Sistem pendaftaran tanah
Sistem pendaftaran tanah
Dr. Boedi Djatmiko
HA,SH,Mhum.
Sistem pendaftaran tanah,
bahwa didunia ini dikenal ada dua model atau jenis pendaftaran tanah , yaitu:
pertama, disebut dengan model pendaftaran akta atau " registration of
deeds" yang oleh beberapa penulis menggunakan istilah pendaftaran
tanah dengan stelsel negatif atau pendaftaran tanah negatif dan kedua,
pendaftaran hak atau "registration of title", dimana lazim
pula disebut dengan nama " pendaftaran dengan stelsel positif"
ataupun seringkali disebut " system Torrens". Hal ini
diungkapkan oleh Rowtow Simpton, menyebutkan:
" … some writers do
not use our terminology of registration of deed and registration of title, but
distinguish between negative and positive system of registration.
Kedua system pendaftaran
tanah ini mempunyai perbedaan – persamaan dan kelebihan - kekurangan satu
dengan yang lainnya. Secara umum perbedaan terlihat pada wujud dokumen formal
yang dipergunakan sebagai instrument atau alat pembuktian kepemilikan hak atas
tanah. Wujud dokumen formal dalam system pendaftaran tanah dengan stelsel
negative sebutannya adalah " akta " kepemilikan sedang wujud dokumen
dalam model pendaftaran tanah dengan stelsel positif sebutannya adalah berupa
" sertipikat" hak. Kedua wujud atau bentuk formal dari kedua model
tersebut secara yuridis sangat berpengaruh terhadap eksistensi kekuatan hukum
dari hak kepemilikan hak atas tanah. Khusus untuk pendaftaran tanah akta para
penulis di Indonesia lebih lazim menggunakan terminology sistem pendaftaran
negative atau stelsel negative untuk penyebutan sistem pendaftaran akta,
seperti Abdurrahman, AP. Parlindungan, demikian juga Boedi Harsono, lebih
cenderung menggunakan istilah tersebut.
Gambar 1. Skema pendaftaran
tanah
Sumber: diolah dari buku
Robert TJ. Stein dan Margaret A. Stone, Torrens Title; dan S. Rowton Simpton,
Land Law and Registration.
Pada hakekatnya kedua
lembaga pendaftaran tanah baik yang positif maupun negatif ada persamaan
karakter yuridisnya yaitu: kedua model atau jenis ini merupakan sebutan lain
dari "pendaftaran hak atas tanah" untuk kepentingan individual
pemegang hak dengan tujuan untuk memberikan kepastian hak dan keamanan hukum
bagi pemilik bidang tanah yang diselenggarakan oleh Negara. Sebagaimana
diungkapkan oleh Boedi Harsono, bahwa Setiap pendaftaran tanah baik dalam
sistem pendaftaran akta maupun hak, tiap pemberian atau menciptakan hak baru
serta pemindahan hak baru dan pembebanannya dengan hak lain kemudian, harus
dibuktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dengan sendirinya dimuat data
yuridis tanah yang bersangkutan, perbuatan hukumnya, haknya, penerima haknya,
hak apa yang dibebankan.
Karakter yuridis yang
spesifik dari sistem pendaftaran akta ( Registration of deeds) atau
sistem pendaftaran negatif ini adalah bahwa dokumen tertulis atau akta yang
dibuat oleh para pihak ( pemilik yang mengalihkan ) yang dilakukan atas bantuan
pejabat umum yang berwenang ( seperti Notaris atau pejabat lain seperti ahli
hukum ) didaftarkan kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk itu agar
dicatatkan haknya sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, dan oleh pejabat
pencatat tersebut dicatatkan dalam register ( pencatatan buku tanah ), tanpa
melakukan penelitian atas kebenaran akta atau dokumen tertulis yang diserahkan.
Kelebihan dari sistem pendaftaran tanah akta ini adalah adanya jaminan yang
diberikan kepada pemilik yang sebenarnya, dengan kata lain bahwa kesempatan
bagi pemilik atau yang berhak atas sebidang tanah untuk mengadakan perlawanan
atau tuntutan hukum terhadap pihak-pihak lain yang telah mendaftarkan bidang
tanah tersebut. Hal mana tuntutan atau klaim atas bidang tanah tersebut melalui
peradilan dengan alat bukti yang menunjukkan memang yang lebih berhak.
Sebaliknya bahwa dalam system pendaftaran dengan stelsel negative ( akta )
dapat diketemukan beberapa kelemahan yang oleh beberapa pakar dinilai mendasar.
Adapun kelemahannya antara lain adalah:
Dalam sistem pendaftaran akta lebih merefleksikan
adanya ketidak adanya jaminan kepastian hak dan hukum bagi mereka pemegang hak
atas tanah dan bagi mereka beretiket baik atas sebidang tanah yang
didaftarkannya.
Sifat pasif dari pejabat pendaftaran tanah. Artinya
bahwa pejabat pendaftaran tanah tidak melakukan pengujian kebenaran data ( akta
) yang disampaikan oleh pemohon, sehingga posisi hukum menjadi lemah.
Dalam sistem pendaftaran akta ini kekuatan hukum
akte yang didaftarkan tidak mempengaruhi kekuatan hukum akta lainnya. Bahwa
pendaftaran akte hanyalah penetapan sekala prioritas sebagai referensi waktu
saat ( tanah ) tersebut didaftarkan dan bukan waktu untuk pelaksanaannya.
Bahwa suatu akta bukanlah bukti hak, namun hanyalah
menunjukan adanya pencatatan selesainya transaksi dan beralihnya benda yang
ditransaksikan.
Robert TJ. Stein menyatakan
bahwa kelemahan dari system pendafataran yang negative ini antara lain adalah:
Pertama, dokumen yang dibuat
oleh ahli hukum yang tujuannya untuk mengalihkan suatu hak atas tanah dibangun
sesuai dengan ketentuan hukum dan hubungan hukumnya, untuk menjamin bahwa suatu
kepentingan hukum atas tanah yang diperolehnya hanya bisa jika sipemilik
mempunyai hak dan kemampuan untuk mengalihkan. Suatu akta menjadi tidak valid
apabila terdapat pemalsuan atau karena menyalahi peraturan sehingga peralihan
tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa; kedua, adanya kesulitan memahami
dokumen-dokumen lama yang dibuat ( sebelumnya) dari sebuah rangkaian hak-hak
terdahulu karena adanya perubahan penggunaan bahasa dan formatnya; ketiga,
pendaftaran akta ini rawan dari kesalahan dan pemalsuan; keempat, dalam sistem
pendaftaran akte ini ketidak pedulian akan penelitian padahal hal tersebut
diperlukan untuk melacak rangkaian hak-hak yang ada sebelumnya, dimana
pelacakan tersebut membutuhkan biaya yang besar , tenaga dan menyita waktu,
kadang dibutuhkan tenaga yang profesional yang mahal. Dalam hal jual beli dan
jaminan, membutuhkan setidaknya dua pengujian yang dilakukan seperti oleh
penasehat hukum pembeli dan oleh penasehat hukum penjaminan. Selajutnya masalah
lewat waktu bisa memunculkan masalah dimana dokumen-dokummen hak mungkin bukan
pemilik terakhir, sehingga mereka bisa saja salah, pada saat hak tersebut
dialihkan; kelima, diperlukan kemampuan khusus yang disyaratkan untuk membangun
suatu rangkaian hak; keenam, kompleksitas yang mengalir dari suatu pertumbuhan
rangkaian hak termasuk pembagian hak yang asli dari pemilik-pemilik kemudian;
pertimbangan tempat penyimpanan dokumen-dokumen yang relevan dari setiap
perjanjian untuk hak; ketujuh, kemungkinan adanya kesalahan. Dengan kata lain
Jaminan terhadap pemilik atau pemegang hak atas tanah sifatnya tidak mutlak,
masih bisa dibantah atau dipertanyakan, inilah merupakan ciri pokok dari
pendaftaran sistem negative.
Sebaliknya, pertanyaan
selanjutnya adalah lalu bagaimana dengan Sistem pendaftaran hak ( registration
of title) atau sistem stelsel positif atau sistem Torrens ( Torrens
System ).
Bahwa sistem pendaftaran ini
merupakan perbaikan atau penyempurnaan atas sistem pendaftaran sebelumnya.
Sistem ini merupakan suatu pencatatan hak baik pencatatannya maupun
penyimpanannya menjadi kewenangan dari lembaga publik.Karakter yuridis yang
spesifik dari sistem pendaftaran positif, ini adalah bahwa:
1.
Bidang tanah yang didaftarkan menurut sistem ini
dianggap belum ada haknya. Hak baru akan lahir setelah dilakukan pengujian atau
penelitian dan diumumkan. Seperti yang dikemukakan oleh Stein bahwa dalam
pendaftaran hak ini hak hanya dapat diperoleh melalui atau pada saat dilakukan
pendaftaran atau tercatat dalam register.
2.
Negara memberikan jaminan penuh bagi pemegang haknya
yang tercatat ( terdaftar ) dalam daftar umum terhadap tuntutan – tuntutan atau
claim pihak ketiga atau siapapun. Jaminan kerugian dari Negara bagi pemilik
yang mungkin dirugikan atau adanya kekeliruan atau kesalahan dalam pendaftaran
haknya bersifat " Indefeasible". Atau menurut Eugene C. Massie
bersifat absolute dan tidak dapat diganggu gugat. Setidaknya ada 3 (
tiga ) jaminan keamanan bagi tanah yang terdaftar yakni: pertama, berkaitan
dengan bendanya (property ) atau tanahnya yang terdaftar ( the
property register); kedua, berkaitan dengan kepemilikan atau penguasaannya
( the proprietorship register); ketiga, berkaitan dengan jaminan hak-hak
yang ada ( the charges register).
3.
Dalam sistem pendaftaran tanah positif ini pejabat
yang diberikan kewenangan melakukan pendaftaran bersifat aktif. Merupakan
konsekuensi logis dari adanya jaminan Negara hak yang terbit tidak lagi dapat
diganggu gugat, tidak ada tuntutan pihak-pihak lain yang merasa berhak atas
bidang tanah yang didaftarkan tersebut. untuk itu maka adanya pejabat yang
disebut " Barister and Conveyancer" yang dikenal sebagai
pejabat penguji atau peneliti yang disebut " examiner of title (
pemeriksa alas hak). dalam PP No. 10 tahun 1961 disebut sebagai Panitya A atau
B, atau semacam panitya Ajudikasi dalam PP No. 24 tahun 1997.
4.
Dalam sistem pendaftaran hak ini negara memberikan
jaminan dana kompensasi apabila ternyata terdapat kesalahan prosedur dalam
pendaftarannya yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang mungkin lebih
berhak.
5.
Dalam sistem pendaftaran positif ini adalah
diterbitkannya tanda bukti sekaligus alat bukti yang diberikan kepada pemegang
hak atas tanah yang didaftarkan yaitu berupa " sertifikat hak atas
tanah" atau " sertificate of title".
Tidak ada satu pun didunia
ini yang sempurna, demikian juga dengan system pendaftaran tanah yang positif
ini. Sisi lemah dari sistem pendaftaran tanah positif ini antara lain:
Pertama, bahwa setiap
pendaftaran hak dan peralihan hak dalam sistem positif ini memerlukan
pemeriksaan yang sangat teliti dan seksama sebelum orang tersebut didaftarkan
sebagai pemilik dalam daftar ini. Disini para petugas pendaftaran harus
memainkan peranan yang sangat aktif disamping peralatan yang cukup. Mereka
harus meneliti apakah hak yang akan didaftar / dipindahkan tersebut dapat
didaftarkan, dan mengenai segala persyaratan formil yang harus dipenuhi oleh
orang yang akan mendaftarkan haknya;
Kedua, dalam sistem
pendaftaran positif ini, karena peran aktif dari petugas dalam hal penelitian
secara terinci membutuhkan dan menyebabkan memakan waktu lama serta panjang,
sehingga menimbulkan kesan dipersulit;
Ketiga, sistem ini sangat merugikan bagi mereka para pihak yang benar-benar berhak. Bagi mereka yang berhak, tidak menutup kemungkinan akan tetap kehilangan hak atas sebidang tanah atas suatu putusan yang jelas dimenangkan mereka akan tetapi akan tetap kehilangan haknya diluar perbuatannya dan diluar kesalahannya;
keempat, dalam penyelesaian
persoalan maka segala apa yang sebenarnya menjadi wewenang Pengadilan
ditempatkan dibawah kekuasaan administrative.
Gambar 2. Tabel Kelebihan
dan kelemahan sistem pendaftaran tanah
No
|
KELEBIHAN/ KELEMAHAN
|
PENDAFTARAN AKTA/ NEGATIVE
|
PENDAFTARAN HAK/ POSITIF
|
1
|
Kelebihan
|
Karakter yang spesifik adalah adanya " akte
" sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan peralihan hak.
Adanya jaminan hukum yang diberikan kepada pihak
yang sebenarnya lebih berhak
|
Karakter spesifik dari sistem pendaftarannya
adalah adanya " sertifikat hak atas tanah" yang diterbitkan sebagai
tanda bukti dan alat pembuktian hak atas tanah.
Hak kepemilikan atas tanah tercipta atau lahir
setelah dilakukan pendaftaran haknya.
Negara memberikan Jaminan penuh bagi pemegang hak
atas tanah yang terdaftar terhadap tuntutan pihak manapun ( indefeasible)
Adanya jaminan konpensasi apabila terdapat
kesalahan/ kekeliruan prosedur.
|
2
|
Kelemahan
|
Tidak adanya kepastian hukum dan hak bagi pemegang
kepemilikan hak atas tanah.
Terhadap akte yang didaftarkan tidak dilakukan
pengujian kebenarannya sehingga posisi hukumnya menjadi lemah.
Bahwa akte yang didaftarkan hanyalah referensi
waktu bidang tanah didaftarkan
|
Membutuhkan waktu yang lama dalam rangka
penerbitan hak atas tanahnya. ( inventarisasi, penelitian, dan pengumuman ).
Merugikan pihak-pihak atau pemilik yang yang
sebenarnya berhak atas tanah tersebut.
Persoalan sengketanya menjadi persoalan administrasi.
|
Pertanyaan hukumnya kemudian
adalah model sistem pendaftaran tanah yang mana yang dipergunakan di Indonesia.
Jawabannya seharusnya adalah Bilamana mencermati ketentuan hukum yang berlaku (
PP No. 10 tahun 1961 yo. PP No. 24 tahun 1997 ) dengan menunjuk bahwa dokumen
formal kepemilikan hak atas tanah sesuai ketentuan hukum tersebut berupa
sertipikat hak maka dapat disimpulkan ( sementara ) bahwa Sistem pendaftaran
tanah di Indonesia seharusnya mendasarkan pada system pendaftaran dengan
stelsel positif, karena memang ciri atau karakter khas dari sistem pendaftaran
tanah ini adalah adanya sertipikat sebagai alat bukti hak kepemilikan atas
tanah. dan terlebih lagi seluruh urutan prosedur dan mekanisme yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan kita menuju kepada aturan hukum pada system
pendaftaran tanah dengan model system stelsel positif. Namun demikian jika kita
mencermati yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia ( MARI ) secara
tegas menyatakan bahwa pendaftaran tanah kita menganut model stelsel negative.
Salah satu yurisprudensi tersebut dapat dibaca dalam Putusan MARI No. Reg. 459
K / Sip / 1975, tanggal 18 September 1975, menyatakan bahwa:
Mengingat stelsel negative
tentang register / pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia, maka
terdaftarnya nama seseorang didalam register bukanlah berarti absolute menjadi
pemilik tanah tersebut apabila ketidakabsahannya dapat dibuktikan oleh pihak lain
(seperti halnya dalam perkara ini).
Pendaftaran
Tanah di Indonesia adalah menganut sistem negatif, Namun berkarakter stelsel
yuridis sistem pendaftaran positif sangat terlihat. Karakter positif tersebut
dapat dilihat antara lain:
Adanya panitya pemeriksaan tanah "barrister
and conveyancer" yang disebut panitya A dan B yang tugasnya melakukan
pengujian dan penelitian " examiner of title". dari penelitian
tersebut maka akan dilakukan pengujian dan menyimpulkan bahwa setidaknya
berisi: pertama, lahan atau bidang tanah yang diajukan permohonan pendaftaran
adalah dalam keadaan baik dan jelas; kedua, bahwa atas permohonan tersebut
tidak ada sengketa dalam kepemilikannya; ketiga, bahwa atas kenyakinan panitya
permohonan tersebut dapat diberikan; keempat, bahwa terhadap alat bukti yang
dijadikaan alas hak untuk pengajuan pendaftaran tidak ada orang yang
berprasangka dan keberatan terhadap kepemilikan pemohon tersebut. tujuannya
untuk menjamin kepastian hukum tanah yang didaftarkan ( pasal 19 UUPA). Boedi Harsono
menyebut sebagai Sistem negatif tendens positif.
Model karakter positif yang terlihat dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, antara lain: a. PPAT diberikan tugas
untuk meneliti secara material dokumen-dokumen yang diserahkan dan berhak untuk
menolak pembuatan akta; b. pejabat yang berwenang ( petugas ) berhak menolak
melakukan pendaftaran jika pemilik tidak wewenang mengalihkan haknya; c.
Pemerintah menyediakan model – model akta untuk memperlancar mekanisme
tugas-tugas PPAT.
Adanya sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan,
sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak kepemilikan atas tanah.
Bentuk karakter negatif
dinyatakan secara tegas dalam penjelasan pasal 32 PP No. 24 tahun 1997 yang
menyatakan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan tidak menggunakan sistem
publikasi positif, namun negatif. Karakter negatif muncul karena tidak adanya
kompensasi yang diberikan apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam
rangka penerbitan sertifikat hak atas tanahnya.
Sistem pendaftaran negatif
merupakan warisan masa lalu yang berlangsung sampai saat ini. Pada masa
pemerintahan Hindia Belanda pendaftaran tanah dilakukan untuk tanah-tanah yang
tunduk terhadap hukum barat ( Belanda ) yang dilaksanakan oleh yang namanya
Kantor Kadaster ( Kantor Pertanahan ). Sesuai dengan tugas dari Kantor Kadaster
dalam melaksanakan kegiatan pendaftaran pada waktu itu, pendaftaran tanahnya
berdasarkan Stbl. 1824 No. 27 jo. 1947 No. 53, dimana perjanjian obligatoir
peralihan hak dilaksanakan dengan segala bukti tertulis, akta Notaris, ataupun
dibawah tangan yang disaksikan Notaris dan kemudian oleh Kepala Kantor Kadaster
yang merupakan seorang Pegawai Balik Nama ( Overschrijvingsambtenaar)
beserta salah seorang pegawainya membuatkan akte peralihannya. Baru didaftarkan
pada daftar yang bersangkutan setelah kewajiban – kewajiban pembayaran
dilakukan lebih dahulu. Perubahan yuridis baru setelah Negara kita merdeka dan
setelah dikeluarkannya undang-undang pokok agraria ( UUPA) beserta peraturan
pelaksaannya sebagai pengganti atau mencabut ketentuan perundangan sebelumnya
yang dikeluarkan oleh pemerintah hindia Belanda terutama yang berhubungan
dengan tanah, seperti pencabutan ketentuan yang diatur dalam buku II BW (
burgelijk Wetboek ) khusus yang mengatur mengenai tanah. tanda bukti
kepemilikan hak atas tanah yang berwujud Sertipikat baru muncul setelah
terbitnya UUPA ( pasal 19 UUPA ) yang ditindak lanjuti oleh PP. No. 10 tahun
1961 dan selanjutnya digantikan oleh PP. No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Gambar 3. Skema kegiatan
pendaftaran tanah PP No. 24 tahun 1997
Kesimpulan akhir, bahwa dari
uraian jabaran sebagaimana tersebut diatas maka apabila melihat konstruksi
hukum dari system pendaftaran tanah di Indonesia dapat disimpulkan adalah model
atau jenis system pendaftaran tanah yang berkarakter stelsel positif minus
konpensasi.
Komentar
Posting Komentar