PERAN PEJABAT LELANG KELAS II TERHADAP PENGEMBANGAN LELANG NON EKSEKUSI SUKARALA DI INDONESIA



PERAN PEJABAT LELANG KELAS II TERHADAP
PENGEMBANGAN LELANG NON EKSEKUSI SUKARALA DI INDONESIA
Oleh Bambang Syamsuzar Oyong, SH. MH
(Notaris PPAT Kota Banjarmasin)

I.             Pendahuluan
Pada prinsipnya kerangka utama strategi politik mengenai pembangunan hukum nasional selama tiga dasarwarsa selalu mempunyai konsep dasar yang sama yaitu Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945, Landasan Ideal yaitu Pancasila, dan Landasarn Politis operasional yakni adanya tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dengan menempatkan sistem pemerintahan Presidensial.
Persolan terbesar pada pembangunan hukum nasional saat ini yakni adanya kesenjangan antara UUD 1945, yang jelas-jelas menurut teks dan jiwanya adalah dengan memberi semangat dalam penempatan asas keadilan sosial dengan konsep kemakmuran rakyat. Paradikma kerakyatan ini adalah sesuatu bagian dengan menempatkan peran rakyat yang sebesar-besarnya dalam proses pembangunan hukum nasional yang ada saat ini
Penempatan rakyat dalam pembangunan hukum, selalu dimulai dari konsep teori pembangunan hukum yang dikemukaan oleh Mochtar Kusmumaatmadja dari pengembangan teori hukum Roscoe Pound “Law as a tool social engineering.” Teori Pembangunan Hukum yang dikemukaan Mochtar Kusumaatmadja, menekankan pada pola kerja sama dengan melibatkan keseluruhan stake horlders yang ada pada komunitas tersebut dalam mencapai pembangungan hukum yang diinginkan yang mengubah hukum pada pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk pembangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran ini yang melandasi, bahwa ketertiban dan ketaraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan hukum memang sangat mutlak diperlukan. Bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan yang ada. Karena itu diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang jelas.
Di Indonesia peran perundang-undangan dalam proese pembaharuan hukum lebih menonjol, jika dibandingkan dengan di negara Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan The Supreme Court, pada tempat yang lebih penting. Sedangkan konsep hukum sebagai alat akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme’” sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belada dan di Indonesia, ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerpan konsep, sebagaimana yang dikutip menurut pedapat Wicipto Setiadi[1], pada Liber Amicorum untuk Prof Dr. CFG. Sunaryati Hartono, SH., dari apa yang dijabarkan pada konsep teori pembangunan hukum  oleh Mochtar Kusumaarmadja.
Dalam melaksanakan  pembangunan hukum, satu hal yang penting yang harus diperhatikan adalah bahwa  hukum harus dapat dipahami dan dikembangan sebagai satu kesatuan sistem dalam negara hukum. Dalam pendekatan kesisteman, permasalahan dalam pembangunan hukum, dapat dirangkum pada tiga hal :
a.    Dalam bidang substansi hukum yaitu peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah masih banyak tumpang tindih, inkonsistensi, dan bertentangan, baik peraturan yang sederajat, maupun peraturan yang rendah dengan peraturan yang lain di atasnya.
b.    Dalam bidang struktur hukum yaitu kurangnnya indepedensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum menjadi permasalahan di bidang hukum. Selain itu, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum juga perlu ditingkatkan.
c.    Dalam bidang budaya hukum yaitu timbulnya degradasi budaya hukum yang ditandai dengan meningkatnya apatisme dan menurunnya apresiasi masyarakat terhadap subtansi hukum dan struktur hukuk menjadi permasalahan serius yang harus segera dibenahi.
Oleh karena itu pembangunan hukum di Indonesia  harus dilakukan melalui pendekatan kesisteman, baik dalam sustansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum sebagaimana tersebut. Salah satunya adalah membicarakan perlindungan hukum proses pembelian barang melalui lelang yang sebelumnya telah lama di atur melalui Vendu Reglement (peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Intruksi LelangStbl. 1908 Nomor 190) yang sampai saat ini masih berlaku, berdasarkan Pasal II dari Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.[2]

II.             Pembahasan

a.    Pejabat Lelang Pada Pelaksanaan Lelang
Lembaga lelang melalui system hukum dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sertidaknya terdapat tiga tujuan. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan penjualan lelang yang diatur dalam beberapa aturan perundang-undangan. Kedua, untuk memenuhi atau melaksanakan putusan peradilan atau lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan keadilan (law enforcement). Ketiga, untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik barang pribadi dimungkinkan melakukan penjualan lelang.[3]
Mengenai peraturan-Peraturan lelang sendiri selalu mengacu pada ketentuan yang telah ada yaitu Vendu Reglement. Walaupun ketentuan Vendu Reglement yang terdiri dari 49 pasal, ternyata 27 pasal yang masih berlaku secara efektif. Sedangkan ada 13 pasal tidak efektif dan 9 pasal yang ketentuannya dicabut.[4] Hal ini menandakan bahwa peraturan yang termuat pada VR selalu mengikuti perkembangan yang ada saat ini, baik dengan dikeluarkannya peraturan Manteri atau dalam bentuk Keputusan Menteri.
Selain itu juga, pengaturan lelang dan tatacara penyelesaian pelaksanaan lelang mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan dalam membuat  regulasi tentang lelang sebagai lembaga yang prodaknya harus menekankan pada kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum. Inilah yang akan dilakukan dalam penerapan regulasi megenai lelang sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah atau swasta, untuk menfasilitasi adanya keinginan para penjual barang lelang dan pihak-pihak lainnya demi kelancaran proses yang berjalan. Pada tataran konsep jual beli seperti biasa adanya penjual atau pembeli pada kebijakan lainnya melalui cara lelang baik terhadap benda atau barang lelang yang berasal dari sitaan, atau barang melalui eksekusi yang berasal dari adanya putusan pengadilan yang berkekuatan tetap dan putusan lainnya yang sejenis. Yang tidak tertutup kemungkinan terhadap barang lelang yang non eksekusi yang merupakan atas keinginan atau inisiatif penjual barang lelang swasta atau pemerintah, semuanya dihadapan pejabat lelang atau juru lelang. Hal yang harus diperhatikan juga mengenai arah kebijakan dalam politik hukum nasional mengenai peraturan lelang yang selama ini masih mengadopsi dari peraturan-peraturan peninggalan colonial.  Sudah seharunya dilakukan revisi secara menyeluruh dengan kondifikasi aturan lelang secara tertulis dalam bentuk Undang-undang.
Karena jika ditinjau dari pelaksanaan lelang di Indonesia, peran pejabat lelang sesuatu yang sangat penting. Karena dalam setiap pelaksanaan lelang selalu berhubungan dengan pejabat lelang. Dalam ketentuan aturannya, lelang diartikan penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara lisan atau tertulis yang semakin meningkat atau menurun untuk mecapai harga tertinggi yang didahuli dengan pengumuman lelang.
Dari definsi tersebut dapat ditarik beberapa unsur yaitu :
1.    Lelang adalah penjualan barang yang dilaksanakan secara terbuka untuk umum.
2.    Adanya penawaran harga secara  lisan atau tertulis dengan kedudukannya harga yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga yang tertinggi.
3.    Dilalui adamnya proses penguman lelang.
Namun dari defini tersebut, pelaksanaan lelang baru bisa dilaksanakan jika dilakukan dihadapan pejabat lelang yang ditunjuk. Pejabat lelang sebagai mana yang ada dapat diartikan orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, disebutkan bahwa pejabat lelang dalam pelaksanaan lelang dapat melalui Pejabat Lelang kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II. Ketentuan yang menyangkut peraturan mengenai Pejabat Lelang dapat dijumpai pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 tentang Pejabat Lelang sebagaimana telah dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/2002. Pada Pasal 3 dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KMK.01/2002 dan diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.01/2002, ditegaskan bahwa Pejabat Lelang dibedakan dalam dua tingkat yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Bali Lelang. Ketentuan ini menjadi langkah utama memposisikan peran utama keberadaan Pejabat Lelang tersebut. Pada Ketentuan Pasal 8 dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 yang menegakan bahwa Pejabat Lelang terdiri Pejabat lelang Kelas I yang berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual atau Pemilik Barang dan Pejabat Lelang Kelas II yang berwenang melaksanakan lelang Non Eksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual atau Pemilik Barang.[5]
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 dalan dalam rangka pengembangan profesi pejabat lelang serta meningkatkan pelayanan lelang yang lebih efisiensi, efektif, trasnparan, akuntabilitas, adil dan menjamin kepastian hukum, maka dilakukan penyempurnaan ketentuan mengenai Pejabat Lelang Kelas I sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat lelang Kelas I, saat ini ketentuan ini disempurnahkan lagi melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013.[6]
Sedangkan mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat lelang Kelas II, yang menggantikan dan menyempurnakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2005. Ketentuan Pejabat Lelang Kelas II telah disempurnahkan melalui Peraturan Menteri nKeuangan Nomor 159/PMK.06/2013.[7]
 Pejabat Lelang Kelas I adalah pejabat lelang yang berasal dari pegawai dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berwenang melaksanakan lelang eksekusi, lelang non eksekusi wajib, dan lelang non eksekusi sukarela. Sedangkan Pejabat Lelang Kelas II adalah pejabat lelang swasta yang berwenang melaksanakan lelang non eksekusi secara sukarela. Kedudukan pejabat lelang sangat utama dalam pelaksanaan lelang, namun terhadap barang-barang tertentu lelang dapat tidak dilaksanakan dihadapan pejabat lelang.
Dari definisnya lelang adalah suatu perjanjian bernama (nominaaf), menurut ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata yang menyebtukan “jual beli adalah suatu persetjuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harganya yang diperjanjiakan “
Dari rumusan tersebut dapat ditarik beberapa unsur dari jual beli, memiliki karakter sama dengan lelang yaitu
1.    Adanya subjek hukum yaitu anta penjual dan pembeli.
2.    Adanya kesepakatan antara penjual  dan pembeli.
3.    Adanya objek yang diperjanjikan berupa barang
4.    Adanya harga dari barang yang diperjual belikan.
5.    Adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak
Apalagi hal yang tercantum pada unsur tersebut menjadi satu kesatuan dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yang dikanal sebagai syarat sahnya perikatan yang selama ini dikenal.
Lelang sebagai suatu perjanjian dalam pelalaksanaannya  tunduk pada klausula-klausula pada risalah lelang. Klausula risalah lelang tersebut  selalu ditetapkan secara sepihak oleh Kantor Lelang baik melalui Kantor KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)  setempat  atau pada Kantor Balai Lelang Swasta. Karena itu wajar pada akhirnya pembeli lelang yang  telah ditetapkan selaku pemenang lelang, bahwa yang bersangkutan  harus mematuhi  apa yang menjadi kewajibannya, jika tidak, maka pembeli lelang ditetapkan selaku pihak yang wanprestasi. Jika ditetapkannya selaku pihak wanprestasi sangat dimungkinkan yang bersangkutan akan dikenakan sanksi baik berupa  sanksi tidak dibenarkan ikut selaku peserta lelang.
Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaan lelang yaitu adanya pembeli yang memang benar-benar termotivasi untuk membeli objek lelang. Adanya pihak penjual berupa orang, badan hukum atau badan usaha yang memenuhi syarat untuk itu berdasarkan peraturan perundang-undnagan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang. Disamping adanya penjual dan pembeli, pelaksanaan lelang juga melibatkan pejabat lelang (juru lelang) orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pejabat lelang yang dimaksud dapat berupa Pejabat Lelang Kelas I, dan Pejabat Lelang Kelas II. Pejabat Lelang Kelas I, pejabat  yang berasal dari pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Non Eksekusi, dan Lelang Noneksekusi. Pejabat Lelang Kelas I, memang memiliki wewenang lebih sebagaimana disebutkan tersebut, jika dibandingkan pada peran yang dimiliki oleh Pejabat Lelang II, yang hanya melaksanakan lelang terhadap barang  non eksekusi secara suka rela. Namun peran pejabat lelang kelas II tetap memiliki peran utama demi pelaksanaan lelang dan memperkenalan lembaga lelang kepada masyarakat luas. Pelaksanaan lelang juga membutuhkan Lembaga Pegawas Lelang atau (Superintenden) seseorang yang diangkat dala pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang.
Peran pejabat lelang dalam pelaksanaan lelang sesauatu yang sangat utama karena berhasilnya suatu lelang selalu berada ditangan pejabat lelang karena pejabat lelang dalam setiap pelaksanaan lelang dikatakan sebagai wakilnya pemerintah, sebagai wakilnya penjual dan juga sebagai  wakil pembeli. Diartikan sebagai wakilnya pemerintah, pejabat lelang berperan menyampaikan segala hal untuk kepentingan pemerintah yang berhubungan dengan kepentingan-kepentingan pemerintah terhadap yang menyangkut bea lelang, pajak, dan pungutan lainnya. Sedangkan disebutkan sebagai wakil penjual atau disebut last gever  dan last heber/agency, agent yaitu memberi perintah dan menerima perintah, karena pejabat lelang menawarkan barangnya dan menerimakan uangnya untuk kepentintan penjual. Pejabat lelang sebagai wakil pembeli diartikan bahwa pejabat lelang bertindak sebagai penerima uang dari pembeli atau pemenang lelang dan menyerahkannya kepada penjual.[8]
Untuk menegaskan kembali posisi pejabat lelang, dapat diambil dari definisi yang tercantum pada ketentuan Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010, sebagaimana telah diubah pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013, menyebutkan bahwa pejabat lelang adalah “ orang yang berdasarkan peraturan perundang-undang diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”. Artinya “pejabat lelang” atau juru lelang adalah orang yang diberi wewenang untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan.Ketentuan ini dipertegas lagi pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pada Pasal 2 “Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah”.
Adanya pejabat lelang pada setiap pelaksanaan lelang mungkin dimulai dari pemikiran bahwa tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pejabat lelang. Dalam ketentuannya pejabat lelang selalu berhubungan dengan kemampuan dan keahlian, yang diartikan orang yang diberi lisensi untuk mengadakan penjualan melalui lelang umum dan bertanggung jawab atas lelang pada tiap-tiap wilayah yang ditetapkan. Pemberian lisensi kepada pajabat lelang untuk menempatkan segala tugas, kewenangan dan kewajiban terhadap pejabat lelang yang dimaksud.
Pengaturan mengenai pejabat lelang, dimulai dari saat dikenalnya lembaga lelang yang diatur melalui Vendu Reglement  (Peraturan Lelang Stb 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190) yang hingga sekarang masih berlaku. Ketentuan ini sebagai dasar pokok masuknya pengaturan lelang pada sistem hukum keperdataan di Indonesia. Untuk itu, peran pemerintah untuk mulai memikirkan dengan mengeluarkan peraturan dalam bentuk UU Lelang untuk mengganti peraturan lama sebagai warisan pemerintahan kolonial, walaupun secara materi masih dapat digunakan. Penggantian hukum warisan pemerintahan kolonial menjadi salah satu isu kebijakan politik hukum dalam memajukan sistem hukum nasional Indonesia yang ada saat ini. Pengaturan yang dibuat dalam bentuk UU Lelang misalnya memberikan kedudukan lebih kuat, sebagai pengganti Vendu Reglement  (Peraturan Lelang Stb 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 Nomor 190) dan peraturan lelang lainnya yang masih mengadopsi tata cara lelang peninggalan pemerintahan Hinda Belanda, jika kita melihat sejarah perkembangan lelang di Indonesia.
Karena pada sistem perundang-undangan di Indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosedurnya berbeda dengan jual-beli pada umumnya yang bersifat Lex Spesialis. Kekhususan lelang ini tampak antara lain pada sifatnya yang transpran dengan pembentukan harga yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang itu dipimpin oleh serorang Pejabat Umum yaitu Pejabat Lelang yang mandiri.
Peran lembaga lelang dalam sistem perundang-undangan, tampak masih relevan. Hal ini masih terbukti dengan difungsikannya lelang untuk mendukung upaya  Law Enforcement dalam hukum perdata, hukum pidana, hukum pajak, hukum administrasi negara, dan hukum pengelolaan kekayaan negara. Perkembangan hukum lelang yang ada saat ini juga dipengaruhi dari beberapa peraturan lainnya yang berhubungan pada fungsi lelang baik sebagai fungsi privat dan fungsi Publik.  Fungsi privat, tercermin pada saat digunakan lembaga lelang oleh masyarakat  untuk menjual barang miliknya secara leleng untuk memperoleh harga yang optimal. Sedangkan fungsi publik, tercermin pada saat digunakannya proses lelang ini dalam rangka penegakan hukum dan melaksanakan dari amanah undang-undang yang berlaku, antara lain Undang-Undang Perpajakan, Undang-Undang Acara Pidana dan Perdata, Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Fidusia dan Undang-Undang Kepailitan. Selain itu lembaga lelang digunakan juga oleh aparatur negara dalam rangka pengelolaan Barang-Barang Milik Negara dan Daerah dan Kekayaan Negara yang dipisahkan sesuai ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun  2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Pe jualan dan atau Pemindatanganan Barang-Barang yang dimiliki dan Dikuasa Negara sekaligus untuk pengumpulan penerimaan Negara.
Karena itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hingga saat ini dari pengertian lelang harus selalu memenuhi unsur :
1.    Dilakukan pada suatu saat dan tempat yang telah ditentukan.
2.    Dilakukan dengan cara mengumumkannya terlebih dahulu untuk mengumpulkan peminat atau peserta lelang.
3.    Dilakukan dengan cara penawaran atau pembentukan harga yang khusus yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis yang bersifat kompetitif.
4.    Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi akan dinyatakan sebagai pemenang lelang atau selaku pembeli.
5.    Pelaksanaan lelang dilakukan dengan campur tangan dihadapan/didepan  Pejabat Lelang.
6.    Setiap pelaksanaan lelang harus dibuat  Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang.
Dari ketentuan tersebut dari setiap pelaksanaan lelang harus selalu mengandung asas keterbukaan, asas keadilan, asas kepastian hukum, asas efisiensi dan asas akuntabilitas. Asas-asas tersebut menjadi cakupan utama untuk menempatkan proses lelang sebagai media memberi kepastian hukum dan kemanfaatan.  Asas keterbukaan menghendakai agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang  tidak dilarang oleh Undang-Undang. Oleh karena itu setiap pelaksanaan lelang harus dilalui dengan pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah terjadinya praktek persaingan usaha yang tidak sehat dan tidak memberikan kesempatan adanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Asas keadilan mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara profesional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat lelang kepada peserta lelang atau kepada pihak lain. Khusus pada pelaksanaan lelang  eksekusi penjual tidak boleh menentukan nilai limit secara sewenang-wewenang yang berakibat merugikan pihak tereksekusi. Asas kepastian hukum, menghendakai agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat risalah lelang untuk digunakan penjual atau pemilik barang, pembeli dan Pejabat Lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajibannya. Asas efisiensi akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan, dan pembeli disahkan pada saat dinyatakan sebagai pemenang lelang. Sedangkan asas akutabilitas, menghendakai agar lelang yang dilaksanakan oleh pejabat lelang dapat dipertanggung jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertanggung jawaban pejabat lelang meliputi adminsitrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.

b.    Peran pejabat Lelang Kelas II dalam Modernisasi Lelang

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang ditetapkan pada tanggal 19 Februari 2016, diundangkan pada tanggal 22 Februari 2016, dan diumumkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016,  Nomor 270. Adalah pengganti dari peraturan yang berhubungan dengan Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang sebelumnya di atur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013. Peraturan yang ada saat ini merupakan pembaharuan prosedur pelaksanaan lelang dengan memfasilitasi pelaksanaan lelang dengan mengunakan  teknologi internet. Teknologi ini diciptakan akibat dari seiring dengna kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari yang sebelumnya.  Kegiatan teknologi informasi yang berkembang saat ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, disamping dimanfaatkan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat dengan lebih mudah dan lebih praktis.
Bahwa perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara-cara bertransaksi dan membuka peluang-peluang baru dalam melakukan transaksi bisnis. Disamping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Yang mulai berkembang  saat ini adalah perkembangan transaksi secara e-commerce. Teknologi e-commerce tidak terlepas dari laju pertumbuhan internet karena e-commerce berjalan melalui jaringan internet. Hal ini membuat internet menjadi salah satu media yang efektif bagi pelaku usaha untuk mempermudah pelaksanaan bisnis mereka tidak hanya sebatas membeli, melainkan juga untuk menjual atau memperkenalkan produk yang mereka miliki. Apalagi mengirim secara fisik atau nyata kepada pelanggan lainnya cukup mengirim gambar transaksi dapat berjalan.
Pada transaksi e-commerce diciptakan transaksi bisnis yang lebih praktis tanpa kertas (paperless) dan dalam transaksi e-commerce dapat tidak bertemu secara langsng (face to face) para pihak yang melakukan transaksi, sehingga dapat dikatakan e-commerce menjadi penggerak ekonomi baru dalam bidang teknologi. Namun hal ini juga tetap diantisifasi aspek-aspek negatif lainnya misalnya yang akan merugikan konsumen. Apalagi kita sudah mempunyai UU Nomor  11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang diundangkan pada tanggal 21 April 2008. Salah satu unsur menimbang menyebutkan bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu juga UU ITE ini selalu dihubungkan juga dengan UU Nomor 8 Tahun 2008 tentang Perlindungan Konsumen yang diundangkan pada tanggal  20 April 1999. Pada ketentuan menimbang dari UU Konsemun menyebutkan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsemun perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab.
 Masalah hukum yang berhubungan dengan perlindungan konsumen harus tetap terjadi saat sistem ini telah diberlakukan. Maka pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dilakukan dengan cara :[9]
1.    Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi serta menjamin kepastian hukum,
2.    Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan pelaku usaha.
3.    Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.
4.    Memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.
5.    Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-biang lainnya.
            Apa yang tercantum tersebut juga bisa menjadi sesuatu yang harus selalu diperhatikan dalam hal hubungan dengan pelaksanaan lelang. Walaupun pengaturan dalam ketentuan Petunjuk Palaksanaan Lelang menurut Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 /PMK.06/2016 yang terdiri dari 99 pasal dengan sepuluh Bab. Bahwa pengaturan tersebut memberikan kemungkinan lelang yang dilaksanakan dengan penawaran melalui internet dan lelang yang dilaksanakan dengan penawaran melalui surat elektronik (email). Namun ketentuan tersebut tidak membahas secara menyeluruh mengenai tata cara apakah pelaksanaan lelang yang penawarannya melalalui internet atau surat elektronik sama dengan pelaksana lelang pada umumnya, yang menitik berat kepada kehadiran peserta lelang, dihadapan pejabat lelang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1a Vendu Reglement jo Pasal 25 ayat 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002, ditentukan bahwa setiap penjualan di muka umum harus diadakan di hadapan Pejabat Lelang. Ketentuan ini menjadi dasar dari kompetensi absolut untuk melaksanakan lelang dihadapan Pejabat Lelang. Namun ketentuan ini dikecualikan dalam hal sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1a ayat 2 dari RV yang mengatakan dengan Peraturan Pemerintah dapat dilakukan penjualan umum dibebaskan dari campur tangan Pejabat Lelang. Begitu juga berdasarkan Pasal 49 VR, mengatur mengenai pelelangan yang boleh dilakukan tidak dihadapan pejabat lelang, yaitu :
1.    Lelang barang gadai.
2.    Lelang Ikan segar di TPI.
3.    Lelang kayu kecil dan hasi hutan pemerintah.
4.    Lelang hasil tanah dan perkebunan yang ditanam atas biaya penduduk Indonesia.
5.    Lelang harta peninggalan tentara, kelas Indonesia dari Angkatan Laut Pemerintah.
6.    Lelang senjata api, obat bius dan keperluan perang.
Jika dilihat dari ketentuan yang ada, sangat dimungkinkan penawaran lelang dapat dilakukan baik secara internet maupun melalui surat elektronik, sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor  27 /PMK.06/2016. Dimungkinnya penawaran lelang secara on line untuk mempermudah pihak-pihak peserta lelang tidak harus hadir ditempat saat dilaksanakanya lelang, walaupun ketentuan ini masih sangat dimungkinkan menimbulkan permasalahan hukum. Karena ketentuan PMK yang ada saat ini belum dimasukan pada prosedur aturan yang jelas.
Untuk itu segala prosedur yang berhubungan pelaksanaan Lelang dengan penawaran tanpa kehadiran melallui internet pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang maupun prosedur juga yang ditetapkan oleh Balai Lelang juga menjadi sesuatu yang harus dipahami oleh Pejabat Lelang atau Juru Lelang. Karena hal ini bentuk dari perkembangan teknologi yang makin mempermudah pihak-pihak melakukan transaksi, atau sangat dimungkinkan juga lelang melakukan teleconference.
Mensikapai ketentuan yang ada Kementrian Keuangan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara  telah membuat syarat dan ketentuan pelaksanaan lelang dengan penawaran tanpa kehadiran melalui internet pada kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, sebagai berikut :
1.    Penjualan lelang ini dilakukan menurut Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3) jis. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tanggal 6 Agustus 2013, untuk dirubah selanjutnya pada Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016.
2.    Peserta Lelang setuju bahwa transaksi yang dilakukan melalui aplikasi ini tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
3.    Peserta Lelang wajib tunduk dan taat pada semua peraturan yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan penggunaan jaringan dan komunikasi data baik di wilayah Indonesia maupun dari dan keluar wilayah Indonesia.
4.    Orang atau badan hukum/badan usaha yang masuk dalam daftar pihak yang dikenakan sanksi tidak diperbolehkan mengikuti lelang (blacklist)   tidak disahkan keikutsertaannya menjadi Peserta Lelang.
5.    Waktu yang digunakan adalah waktu sistem berdasarkan zona waktu Indonesia bagian barat (WIB).
6.    Peserta Lelang dengan penawaran tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit disahkan oleh Pejabat Lelang sebagai Pembeli. Apabila terdapat 2 (dua) atau lebih Peserta Lelang dengan penawaran tertinggi, Peserta Lelang yang melakukan penawaran terlebih dahulu disahkan sebagai Pembeli.
7.     Bea Lelang dalam pelaksanaan lelang ini dipungut sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Keuangan.
8.    Pelunasan kewajiban pembayaran lelang oleh Pembeli dilakukan secara tunai paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
9.    Pembayaran dengan cek/giro hanya dapat diterima dan dianggap sah sebagai pelunasan kewajiban pembayaran lelang oleh Pembeli, jika cek/giro tersebut dikeluarkan oleh bank anggota kliring, dananya mencukupi dan dapat diuangkan.
10.  Peserta Lelang yang telah disahkan sebagai Pembeli bertanggung jawab sepenuhnya dalam pelunasan kewajiban pembayaran lelang dan biaya-biaya resmi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan pada lelang ini walaupun dalam penawarannya itu ia bertindak selaku kuasa dari seseorang, perusahaan atau badan hukum.
11.  Pembeli yang tidak melunasi kewajiban pembayaran lelang sesuai ketentuan (Pembeli Wanprestasi), maka pada hari kerja berikutnya pengesahannya sebagai Pembeli dibatalkan secara tertulis oleh Pejabat Lelang, tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dapat dituntut ganti rugi oleh Penjual.
12.  Pembeli tidak diperkenankan mengambil/menguasai barang yang dibelinya sebelum memenuhi kewajiban pembayaran lelang. Apabila Pembeli melanggar ketentuan ini, maka dianggap telah melakukan suatu tindak kejahatan  yang dapat dituntut oleh pihak yang berwajib.
13.  Barang yang telah terjual pada lelang ini menjadi hak dan tanggungan Pembeli dan harus dengan segera mengurus Barang tersebut.
14.  Pembeli akan diberikan Kutipan Risalah Lelang untuk kepentingan balik nama setelah menunjukkan kuitansi pelunasan pembayaran lelang.  Apabila yang dilelang berupa tanah dan/atau bangunan harus disertai dengan menunjukkan asli Surat Setoran BPHTB.
15.  Kutipan Risalah Lelang diambil secara langsung oleh Pembeli atau kuasanya di KPKNL yang menyelenggarakan lelang.
16.  Bagi Peserta Lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli, uang jaminan penawaran lelang yang telah disetorkan akan dikembalikan seluruhnya tanpa potongan. Apabila bank yang digunakan Peserta Lelang berbeda dengan bank yang dipakai KPKNL, Peserta Lelang dapat dikenakan biaya sesuai ketentuan yang berlaku pada tiap bank. 
17.  Dalam hal pada hari dan waktu pelaksanaan lelang (penetapan pemenang lelang) terjadi kahar atau gangguan teknis terkait pelaksanaan lelang dengan penawaran melalui surat elektronik di KPKNL berupa daya listrik, gangguan jaringan, dan/atau gangguan aplikasi/sistem, pelaksanaan lelang (penetapan pemenang lelang) akan:
a.       ditunda waktunya, tetapi tetap pada hari yang sama;
b.      dijadwalkan kembali, apabila kondisi kahar belum pulih pada hari tersebut.
18.  Dalam hal terjadi pembatalan lelang akibat kondisi kahar, Peserta Lelang tidak berhak menuntut ganti rugi.
19.  Pejabat Lelang/KPKNL tidak menanggung atas kebenaran keterangan-keterangan tentang keadaan sesungguhnya dan keadaan hukum atas Barang yang dilelang tersebut, seperti luasnya, batas-batasnya, perjanjian sewa menyewa dan menjadi resiko Pembeli.
20.  Penawar/Pembeli dianggap sungguh-sungguh telah mengetahui apa yang telah ditawar olehnya. Apabila terdapat kekurangan/ kerusakan baik yang terlihat ataupun yang tidak terlihat, maka penawar/Pembeli tidak berhak untuk menolak atau menarik diri kembali setelah pembelian  disahkan dan melepaskan segala hak  untuk meminta kerugian atas  sesuatu apapun juga.
21.  Peserta Lelang bertanggung jawab penuh atas isi transaksi elektronik yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi ini.
22.  Peserta Lelang dianggap melakukan penawaran secara sadar tanpa paksaan dari pihak mana pun.
23.  Peserta Lelang wajib menjaga kerahasiaan User ID dan password masing-masing.
24.  KPKNL tidak bertanggung jawab atas segala akibat penyalahgunaan akun Peserta Lelang.
25.  KPKNL tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh Peserta Lelang akibat tindakan pihak lain yang mengatasnamakan KPKNL/DJKN.
26.  Peserta Lelang dilarang saling mengganggu proses transaksi dan/atau layanan lain yang dilakukan dalam aplikasi ini.
27.  Peserta Lelang setuju bahwa usaha untuk memanipulasi data, mengacaukan sistem elektronik dan jaringannya adalah tindakan melanggar hukum.
28.  Semua informasi yang sah terkait dengan transaksi keuangan hanya dapat diperoleh dengan mengakses aplikasi e-Auction DJKN.
29. Untuk segala hal yang berhubungan dengan atau diakibatkan oleh pembelian dalam lelang ini, para Pembeli dianggap telah memilih tempat kedudukan umum yang tetap dan tidak dapat diubah pada KPKNL yang menyelenggarakan lelang.
30. Khusus untuk pembelian dalam lelang ini, maka penawar/Pembeli tunduk pada hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Indonesia.
Kementrian Keuangan RI melalui Direktorta Jenderal Kekayaan Negara,  bahwa juga memberikan petunjuk mengenai tata cara lelang internet dengan ketentuan, harus telah memenuhi tata cara umum dimana disebutkan, bahwa lelang yang dilaksanakan dengan penawaran secara tertulis tanpa kehadiran peserta lelang dnegna melalui Aplikasi Lelang Email (ALE), Kantor Direktorat jenderal Kekayaan Negara telah memiilki lamat domain https://www.lelangdjkn.kemenkeu.go.id/, dengan tata cata sebabagi berikut :
1.    Peserta lelang harus sign-in (bagi yang sudah pernah mendaftar) atau sign-up (bagi yang belum pernah mendaftar) pada alamat domain di atas untuk mendaftarkan username dan password masing-masing. Ada beberapa isian yang harus dilengkapi dalam proses registrasi ini. Pastikan agar alamat email yang didaftarkan ke ALE valid.
2.    Peserta lelang akan memperoleh kode aktivasi yang dikirim ke alamat email masing-masing. Kode aktivasi digunakan untuk mengaktifkan username.
3.    Setelah aktif, peserta lelang memilih obyek lelang pada katalog yang tersedia.
4.    Setelah memastikan obyek lelang yang dipilihnya, peserta lelang diwajibkan untuk :
a.    Mendaftarkan nomor identitas/KTP dan NPWP serta dan mengunggah softcopy KTP dan NPWP.
b.    Mendaftarakan nomor rekening bank atas nama peserta lelang, guna kepentingan pengembalian uang jaminan bagi peserta lelang tidak ditunjuk sebagai pemenang lelang.
5.    Peserta lelang akan memperoleh nomor Virtual Account (VA) yang digunakan sebagai tujuan penyetoran uang jaminan lelang. Nomor VA dapat dilihat dalam menu “Status Lelang” pada ALE (sesuai username masing-masing pada ALE).
6.    Setelah uang jaminan diterima di rekening penampungan KPKNL sesuai ketentuan, dan peserta lelang dinyatakan bersih dari daftar pihak yang dikenakan sanksi tidak diperbolehkan mengikuti lelang sesuai ketentuan, maka peserta lelang akan memperoleh kode token yang digunakan untuk menawar obyek lelang. Kode token dikirimkan ke alamat email masing-masing peserta lelang.
7.    Penawaran diajukan dengan cara menekan tombol “Tawar (Bid)” dalam menu “Status Lelang” pada ALE. Sebelum mengajukan penawaran, peserta lelang harus membaca dan menyetujui Syarat dan Ketentuan Lelang dengan cara mencentang frasa “Saya berkehendak untuk mengikuti lelang serta telah membaca dan menyetujui Syarat dan Ketentuan Lelang ini”.
8.    Penawaran dapat diajukan berkali-kali sampai batas akhir penawaran lelang ditutup (closing time). Dalam mengajukan penawaran berkali-kali, penawaran berikutnya harus lebih tinggi daripada penawaran sebelumnya.
9.    Setelah batas waktu penawaran lelang berakhir, seluruh penawaran lelang direkapitulasi oleh ALE sesuai nominal/angka penawaran dan waktu penerimaan penawaran lelang. Rekapitulasi seluruh penawaran lelang dapat dilihat pada ALE (sesuai username masing-masing pada ALE). Rekapitulasi seluruh penawaran lelang juga dikirimkan ke alamat email masing-masing peserta lelang.
10.  Seluruh peserta lelang (baik pemenang lelang maupun peserta lelang) juga akan mendapatkan informasi melalui alamat email masing-masing mengenai hak dan kewajibannya.
11.  Setiap proses yang dilakukan peserta lelang dan memerlukan tindak lanjut/respon dari petugas (Pejabat Lelang maupun Bendahara Penerimaan) KPKNL dari ALE, dilakukan pada hari dan jam kerja KPKNL.
Pelaksanaan lelang secara internet ini juga  meminta kepada peserta lelang untuk menempatkan uang jaminan penawaran lelang dnegna ketentuan bahwa jumlah nominal yang disetor harus sama dengan uang jaminan yang disyaratkan penjual dalam pengumuman lelang yang disetor sekali gus tanpa dicicil. Setoran uang jamian harus sudah efektif diterima oleh kantor KPKNL selamat-lambatnya sati hari kerja sebelum pelalsanaan lelang. Penyetoran uang jaminan lelang ditujukan ke akntor VA masing-masing peserta lelang. Yang mana nomor VA akan dibagikan secara otomatis dari ALE kepada masing-masing pserta lelang setelah mengikuti proses pendaftaran. Penyetoran uang jaminan lelang dapat dilakukan melalui jalur yaitu ATM, SMS banking, I-Banking dan Teller bank. Diaman pserta lelang harus memasukan nomor VA masing-masing dalam peyetoran uang jaminan melalui jalur apapupun. Disamping itu juga setiap penyetoran dan pengembalian uang jaminan dari dan kepeserta lelang lelang dari bank yang sama dengan bank mitra KPKNL. Yang mana penyelenggara lelang tidak dikenai biaya apapun. Sedangkan setiap peyetoran dan atau pengembalian uang jaminan dari bank yang berbeda dengan bank mitra KPKNL peyelenggara lelang dikenai biaya transaksi perbankan bervarisi sesuai dengan ketentuan bank masing-masing dan ditanggung oleh peserta lelang.
Dari beberapa ketentuan yang ada, peran pelaksanaan lelang secara internet juga merupakan bagian dari kemudahan pelaksanaan lelang yang ada saat ini, untuk memudahkan pihak-pihak bertransaksi tidak harus ditempat terhadap obyek lelang yang juga harus memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada semua pihak dalam pelaksanaan lelang.

III.            Kesimpulan
            Pemberian perlindungan hukum dan adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang yang sebelumnya berbasis dunia nyata menjadi transaksi dunia maya, sesuatu keharusan yang ada saat ini. Maka sudah saatnya pelaku dan setiap masyarakat mengetahui segala prosedur yang telah ditetapkan gunanya memberikan kemudahan kepada setiap peserta lelang.
            Kemudahan ini bagian dari perkembangan teknologi yang selalu meningkat, menjadi hal yang harus diketahui dan dipahami, dimana khususnya para Pejabat Lelang Kelas II untuk selalu meningkatkan sumber daya yang dimiliki.








                                                                                                                          




[1] Liber Amicorum untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hkum Nasioal, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2011, Hal. 36
[2]Pasal II AturanperalihanUndang-UndangDasar 1945, “Segala badannegaradanperatauran yang adamasihlangsungberlaku, selamabelumdiadakan yang barumenurutUndang-UnangDasarini.
[3] Purnama Tiori Sianturi, Perlindungan Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Jakarta, 2008, Hal. 1
[4] Ibid., Hal. 2
[5] Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, jakarta, 2016., Hal. 37
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid., Hal 36
[9] Abdul Halim Barkatullah, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce Lintas Negara Di Indonesia, FH. UII Press, Yogyakarta, 2009, Hal, 6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS