MENCARI SOSOK ANNA HAZARE DINEGARA TERKORUP



MENCARI SOSOK ANNA HAZARE
DINEGARA TERKORUP
           

Sebagai salah satu negara terkorup dalam kajian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) ditahun 2010 versi Transparancy International, mungkin tidak berlebihan kiranya bahwa kita sebagai negara masih saja berkutat pada wacana, baik pada seminar yang diadakan, pembuatan peraturan perundangan mengenai korupsi, pembentukan Komisi Anti Korupsi dan lainnya. Namun kenyataannya tetap saja, Indeks Persepsi Korupsi kita dengan nilai merah. Pemberantasan tindak pidana korupsi terkesan masih berjalan ditempat. Masalahnya sebagian kalangan menyebutkan tingkat kwalitas dan kwantitasnya sudah semakin meningkat. Sepertinya kita tidak melakukan perbuatan apa-apa. Disaat negara lain makin siap dengan cara-cara yang membuat para pelaku tindak pidana korupsi jerah. China misalnya, begitu kenjarnya melakukan upaya-upaya yang sebagian negara dikatakan sangat seporadis untuk menekan tindak pidana korupsi. Melakukan hukuman seberat-beratnya, dengan hukuman mati. Dari hasil kebijakan politik yang mereka terapkan, seolah ada upaya yang lebih serius dari negara tersebut dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Kita, berada posisi dimana ? Untuk itu. adakah para pelaku tindak pidana korupsi dinegara ini dihukum seberat-beratnya?
Kasus Nazaruddin, adalah contoh, salah seorang petinggi partai yang saat ini sedang berkuasa dengan jabatannya yang diembannya sebagai bendahara umum partai. Dia sangat tahu system pendanaan partai untuk mendapatkan keuangannya untuk kemajuan partai. Jeratan kasus sebagaimana pada paparan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sangat luar biasa dengan kerugian negara sebesar 6,1 Trilyun. Apakah kasus ini bisa dijadikan pijakan oleh KPK, bahwa lembaga ini memang serius untuk pemberantasan tindak pidana korupsi dinagara ini. Atau malah negara ini makin berjalan ditempat tanpa ada pijakan  arah yang jelas. Untuk itu, tidak salah kiranya begitu tingginya harapan  masyarakat pada lembaga ini. Jika memang KPK tidak dapat  berbubat apa-apa, karena yang dihadapinya adalah orang-orang yang memiliki akses kepada kekuasaan. Akan membuat KPK menjadi sangat dilematis dalam penanganan kasus. Kasus Nazaruddin, seharusnya menjadi pintu masuk, bahwa memang benar ada sesuatu yang salah pada system pengawasan pada proyek-proyek yang ditangani oleh Pemerintah. Adanya pemberian upeti adalah sesuatu yang sangat biasa terjadi baik ditingkat pusat dan daerah.  Maka tidak salah akhirnya, sebagian  kalangan meminta lembaga ini untuk dibubarkan. Jika memang lembaga ini dikatakan tidak kredibel lagi, kepada siapa pundak pemberantasan tindak pidana korupsi itu dapat diberikan. Kepada Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat atau masyarakat.
 Mungkin, kelemahan kita dalam melakukan perlawanan terhadap tindak pidana korupsi dikarenakan kita tidak memiliki tokoh yang sangat kredibel menjadi panutan setiap orang. Kita dalam pemberantasn korupsi selalu dikesankan banyak bicara minim aksi tindakan. Seolah korupsi hanya berada pada tataran teori-teori pemberantasan, dan penerapan aturan hukum dalam Pasal-Pasal. Namun belum menyentuh dari sisi sikap, perbuatan dan budaya.  Korupsi dikatakan sangat merugikan pada tataran kehidupan masyarakat saat ini dan nantinya. Maka yang dibutuhkan adalah untuk mencari akar permasalahan. Jika ini dikatakan membudaya, maka penyelesaiannya mengapa korupsi itu sesuatu menjadi biasa. Orang akan sangat kaget jika dia tidak melakukan tindak korupsi di saat dia sangat jujur dan tidak memiliki apa-apa, pada saat kekuasaan dan jabatan ada dipundaknya. Jika dia tidak melakukan korupsi maka dia berada diluar system yang memang sudah tidak bermoral lagi.
            Sosok seorang tokoh adalah sesuatu yang menjadi panutan. Disaat Bapak Presiden Sosilo Bambang Yudoyono (SBY) mengatakan, dia akan berada sebagai yang terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun kenyataanya, ketokohan SBY  tidak cukup terbukti apa yang selalu diungkapkan. Antara ucapan dan perbuatan tidak selalu berjalan seiring. Sosok-sosok yang menjadi panutan oleh seluruh masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi sesuatu yang dirindukan. Sosok yang terlihat pada nilai-nilai moral yang utuh, bersahaja, dan memang benar-benar untuk kepentingan dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi, yang gunanya untuk kepentingan bangsa dan negara maupun masyarakat. Kita memang belum menemukan sosok-sosok tersebut.
            Anna Hazare adalah salah satu tokoh yang dimiliki oleh rakyat India untuk membawa negara tersebut dalam perlawanan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penguasa. Tokoh satu ini telah menjadi pembicaraan kalangan masyarakat, yang melakukan perlawanan kepada penguasa pada nilai-nilai anti kekerasaan.  Dia dipersamakan  dengan Mahatma Gandhi. Sosok ini menjadi sangat fenomenal, karena kehadirannya yang sangat bersahaja, tanpa membawa sekelompok orang untuk melakukan perlawanan, melainkan dengan dirinya sendiri yaitu dengan bentuk perlawanan melakukan mogok makan. Walaupun tindakan perlawanan yang dilakukannya selalu mendapat cibiran dari lawan-lawan politiknya.
            Namun tidak dapat dipungkiri perlawanan yang dilakukan Anna Hazare tersebut sangat efektif sekali, tanpa melibatkan lembaga yang dinamakan Komisi Anti Korupsi. Efektivitas perlawanan ini tidak lepas dari sosok keberadaan pada tokoh tersebut. Kebersahajaannya sangat terbukti, bahwa Hazare yang tinggal disebuah kamar yang ukuran kecil tidak jauh dari kuil didesanya yang terpencil. Dia juga hanya memiliki simpanan tidak lebih dari 1.500 dollar AS pada tabungannya. Uang tersebut berasal dari tunjangan pensiunnya dari dinas ketentaraan. Hazare yang lahir pada tanggal 15 Januari 1940, dengan nama asli Kisan Bapat Baburoa Hazare. Dia lahir di Desa Bhingar Distrik Ahmednagar, Propinsi Maharashtra, pada wilayah barat India.
            Perjuangan yang dilakukan Hazare sendiri dalam perlawanan anti korupsi pada pemerintah India, tidak lain saat dia mendirikan Gerakan Masyarakat Melawan Korupsi (Bharashtachar Virodhi Jan Andolan). Target utamanya adalah pejabat dan politisi korup. Tindakannnya melakukan mogok makan menimbulkan empati yang sangat besar bagi sebagian golongan masyarakat yang telah muak melihat sikap-sikap yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah dan politisi dengan sengaja melakukan tindakan korup baik dengan mengatas namakan masyarakat maupun melakan tindakan yang tidak mencerminkan sebagai nagara yang miskin yang bergantung pada utang luar negeri.
Dukungan yang besar pada masyarakat terhadap perjuangan yang dilakukan Hazare, membuat pemerintah baik daerah dan pusat mulai memikirkan untuk membuat Rancangan Undang-Undang Anti Korupsi. RUU ini memungkinkan pejabat tinggi yang korupsi diseret ke pengadilan walaupun dia seorang perdana menteri sekalipun atau pejabat lembaga yudikatif, yang selama ini terasa sangat tidak mungkin tersentuh. Adanya RUU itu bentuk perjuangan yang dilakukan Hazare dengan menekankan perjuangan anti kekerasan.
Kita memang tidak memiliki sosok yang fenomenal sebagaimana ada pada diri Anna Hazare tersebut. Namun kita masih sangat berharap dengan nilai-nilai kebersamaan antar masyarakat yang saling padu untuk mengingatkan kepada para pejabat daerah dan pusat, bahwa tindakan korupsi  akan membawa kehancuran suatu negara secara sistematis kepada bangsa dan negara. Bangsa ini akan tetap saja dicap sebagaai salah satu negara terkorup dimuka bumi ini, tanpa melakukan langkah-langkah yang berarti. Untuk itu, tidak ada cara lain yang dilakukan bangsa yang dinamakan Indonesia, untuk berbalik arah sekarang juga, bahwa konsep penyelesaian pemberantasan tindak pidana korupsi yang ada saat ini tidak berjalan sebagai mana yang diharapkan.
Memberikan beban ke pundak KPK sebagai lembaga yang dimiliki kekuasaan yang besar, juga bukanlah cara efektif. Malah saat ini penilaian masyarakat kepada lembaga ini sudah semakin menurun, karena dikesankan lembaga KPK sudah berada pada garis kekuasaan penguasa, bukan sebagai lembaga independen dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dinginkan.
Penguatan kelembagaan antikorupsi sebagaimana yang terucapkan pada pidato kenegaraan oleh Presiden beberapa hari yang lalu, bukan hanya sebatas wacana, melainkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan upaya-upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Kelembagaan-kelembagaan antikorupsi yang terdapat saat ini, baik Komisi Pemberantas Korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pusat dan Daerah, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, harus diselalu diperkuat dan didukung pada evektivitas kerja secara nyata. Isi pidato Presiden tersebut ingin merespons terhadap wacana yang berkembang terhadap isu-isu pelemahan kelembagaan antikorupsi yang ada. Presiden harus menempatkan dirinya sebagai garda yang terdepan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, walaupun hal ini akan mengarah pada Partai yang didirikannya, orang-orang terdekat sekalipun. Maka Ia harus siap maju melawan pada sikap-sikap pada kekuatan-kekuata pro korupsi, yang belakangan kian genjar melakukan pelemahan-pelemahan terhadap kelembagaan antikorupsi yang ada saat ini. 
Dalam melanjutkan upaya pemberantasan korupsi, suka atau tidak suka, tidak hanya sebatas dipidatokan, tetapi juga diwujutkan dalam rencana aksi konkret. Dukungan politik yang utuh dari Pemerintah harus diwujutkan dalam empat hal yaitu memberi dukungan terhadap sumber-sumber daya yang memadai bagi lembaga antikorupsi, mendorong regulasi antikorupsi, tidak melakukan intervensi politik, dan menerapkan kebijakan yang tidak menoleransi korupsi. Apalagi kita sudah mulai menargetkan pencapaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dengan skor 5,0 pada tahun 2014. Jika dibandingkan IPK yang ada saat ini 2,8.
Ini memang pekerjaan berat, jika melihat pencapaian IPK kita selama masa reformasi berjalan 11 tahun hanya naik 0,8. Untuk itu, tidak ada cara lain yang dilakukan oleh Pemerintah saat ini bersama-sama semua komponen masyarakat, dan lembaga swadaya untuk tetap serius menempatkan korupsi dan penanganannya sebagai sesuatu kebijakan politik nasional dengan arah yang jelas. Jika Thailand dan China memerlukan waktu 16 tahun untuk menaikan IPK dari 2,16 ke 3,5 pada tahun 2010 yang lalu. Yang dilakukan Pemerintah, jika ingin pencapaian IPK 5,0 ditahun 2014 yaitu  dengan melakukan kerja lebih nyata lagi bersama-sama melawan korupsi, dengan didukung kepemimpinan yang kuat beserta bersama tokoh-tokoh yang menjadi panutan.



Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris-PPAT Banjarmasin




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS