini hanya sebatas permohonan penetapan Pengadilan Negeri setempat dimana majelis hakim tanpa terlalu jauh memandang data pendukung
lainnya, bisa saja hanya sebatas keterangan saksi dan keterangan pihak-pihak
yang pada akhirnya diputuskan dan mengabulkan permohonan tersebut.
Peraturan mengenai pengangkatan anak telah diatur pada
ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 tahun Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak. PP ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU No.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. PP
No. 54 tahun 2007 kemudian ditindaklanjuti
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
No.110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengkatan Anak.
Landasan hukum inilah yang selama ini belum diketahui oleh sebagian masyarakat
pada umumnya.
Proses
pengangkatan anak seharusnya sudah dimulai dari pemahaman makna apa yang dimaksud dengan
anak angkat, orang tua angkat dan tujuan pengkatan anak. PP No. 54 tahun 2007
telah memberikan pemahaman dan tata aturan proses pengkatan anak.
Dimulai
dari beberapa istilah utama, dengan
memahami apa yang dimaksud dengan anak angkat. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan
pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan Pengangkatan anak adalah suatu
perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang
tua angkat. Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang
dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan-ketentuan
di atas adalah landasan utama bahwa proses pengangkatan anak tidak boleh memutus hubungan darah dengan
orang tua kandungnya. Dengan memandang bahwa proses pengangkatan
tersebut harus memperhatikan budaya dan agama. Dimana sangat diharapkan pengangkatan
anak dengan orang tua angkat harus seagama yang sama.
Bahwa
pengkatan anak juga harus memperhatikan tata dan
aturan apakah pengkangkatan anak terjadi pada anak antar Warga
Negara Indonesia (WNI) yang sama atau pengangkatan anak Warga Negara
Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA). Oleh karena itu, dibutuh
persyaratan
khusus untuk melakukan pengangkatan
anak. Berdasarkan Pasal 12 PP No. 54 tahun 2007 disebutkan syarat pengangkatan
anak yang dimulai
dengan syarat anak yang akan di angkat meliputi :
1.
Belum
berusia 18 (delapan belas) tahun;
2.
Merupakan
anak terlantar atau ditelantarkan;
3.
Berada
dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan
4.
Memerlukan
perlindungan khusus.
Sedangkan
syarat usia anak angkat dapat meliputi anak yang belum berusia enam tahun
sebagai perioritas utama yang diangkat, anak yang berusia enam tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun
sepanjang ada alasan yang mendesak. Atau anak yang berusia 12 tahun sampai dengan usia 18 tahun sepanjang anak memerlukan perlindungan
khusus. Ketentuan-ketentuan usia menunjukan kedudukan dan pertimbangan dan cara
proses pengangkatan
anak. Namun kenyataan proses pengangkatan anak yang sangat
ideal dilakukan terhadap anak yang belum berusia enam tahun. Karena disaat
itulah anak membutuhkan kasih sayang dan perlindungan yang matang dari orang
tua angkatnya.
Memperhatikan
proses pengangkatan
anak tidak lain adalah bagaimana kemampuan orang tua angkat baik dari
segi usia dan kemampuan ekonomi, gunanya untuk menghindari proses pengangkatan anak yang tidak
sampai pada tujuan pengangkatan anak. Kemampuan usia cukup menunjukan kesiapan secara fisik dan rohani
kepada orang tua angkat supaya menghidari sesuatu yang tidak diinginkan. Bahwa
pengangkatan anak selalu menekankan untuk kepentingan anak yang di angkat. Untuk itu ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang tua angkat yaitu : sehat jasmani dan rohani, berumur paling rendah 30 (tiga puluh)
tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun, beragama sama dengan agama calon anak
angkat, berkelakuan
baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan, berstatus menikah paling singkat 5
(lima) tahun, tidak
merupakan pasangan sejenis, tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu
orang anak, dalam
keadaan mampu ekonomi dan sosial, memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau
wali anak, membuat
pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan
perlindungan anak, adanya laporan sosial dari pekerja
sosial setempat, telah
mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan
diberikan, dan memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.
Persyaratan tersebut menjadi sesuatu yang sangat
utama dimana pemerintah memandang bahwa orang tua angkat akan selalu membawa
kesejahteraan terhadap anak yang diangkat gunanya kepentingan sosial kepada
anak dan orang tua angkat.
Proses
pengkatan anak sebagaimana yang ada harus membedakan tata cara pengakatan anak
apakah yang diangkat anak Warga Negara Indonesia dengan orang tua angkat Warga
Negara Indonesia atau anak yang diangkat Warga Negara Indonesia dengan orang
tua angkat Warga Negara Asing.
Pengangkatan
anak Warga Negara Indonesia oleh orang tua angkat Warga Negara Asing harus
terlebih dahulu mengajukan permohonan dan memperoleh izin tertulis dari
pemerintah asal pemohon dengan melalui kedutaan atau perwakilan negara
pemohon yang ada di Indonesia, disamping memperoleh izin tertulis dari menteri
atau lembaga pengasuh anak yang ada. Disaat orang tua angkat yang Warga Negara Asing tersebut telah menetap di
Indonesia dan bekerja selama dua tahun lamanya dan tidak pernah melakukan tindak
pidana. Ketentua syarat
secara limitatif ini bentuk pengawasan menyeluruh yang dilakukan pemerintah.
Jika permohonan tersebut semuanya terpenuhi,
maka Pengadilan Negeri yang akan mengeluarkan penetapan pengangkaran
anak. Proses ini tidak diberakhir sampai disini saja maka oleh pengadilan negeri akan
menyampaikan salinan penetapan pengakatan anak tersebut kepada instansi terkait. Fungsi instansi terkait
adalah melakukan pengawasan dalam proses pengkatan anak tersebut gunanya untuk
mencegah
pengkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dan juga mengurangi kasus-kasuas penyimpangan atau pelanggaran pengangktan
anak.
Pengawasan ini akan berjalan terus menerus
gunanya untuk memantau perkembangan terhadap anak yang diangkat dan juga orang
tua angkat. Mungkin saja suatu saat kondisi yang semua baik-baik saja, kemudian
kedepannya malah menimbulkan masalah. Oleh karena itu proses pengawasan ini
tidak hanya dibebankan kepada lembaga atau instansi yang ditetapkan. Peran-peran
masyarakat sangat diharapkan jika didapati sesuatu yang mengarah pada kondisi penyimpangan
atau pelanggaran terhadap pelaksanaan pengangkatan anak. Maka masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada aparat penegak hukum atau
kepada Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan juga kepada instansi sosial setempat.
Oleh karena itu sejak dikeluarkannya UU Perlindungan
anak dan PP mengenai pengangkatan anak dan Peraturan Kementrian Sosial. Maka proses
pengakatan anak tidak dibenarkan hanya dibuatkan berdasarkan surat akta
pengangkatan anak oleh Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam
pembuatan akta.
Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris-PPAT
Kota Banjarmasin
Komentar
Posting Komentar