Tantangan IPPAT Era Digitalisasi

 

TANTANGAN IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (IPPAT) DALAM ERA DIGITALISASI

Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang disingkat PPAT adalah pejabat umum sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah atau atau disebut sebagai PP 37 tahun 1998, yang telah dirubah berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan dari PP 37 Tahun 1998.  Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Namun fungsi PPAT tersebut di tegaskan lagi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 , yaitu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta pemindahan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah, dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepada Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan memuat akta-akta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.

Begitu pentingnya keberadaan PPAT dalam lalulintas hukum nasional dalam menjalankan jabatan. Oleh karenannya memasuki era digitalisasi saat ini, keberadaan PPAT selalu dituntut untuk selalu hadir dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas prodak akta-akta yang dibuatnya dan ini menjadi tantangan bagi PPAT tersebut. Tantangan yang harus dihadapi tersebut disaat menjalankan jabatan  dan tantangan yang lain menempatkan Perkumpulan sebagai organisasi satu-satunya yang disebut Ikatan Pejabat Pembuat Akta tanah atau yang disebut IPPAT dapat menaungi keberadaan PPAT tersebut. 

Undang-Undang Cipta Kerja telah memberikan ruang bagi PPAT sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan Pasal 147 disebutkan “Tanda bukti hak atas tanah hak milik atas satuan rumah susun, hak pengelolaan, dan hak tanggungan, termasuk akta peralihan hak atas tanah dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan tanah dapat dibentuk elektronik”. Oleh karenannya IPPAT sebagai perkumpulan satu-satunya sebagaimana yang dimaksud pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sebagai garda terdepan dalam hal dan menelaah dalam penguatan bagi anggota IPPAT diseluruh Indonesia. Apalagi berdasarkan ketentuan Pasal 147 UUCK tersebut, dalam politik hukum pertanahan Nasional saat ini, melahirkan kebijakan terbarukan dibidnag pertanahan sebagai mana yang ada pada UU Cipta Kerja yaitu:

  1. Pasal 125 sd. Pasal 135 mengenai  Soal Bank Tanah.
  2. Pasal 136 sd Pasal 142 pembahasan mengenai Pengaturan Mengenai Penguatan Hak Pengelolaan.
  3. Pasal 143 sd. Pasal 145 Pembahasan mengenai Satuan Rumah Susun Untuk Orang Asing.
  4. Pasal  146 sd Pasal 147 Pembahasan mengenai Pemberian Hak Atas Tanah/Hak Pengelolaan Pada Ruang Atas Tanah dab Ruabg Bawah Tanah.

Dari ketentuan yang ada dan menindak lanjuti claster dibidang pertanahan pada UUCK oleh Pemerintah telah mengeluarkan beberapa Peraturan Pemerintah yaitu :

  1. PP No. 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftran Tanah.
  2. PP No. 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
  3. PP No. 20 Tahun 2021 Tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar
  4. PP No, 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaran Penataan Ruang.

IPPAT beranggapan dengan dikeluarkannya beberap peraturan tersebut menjadi tantangan bagi IPPAT untuk selalu menindak lanjuti hal yang menjadi kebijakan Pemerintah dibidang pertanahan.

Oleh karennya IPPAT sebagai perkumpulan satu-satunya saat ini yang telah memiliki anggota lebih kurang 21.563 lebih yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Keberadaan IPPAT dalam naungan tidak hanya diperuntukan bagi anggota IPPAT aktif sebagai PPAT juga bagi Anggota Luar Biasa (ALB) yang merupakan sebagai Calon PPAT. Berdasarkan data yang dimilik oleh IPPAT saat ini ALB tersebut berjumlah 5.500 lebih. Melihat begitu besarnya tanggung jawab yang diemban oleh IPPAT sebagai Perkumpulan satu-satunya, maka IPPAT harus selalu kuat dari kelembagaan (Perkumpulan) tersebut baik dalam rangka proses pembinaan dan pengawasan bagi PPAT dan Calon PPAT.

Tantangan yang ada saat ini memasuki era digitalisasi sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka pelayanan PPAT kepada masyarakat harus selalu dikuatkan dan tidak dipersulit. Digitalisasi adalah satu cara yang  ada dan akan mempermudah proses pendaftaran dan pembaharuan data pada pendaftaran tanah. Oleh karenannya IPPAT bersama KantorKementrian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional selalu menkaji proses penerapan digitalisasi pelayanan bagi masyarakat. Saat ini proses digitalisasi pelayana tersebut berupa :

1.      Pengecekan Elektronik

2.      Pemasangan Hak Tanggungan Elektronik

3.      Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) Elektronik, dan

4.      Pemberian informasi Zona Nilai Tanah (ZNT) Elektronik.

Kedepan berdasarkan Layanan Digital PPAT oleh Kementrian ATR BPN RI, berupa  Penerapan Layanan Elekronil Terintegrasi, dan Akta-Akta PPAT Dalam Bentuk Dokumen Elektronik, menjadi suatu jawaban dalam pelayanan yang maksimal oleh PPAT kepada masyarakat.

 

BSO

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS