PERATURAN PENANGGULANGAN BENCANA HANYA ANGIN SURGA
PERATURAN
PENANGGULANGAN BENCANA
HANYA
ANGIN SURGA
Sudah hampir sebulan
ini, kita dikagetkan dengan beberapa kejadian yang diakibatkan gejala alam yang
memang sangat tidak mungkin untuk diprediksi. Dimulai dari dari hujan deras
yang mengguyur dalam beberapa hari terakhir, menyebabkan bencana banjir di
Jabodetabek, yang belum tuntas penanganannya dilanjutkan beberapa daerah di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi
dan tanah Papua. Sebelumnya masyarakat tanah Karo, dilerang Gunung Sinabung,
sudah merasakan kejadian akibat erupsi Gunung Sinabung yang sampai saat ini
belum berakhir. Ini kejadian dan merupakan bencana bagi kita semuanya tidak
hanya bagi masyarakat yang mengalaminya secara langsung. Juga bagi masyarakat
Indonesia umumnya. Yang terlihat dari pemberitaan media sampai saat ini belum
maksimalnya penanganan saat tanggap darurat dan pasca bencana
oleh pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat yang mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat.
Erupsi
Gunung Sinabung, yang sudah berjalan empat bulan lamanya, masih terasa minim
peran pemerintah daerah, dalam
mengkoordinasikan penanganan saat pra bencana, tanggap darurat sampai pasca bencana
tersebut dan cara penanggulangannya. Terkesan antar instansi berjalan
sendiri-sendiri tanpa koordinasi bersama pemerintah daerah setempat disaat
pemerintah daerah lamban menjalankan peran utama. Yang ada hanya lempar
tanggung jawab, dalam mengklisifikasi bencana tersebut apakah sebagai bencana nasional
atau sebagai bencana daerah. Pemerintah pusat dan daerah selalu berpolemik melalui
media, baik cetak dan visual, disaat penderitaan masyarakat sudah tidak bisa
digambarkan lagi. Hanya ada kepasrahan pada diri masing-masing yang menjadi
korban. Ini mendandakan manajemen penanggulangan bencana yang ada saat ini
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Aturan yang ada tidak menjadi bukti
nyata untuk dijalankan dan sebagai patokan bekerja.
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, tidak lain bagian konstitusi
nasional berisikan ketentuan-ketentuan pokok, dimana
penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah
daerah dengan melaksanakan tata aturan perencanaan secara terencana, terpadu,
terkoordinasi secara menyeluruh dengan menempatkan segala elemen masyarakat
sebagai garda terdepan, dengan dibentuknya lembaga baru dengan nama Badan Nasional Penanggulangan Bencana oleh pemerintah pusat dan didaerah dengan nama lembaga Badan Penanggulangan Bencana Daerah
yang mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasi penyelenggaraan penanggulangan
bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangan yang diberikan UU
kepada lembaga tersebut. UU Penanggulangan Bencana juga memuat bagian
perencanaan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai karakteristik
penanganan yang berbeda dengan tata cara penyelesaiannya. Disamping itu juga,
memberikan pengaturan efek jera bagi pihak-pihak yang memang dengan segaja yang
dikarenakan kelalaian menyebabkan terjadinya bencana yang menimbulkan kerugian, baik terhadap harta benda maupun
matinya orang. UU juga mengatur pemberian sanksi apabila adanya pihak-pihak
yang mengakibatkan terhambatnya kemudahan akses dalam kegiatan penanggulangan
bencana, dan penyalahgunaan pengelolaan sumber daya bantuan bencana, berupa
sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda, dengan menerapkan
pidana minimum dan maksimum. Disamping penerapan pengawasan yang menyeluruh
oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah demi kelancaran penanggulangan bencana tersebut.
Peraturan ini juga juga memberikan pemahaman yang
menyeluruh pada semua sektor pengambil kebijakan dalam mengkoordinasikan, cara
dan penanggulangannya dengan melakukan tata aturan, bahwa bancana yang terjadi
juga bagian akibat dari kebijakan yang salah sebelumnya, bukan hanya diakibatkan faktor alam, faktor non
alam melainkan juga diakibatkan faktor manusia yang berakibat menimbulkan
kerugian harta benda, disamping korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan dampak
psikologis lainnya.
Kelambanan pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggarakan
penanggulangan bencana diakibatkan tidak terkordinasinya secara menyeluruh
dimana pencapaian tujuan penanggulangan bencana tidak sejalan sebagaimana yang
dimanatkan UU yang ada saat ini. Tujuan utama penanggulangan bencana tidak lain
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, dengan
penyelaraskan peraturan peraturan yang berjalan, secara terpadu, terkoordinasi
dan menyeluruh dengan membangun kemitraan publik dan swasta. Karena tanggung
jawab utama dalam penanggulangan bencana berada dipundak pemerintah dan pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Lambannya penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang dilakukan pemerintah dan pemerintah daerah berefek
secara nyata bagi masyarakat yang mengalami secara langsung dari akibat bencana
yang terjadi.
Berdasarkan
Pasal 6, disebutkan, tanggung jawab yang dijalankan pemerintah tidak lain
bagaimana mengurangi risiko bencana dengan memadukan program pembangunan yang dijalankan secara
terpadu. pemerintah juga harus memenuhi
hak- hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai
dengan standar pelayanan minimum, dan segera mungkin melakukan pemulihan dari
dampak bencana yang terjadi. Oleh karena
itu, baik pemerintah pusat dan daerah wajib menetapkan kebijakan penanggulangan
bencana secara selaras dengan kebijakan pembangunan nasional yang ada saat ini,
dengan tetap mengaju pada tata ruang wilayah baik propinsi dan daerah yang
selalu menekankan pentingnya dalam penjagaan lingkungan sekitarnya. Disamping
melakukan perencanaan pembangunan yang memasukan unsur-unsur kebijakan
penanggulan bencana. Maupun melakukan kerja sama secara terpadu dengan negara
lain atau badan-badan lain yang memang berkepentingan untuk itu. Dan yang tidak
kalah utamanya adalah bagaimana merumuskan kebijakan mencegah timbulnya
kerusakan sumber daya alam yang melebihi
kemampuan alam itu sendiri.
Belajar dari
kejadian bencana yang timbul, dari beberapa daerah bisa menjadi bahan dalam
pengambil kebijakan yang lebih efektif dalam penangganan pengendalian bencana.
Rule map yang diinginkan tidak hanya catatan-catatan yang tergambarkan pada
diskusi-diskusi publik, melainkan pengendalian menyeluruh, melihat pada kondisi
giografis, geologis, hidrologis maupun demografis didaerah yang memungkinkan
terjadinya bencana.
UU Penanggulan Bencana adalah suatu pijakan utama bagi
Pemerintah untuk melakukan perencanaan yang utama dalam mengantisipasi
terjadinya bencana secara berkesinambungan, maupun proses pemulihannya. Proses
manajemen antisipasi harus berjalan secara seirama, dimana daerah yang berada
dihulu juga harus memikirkan daerah yang ada dihilir.Hal ini sangat terasa
disaat banjir yang ada di Jakarta dari akibat hujan yang ada di Bogor dan
daerah berbatasan lainnya. Koordinasi antar daerah memang sangat diperlukan.
Pemerintah tidak boleh alpa, disaat masyarakat sudah cukup menderita dari kebijakan
ekonomi yang ada. Proses pengendalian bencana melalui peraturan yang dikeluarkan
tidak akan efektif jika tidak diterapkan secara nyata. Pengendalian
bencana melelui perencanaan yang matang
dan terkendali antara pemerintah pusat dan daerah harus selalu terkoordinasikan
secara terus menerus, gunanya pada saat timbulnya bencana semua elemen pengendalian penanggulangan bencana dapat
berjalan. Karena pada dasarnya setiap timbul bencana, bagi masyarakat harus
tetap mendapatkan perlindungan sosial dari rasa aman khususnya bagi kelompok
masyarakat yang rentan bencana.
Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris-PPAT Kota Banjarmasin
Pasti lebih baik dan efektif
BalasHapus