TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN SUATU KAJIAN KOMREHENSIF
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN SUATU
KAJIAN KOMREHENSIF
Oleh :
Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono, SH
Guru Besaar Fak. Hukum Undip
A. Pendahuluan
Istilah, pengertian dan pemahaman tentang tanggung jawab sosial perusahaan/Corporate
Social Responsibility (CSR) selama ini masih selalu menjadi pedebatan yang
hangat oleh para pendukung dan para penentangnya. Kedua kutup yang
berbeda pandangan tersebut masing-masing mempunyai
argumentasi yang bertentangan satu terhadap yang lain sesuai dengan kedudukan
dan kepentingannya.
Salah satu
perbedaan tajam yang ada antara lain adalah mengenai :
- Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/TJSP itu berada pada ranah etika (etika bisnis) atau harus berada pada ranah hukum ?
- Apakah TJSP perlu diatur dalam perundangan atau tidak perlu diatur secara formal disertai dengan sanksi-sanksi yang tegas ?
- Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan/TJSP itu berada pada ranah etika (etika bisnis) atau harus berada pada ranah hukum ?
- Apakah TJSP perlu diatur dalam perundangan atau tidak perlu diatur secara formal disertai dengan sanksi-sanksi yang tegas ?
Pendukung dan penentang TJSP pada dasarnya mempunyai alasan masing-masing,
karena latar belakang pencapaian tujuan dan sasaran yang berbeda dalam
kepentingan yang berhadapan.
Para pendukung konsep regulasi maupun penerapan TJSP secara jelas dan
tegas, berpendapat bahwa TJSP tersebut sesungguhnya untuk kepentingan manusia
dan kemanusiaan, sehingga harus diatur dengan jelas dan tegas. Sedangkan dari
para penentangnya, menyatakan tidak perlu diatur dengan tegas, serahkan saja
kepada para pelaku.
Ke depan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan
benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk
sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam
masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai
kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung
atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat
kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat
lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber
daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun
bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif
yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan
mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas
perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang
membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang
sama dapat menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya
terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan
lingkungan lain yang lebih luas.
Pertanyaan-pertanyaan
yang timbul adalah :
- Apakah keberadaan perusahaan di dalam masyarakat, mengandung nilai positif dan negatif yang cukup berimbang, sehingga antara manfaat dan kekurangan tidak menyebabkan masalah bagi masyarakat sebagai pemangku kepentingan?.
- Apakah perimbangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat cukup berimbang dan adil? Dan apakah tolok ukurnya?
- Apakah perangkat peraturan yang ada relatif cukup mengatur tercapainya perimbangan dengan baik?.
- Apakah keberadaan perusahaan di dalam masyarakat, mengandung nilai positif dan negatif yang cukup berimbang, sehingga antara manfaat dan kekurangan tidak menyebabkan masalah bagi masyarakat sebagai pemangku kepentingan?.
- Apakah perimbangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan masyarakat cukup berimbang dan adil? Dan apakah tolok ukurnya?
- Apakah perangkat peraturan yang ada relatif cukup mengatur tercapainya perimbangan dengan baik?.
Jadi perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa
yang akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada
pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang
lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan TJSP secara
formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban
perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai
pemangku kepentingan. Oleh karena itu TJSP sangat tepat apabila tetap sebagai
tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.
Indonesia sebagai Negara berkembang dan sebagai Negara tujuan investasi
internasional serta sebagai Negara tujuan pemasaran produk dari negara maju,
sadar bahwa sangat membutuhkan perangkat peraturan yang sifatnya memberi
perlindungan kepada kepentingan domestik.
Salah satu yang telah dilakukan oleh Republik Indonesia, dalam rangka
melindungi lingkungan dan ekosistem pada umumnya dari upaya pemanfaatan sumber
daya alam agar dapat terjaga dengan baik, yaitu dengan mencantumkannya
ketentuan TJSP dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang baru.
Sejak RUU PT disosialisasikan sudah muncul pandangan-pandangan yang saling
bertentangan, antara pendukung dan penentang. Konsep CSR, polemik muncul dari
dua kepentingan yang berhadapan. Setelah lebih dari satu tahun berlakunya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, muncul lagi
“perlawanan terhadap Ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas”. Hal
ini ditandai dengan adanya permohon pembatalan pasal tersebut kepada Mahkamah
Konstitusi. Penentangan tersebut didasarkan pada satu perhitungan bisnis, yaitu
mengenai beban-beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dengan adanya beban
tanggung jawab sosial tersebut, perusahaan, pengusaha akan mempunyai beban baru
yang lebih berat, karena ketentuan-ketentuan yang sangat mengikat yang harus
dilaksanakan dengan baik.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, dapat terjadi 2 (dua) kemungkinan
sebagai berikut :
Pertama, pengusaha akan mencari konpensasi baru dengan alternative melakukan eksploitasi lingkungan secara lebih efektif dan efisien lagi dengan segala dampak negatifnya.
Kedua, pengusaha akan lebih berhati-hati lagi tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mempunyai risiko legal dan ekonomi.
Pertama, pengusaha akan mencari konpensasi baru dengan alternative melakukan eksploitasi lingkungan secara lebih efektif dan efisien lagi dengan segala dampak negatifnya.
Kedua, pengusaha akan lebih berhati-hati lagi tidak melanggar ketentuan undang-undang yang mempunyai risiko legal dan ekonomi.
Pilihan pertama, akan diambil apabila perhitungan ekonomi menjadi sangat
dominan serta kesempatan untuk itu berpeluang besar. Kemungkinan akan
menimbulkan beban pada alam menjadi lebih besar. Untuk itu dibutuhkan
pengawasan penegak hukum dengan ekstra ketat dan waspada. Sedangkan apabila
kemungkinan kedua yang terjadi, akan meningkatkan beban konsumen, tetapi aman
bagi perusahaan dan lingkungan.
B. Eksistensi Perusahaan dan Lingkungannya
Pada dasarnya, perusahaan merupakan organ masyarakat yang mempunyai
beberapa fungsi yang sangat penting bagi pemangku kepentingan pada umumnya :
- Perusahaan pasti selalu memenuhi kebutuhan masyarakat, dari kebutuhan primer, sekunder dan tersier bahkan sampai kebutuhan-kebutuhan apapun.
- Perusahaan mampu menyerap tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru.
- Perusahaan adalah agen pembaharuan dan penerapan Iptek yang paling efisien.
- Perusahaan melakukan pemasaran barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat
dibutuhkan dan mempunyai nilai yang sangat penting bagi masyarakat pada umumnya
dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Jadi tanpa organ, yang dalam hal
ini perusahaan yang mempunyai berbagai fungsi tersebut, masyarakat tidak
mungkin tidak harus menerima, baik organ demi kelangsungan hidup masyarakat itu
sendiri. Meskipun demikian, betapa baik dan pentingnya perusahaan, tetap
mempunyai dua sisi yang berbeda.
Perusahaan sebagai organ masyarakat mempunyai dua sisi positif dan penting
bagi kehidupan dan masa depan manusia, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan
bersama. Tetapi juga mempunyai satu sisi negative, yang menimbulkan dampak
negative pada banyak hal. Dari sisi positifnya perusahaan mampu melakukan
banyak hal, antara lain :
Pertama, perusahaan selalu menawarkan kebutuhan masyarakat dengan semua
konsep inovasinya, yang selanjutnya akan mendorong pembaharuan dan mengadopsi
perkembangan Iptek secara berkesinambungan dan terus menerus yang
menciptakan kesejahteraan bersama.
Kedua, perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi di dalam
masyarakat yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru, dan juga mampu
melahirkan kesejahteraan baru.
Dari aspek sosial dan ekonomi, sudah jelas dimana eksistensi perusahaan
(apapun bentuk dan statusnya). Tetapi dari aspek hukum keberadaan perusahaan
masih membutuhkan hal utama yaitu legalitas hukum.
Perusahaan legalitas dimaksud meliputi : harus dipenuhi adalah :
- Legalitas institusional, yaitu persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi badan-badan usaha, apakah berstatus badan hukum atau tidak, harus memenuhi persyaratan dan prosedur sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku, sehingga institusi yang bersangkutan sah menurut hukum.
- Legalitas operasional, yaitu persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi bagi badan-badan usaha yang bersangkutan, baik yang berbadan hukum maupun badan hukum agar dapat melakukan kegiatan perusahaan (dapat beroperasi secara sah).
C. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai Suatu Konsep
Perjalanan kehidupan manusia dan kemanusiaan yang panjang, akhirnya menghasilkan
suatu kearifan manusia terhadap kemanusiaan dan peradaban serta lingkungannya
masing-masing. Dari perjalanan peradaban, sampailah pada satu pemikiran dasar
dan kearifan bahwa :
Pertama, bahwa bumi tempat bersama dan sebagai tempat kehidupan ini
adalah suatu tempat yang sudah pada batas kemampuan untuk menampung kepentingan
umat manusia sepenuhnya, terutama dalam jangka panjang kedepan.
Kedua, sumber daya alam yang selama ini dieksploitasi menjadi semakin
terkikis dan terkuras pada batas kemampuan alam itu sendiri, karena tidak
disertai suatu upaya kebaharuan. Dan juga karena tidak mungkin terjadi
kebaharuan, karena sifat alami.
Ketiga, perkembangan dan kemajuan Iptek tidak selalu hanya mempunyai dampak
positif saja, tetapi juga mempunyai dampak negatif, termasuk pada pemuliaan
alam. Sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan SDA
pada umumnya. Antara kemajuan Iptek dan pemanfaatannya secara menyeluruh.
Bertolak dari tiga hal tersebut, maka patut dipertanyakan pula, apa yang
seharusnya dilakukan untuk melindungi bumi ini dari kerakusan manusia dan
perkembangan Iptek?.
Apa yang harus dilakukan dan siapa yang harus melakukan merupakan suatu
renungan mendalam?. Renungan baik orang awam, dunia ilmu pengetahuan maupun
dunia usaha dan korporasi. Seharusnya ketiga unsur tersebut saling bersinergi
untuk mengatasi kesulitan bersama.
Tradisi yang muncul adalah bahwa mengatasi kesulitan dan ancaman alam hanya
dilakukan oleh kelompok masyarakat, yang akhirnya melahirkan kearifan-kearifan
lokal. Kearifan lokal yang muncul dapat berkembang terus menjadi kearifan yang
lebih luas, atau punah dengan sendirinya.
Manusia sebagai mahluk yang berakal budi, mengembangkan konsep tanggung
jawab atas dasar suatu pertanyaan dasar pula, siapakah yang harus bertanggung
jawab terhadap lingkungan masing-masing?.
Berawal dari konsep tanggung jawab pribadi, bahwa setiap orang harus
bertanggung jawab atas semua perbuatan, maka Pasal 1365 KUH Perdata, cukup
memadai, bahwa siapapun bertanggung jawab berdasarkan hukum (Pasal 1365).
Pasal 1365 sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
Ada satu konsep dasar tanggung jawab tersebut masih berada pada ranah
privat. Perkembangan yang terjadi adalah bahwa tanggung jawab tertentu menjadi
tanggung jawab kolektif (tanggung jawab bersama).
Pada suatu periode berikutnya konsep tersebut bergeser menjadi tanggung
jawab korporasi, karena secara lugas terbukti korporasilah yang melakukan
perbuatan hukum yang merugikan pihak ketiga.
Tanggung jawab sosial perusahaan secara mendasar merupakan suatu hal wajar
apabila berawal dari pemahaman dasar bahwa perusahaan merupakan organ
masyarakat. Sebagai organ, perusahaan pasti mempunyai dampak positif dan
negatif.
Persoalan menjadi sulit, karena tidak semua pihak, semua perusahaan dan
setiap pemangku kepentingan dengan sadar untuk selalu bertanggung jawab atas
setiap akibat yang telah dilakukan.
Secara moral dan secara hukum (perdata dan publik) setiap subyek hukum
bertanggung jawab pada semua hal atas perbuatan hukumnya. Tidak seorangpun
mempunyai kebebasan tidak bertanggung jawab atas akibat hukum dari perbuatan
hukumnya. Dalam hal ini perusahaan adalah suatu subyek (subyek Hukum/Badan
Hukum).
Kegiatan yang dilakukan perusahaan di dalam masyarakat juga mengandung dua
hal positif dan negatif tersebut. Pada saat dan sepanjang kegiatan perusahaan
memang untuk memenuhi kebutuhan dan atau permintaan masyarakat, maka kegiatan
tersebut dianggap positif. Akan tetapi kegiatan yang dilaksanakan tersebut
dapat menimbulkan dampak negatif apabila mempunyai akibat buruk bagi lingkungan
dan faktor-faktor produksi yang lain. Timbulnya dampak negatif itulah yang perlu
dan harus diatur agar tidak merugikan masyarakat dilingkungan dan para pemangku
kepentingan.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP), pada dasarnya berawal dari rasa
bertanggung jawab secara personal pada suatu lingkungan dunia usaha, yang
muncul dari pribadi-pribadi yang peka kepada sesama. Rasa tersebut timbul dan
berkembang sebagai suatu yang harus dilakukan mengingat adanya kesenjangan
keadaan sosial ekonomi yang tajam, antara unsur tenaga kerja dengan unsur
pemilik dan pengurus dalam dunia usaha tersebut.
Berangkat dari keadaan tersebut, lahirnya konsep Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang berada pada sasaran kewajiban-kewajiban moral. Dari
kewajiban-kewajiban moral yang bergerak antara kesejahteraan pada lingkungan
tertentu, menimbulkan pula suatu konsep bahwa yang harus diwujudkan adalah
kesejahteraan bersama. Hal ini baru menjangkau pada kesejahteraan bersama pada
lingkungan perusahaan masing-masing. Kesejahteraan yang bersifat
terbatas, makin meluas yang diikuti oleh gerakan-gerakan yang sama sehingga
menjadi suatu konsep positif yang menjadi tanggung jawab institusional. Dalam
hal ini perlu dilakukan penerapan TJSP yang meliputi suatu pelaksanaan untuk
menerapkan:
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.
- Upah minimal yang pantas untuk hidup layak.
- Keselamatan kerja yang cukup untuk melindungi tenaga kerja.
- Jaminan sosial yang pantas untuk masa depan tenaga kerja dan keluarganya dengan pantas.
Konsep di atas menjadi sangat manusiawi bagi tenaga kerja, masa depan
perusahaan. Meskipn demikian lahirlah perkembangan baru atas kesadaran mengenai
alam dan lingkungan.
Konsep sebagaimana diuraikan di atas selanjutnya menjadi sesuatu hal yang
berdasarkan kearifan manusia, tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi
menjadi kewajiban yang mempunyai tujuan menuju pencapaian kesejahteraan warganegaranya,
secara sadar pasti mengatur hal-hal yang berkaitan dengan TJSP.
Sumber daya alam yang dieksploitasi perusahaan makin lama menjadi makin
berkurang daya dukungnya, karena sifatnya yang terbatas dan tidak terbarukan.
Hal ini mulai disadari sehingga konsep tanggung jawab terhadap lingkungan juga
berkembang. Manusia secara pribadi dalam institusi dan Negara serentak
sadar bahwa lingkungan dan sumber daya alam perlu dilindungi untuk kepentingan
manusia dan kemanusiaan dimasa yang akan datang.
D. Pengaturan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Secara formal tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan baru diatur pada
tahun 2007, yaitu dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas sebagai berikut :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Di dalam penjelasan resmi dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas disebutkan bahwa ayat (1) Pasal 74 mengandung maksud:
- Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
- Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
- Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Sedangkan mengenai ayat (2) dan ayat (4) dianggap cukup jelas.
Ayat (3) diberi penjelasan sebagai berikut :
- Yang dimaksud dengan “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
- Yang dimaksud dengan “Dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
Dari ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas beserta penjelasannya tersebut di atas dapat dimaknai bahwa :
- Ketentuan tersebut “hanya” berlaku bagi bidang usaha yang bergerak,
dan mempunyai hubungan dengan Sumber Daya Alam. Bagaimana dengan bidang usaha
lain yang secara tidak langsung juga mempunyai dampak negative kepada
lingkungan?.
- Bagaimana strata usaha yang berada dalam UMKM yang
jumlahnya banyak dengan dampak yang melebihi satu perusahaan yang berbentuk
Perseroan Terbatas?.
Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
- Melakukan sosialisasi membuat pedoman yang lebih operasional,
sehingga tidak menimbulkan kesan yang secara hukum menjadi diskriminatif.
- Melakukan sosialisasi yang mendalam kepada badan usaha sebagai
pelaku usaha yang tidak termasuk dalam pengertian Pasal 74 Undang-Undang
Perseroan Terbatas ikut serta secara sukarela menjaga lingkungan usaha,
lingkungan pelanggan dengan baik dan benar, mengingat jumlah mereka jauh lebih
besar dengan jangkauan perusahaan yang jauh lebih luas.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Abstract:
Corporation has a great influence as a part of the society, for that reason only, the existence of a corporation will always be apparent in the society. Corporation has a dual function in the society, first it will supply the society with primary, secondary and tertiary needs, secondly corporation has the function as the employment agent, because the corporation needs workers to maintain their operations. To fulfill the society’s need, corporation exploit both nature and people, that exploitation could be harmful and created positive and negative impact toward nature and people. To protect both nature and people from those impacts, a set of legal rule should be created in order to force corporations to developed corporate social responsibility practice into themselves. Tat corporate responsibility is moving from mere a moral responsibility into legal responsibility.
Corporation has a great influence as a part of the society, for that reason only, the existence of a corporation will always be apparent in the society. Corporation has a dual function in the society, first it will supply the society with primary, secondary and tertiary needs, secondly corporation has the function as the employment agent, because the corporation needs workers to maintain their operations. To fulfill the society’s need, corporation exploit both nature and people, that exploitation could be harmful and created positive and negative impact toward nature and people. To protect both nature and people from those impacts, a set of legal rule should be created in order to force corporations to developed corporate social responsibility practice into themselves. Tat corporate responsibility is moving from mere a moral responsibility into legal responsibility.
Biodata:
Komentar
Posting Komentar