ASAS – ASAS HUKUM PERDATA (PENGANTAR HUKUM INDONESIA
ASAS – ASAS HUKUM PERDATA (PENGANTAR
HUKUM INDONESIA)
HUKUM PERDATA
DEFINISI :
Hukum antara perorangan, hukum yang mengatur hak dan
kewajiban dari perseorangan yang satu terhadap yang lainnya didalam pergaulan
masyarakat dan didalam hubungan keluarga (Scholten)
SEJARAH :
1. Hukum Perdata Eropa (Ps 131
(2b) Indische Staatregeling) berlaku untuk golongan :
1. Eropa tanpa kecuali
2. Golongan Timur Asing Cina
dengan beberapa pengecualian berdasarkan S 1917 – 129
3. Golongan Timur Asing bukan
Cina dengan beberapa pengecualian berdasarkan S 1924 – 556.
Berlakunya Hukum Perdata dan Hukum Dagang Eropa untuk
orang dari golongan Eropa berdasarkan asas Konkordansi (Ps 131 (2a) Indische
Staatregeling)
Asas Konkordansi berarti asas mengikuti, yaitu bahwa
orang dari golongan Eropa mengikuti hukum yang sama dengan hukum yang termasuk
dalam undang-undang yang berlaku bagi mereka di Belanda.
2. Hukum diluar KUHS
a. UU Octrooi, yaitu UU yang
melindungi hak cipta dalam bidang industri dan perdagangan.
b. UU Auteur, yaitu UU yang
melindungi hak cipta dalam bidang kesenian dan kesusastraan.
Hukum tertulis dapat memberikan kemudahan dalam
pekerjaan hakim dan penegak hukum lainnya, juga dapat memberikan rasa aman
kepaa para pemegang hak kebendaan.
Hak kebendaan disebut hak mutlak atau hak absolut. Hak
kebendaan adalah hak untuk menguasai secara langsung suatu kebendaan dan
kekuasaan tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang berarti bahwa
setiap orang harus mengakui dan mengindahkan hak orang lain tersebut.
Kepastian Hukum mempunyai 2 arti :
1. Orang dapat mengetahui
peraturan hukum yang mengatur suatu peristiwa hukum tertentu, sehingga orang
dapat mengetahui kedudukannya dalam hukum.
2. Para pihak yang bersengketa
dapat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, jadi untuk keamanan
hukum dan mencegah timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pihak manapun.
SISTEMATIKA HUKUM
PERDATA EROPA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Bagian I
|
Hukum Perorangan
Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan orang
dalam hukum, hak dan kewajiban serta akibat hukumnya.
|
Bagian II
|
Hukum Keluarga
Berisikan peraturan yang mengatur hubungan antara
orang tua dengan anaknya, hubungan suami istri serta hak dan kewajiban
masing-masing.
|
Bagian III
|
Hukum Harta Kekayaan
Berisikan peraturan yang mengatur kedudukan benda
dalam hukum, yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
|
Bagian IV
|
Hukum Waris
Berisikan peraturan yang mengatur benda-benda yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia
|
SISTEMATIKA HUKUM
PERDATA EROPA DALAM KUHS
Buku I
|
Tentang Orang
Berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga
|
Buku II
|
Tentang Benda
Berisikan hukum harta kekayaan dan hukum waris
|
Buku III
|
Tentang Perikatan
Berisikan hukum perikatan yang lahir dari UU dan
dari persetujuan dan perjanjian
|
Buku IV
|
Tentang Pembuktian dan Daluwarsa
Berisikan peraturan tentang alat bukti dan kedudukan
benda akibat lampau waktu.
|
Hukum Perorangan
Orang adalah pembawa Hak yaitu segala sesuatu yang
mempunyai hak dan kewajiban yang disebut subyek hukum terdiri :
a. Manusia
b. Badan Hukum
Hukum Perdata mengatur seluruh segi kehidupan manusia
sejak belum lahir dan masih dalam kandungan ibunya sampai meninggal dunia.
Badan hukum atau perkumpulan berarti orang yang
diciptakan oleh hukum. Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai
badan hukum dengan cara :
a. Didirikan dengan akta
notaris
b. Didaftarkan dikantor
Panitera Pengadilan Negeri Setempat
c. Dimintakan pengesahan
anggaran dasarnya kepada Menteri Kehakiman.
d. Diumumkan di berita negara.
Hukum Keluarga
Yang termasuk dalam hukum keluarga :
a. Kekuasaan Orang Tua
Setiap anak wajib hormat dan patuh pada orang tuanya.
Kekuasaan orang tua berhenti jika :
1. Anak tersebut telah dewasa
(Usia 21 tahun)
2. Perkawinan oran tua putus
3. Kekuasaan oran tua dipecat
oleh hakim
4. Pembebasan dari kekuasaan
orang tua
b. Perwalian
1. Anak yatim piatu atau anak
yang belum cukup umur dan tidak dalam kekuasaan orang tua.
2. Wali ditetapkan oleh hakim atau
karena wasiat. Sedapat mungkin wali diangkat dari orang yang mempunyai
pertalian darah terdekat dengan anak.
3. Perwalian dapat terjadi
karena :
- Perkawinan orang
tua putus
- Kekuasaan orang
tua dipecat/ dibebaskan. Hakim mengangkat seorang wali disertai wali pengawas
yang harus mengawasi pekerjaan wali tersebut. Pekerjaan wali pengawas di
Indonesia dijalankan oleh Pejabat Balai Harta Peninggalan
c. Pengampuan
Orang dewasa akan tetapi :
1. Sakit ingatan
2. Pemboros
3. Lemah daya
4. Tidak sanggup mengurus
kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan buruk diluar batas
atau mengganggu keamanan, memerlukan pengampuan.
Diperlukan pengampu (Curator). Biasanya suami menjadi
pengampu atas istrinya atau sebaliknya, tetapi mungkin juga hakim mengangkat
orang lain atau perkumpulan lain. Sedangkan sebagai pengampu pengawas adalah
Pejabat Balai Harta Peninggalan
Persamaan antara Wali Pengawas dan Pengampu Pengawas
adalah :
Kesemuanya mengawasi dan menyelenggarakan hubungan
hukum orang-orang yang dinyatakan tidak cakap bertindak.
Perbedaannya :
a. Kekuasaan orang tua adalah
kekuasaan asli yang dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri. Kekuasaan asli
dilaksanakan oleh orang tuanya sendiri yang masih dalam ikatan perkawinan
terhadap anak-anaknya yang belum dewasa.
b. Perwalian, pemeliharaan dan
bimbingan dilaksanakan oleh wali, dapat salah satu ibu atau bapaknya yang tidak
dalam keadaan ikatan perkawinan lagi atau orang lain terhadap anak yang belum
dewasa.
c. Pengampuan, bimbingan
dilaksanakan oleh Curator (yaitu keluarga sedarah atau orang yang ditunjuk)
terhadap orang dewasa yang karena sesuatu sebab dinyatakan tidak cakap
bertindak dalam lalu lintas hukum.
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat
penting dalam Hukum Perdata adalah:[1]
1. Asas
kebebasan berkontrak,
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang
dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam
undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338
KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat
perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian
dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan, dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk
perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak
adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman
Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam
zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas
Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme,
setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam
“kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the
invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena
pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas
kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang
kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman
pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme par
l’homme.
2.
Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320
ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi
dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas
konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan
perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan
perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya,
yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus
verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
3.
Asas Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap
orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang
diadakan diantara mereka dibelakang hari
4.
Asas Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang
menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan
diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku
antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun
demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317
KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya
suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPdt, tidak hanya
mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli
warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUHPdt mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal
1318 KUHPdt untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang
yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPdt
mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPdt memiliki ruang
lingkup yang luas.
5.
Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek
hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang
sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6.
Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua
belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik
7.
Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas
pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum
gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian
bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah.
Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun,
dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti
sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan
sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah
cukup dengan kata sepakat saja.
8.
Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu
suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah
satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan
hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati
nuraninya
9.
Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara
debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak
10.
Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas
ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya
11.
Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
12.
Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas
ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua
macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua,
penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang
obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma
yang objektif..
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas Hukum
Perdata Eropa Tentang Orang yaitu:
1. Asas yang melindungi hak
asasi manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak asasi
manusia karena Undang-undang atau keputusan hakim. (Pasal 1dan 3 KUHPdt)
2. Asas setiap orang harus
mempunyai nama dan tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang
mempunyai hak dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan
satu dengan lainnya (Pasal 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHPdt)
Pentingnya Domisili :
a. Dimana orang harus
menikah
b. Dimana orang harus
dipanggil oleh pengadilan
c. Pengadilan mana yang
berwenang terhadap seseorang, dsb
3. Asas Perlindungan kepada
Orang yang tak lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak mampu
melakukan perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan perbuatan
hukum (Pasal 1330 KUHPdt), contoh :
a. Orang yang belum
dewasa diwakili oleh walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk
oleh hakim atau surat wasiat.
b. Mereka yang diletakkan
dibawah pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum diwakili oleh
seorang pengampu (Curator)
c. Wanita yang bersuami
bila hendak melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4. Asas monogami dalam
hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil seorang wanita
sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki sebagai
suaminya(Pasal 27 KUHPdt). Dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami
untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Asas bahwa suami
dinyatakan sebagai kepala keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi
kekayaan keluarga (Pasal105 KUHPdt)
Selain dalam hukum orang (persoonen recht)
dalam Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu keseluruhan kaidah hukum yang
mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak atas benda. Asasnya
adalah asas yang membagi benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda tetap.
Asas Hukum Tentang Benda :
1.
Asas yang membagi hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan.
Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara
langsung suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan
terhadap setiap orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan)
Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut
suatu tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja
yang harus mengakui hak orang tersebut
2. Asas hak milik itu
adalah suatu fungsi sosial.
Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan
untuk membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau
masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt
Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut
dan diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan
tentang Hipotik masih diatur dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya
tertutup, jadi tidak ada peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang
diatur oleh Undang-undang.
Asas-asas Umum Hak Kebendaan
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H[2]. dalam bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional”
menjelaskan ada 10 asas umum yang sifatnya relative konkrit yang ada dalam
bidang tertentu, yaitu:
- Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru
- Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite, yaitu hak kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada.
Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan
hukum harta kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (zaakkelijkrecht)
dan hak perseorangan (persoonlijkrecht).
- Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid) adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan.
Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui
pendaftaran dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan
pengumuman benda bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.
- Asas spesialitas. Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.
- Asas totalitas. Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya untuk bagian-bagian benda.
Misalnya: Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya
adalah pemilik kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak
mungkin bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.
- Asas accessie/asas pelekatan. Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela
Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda
pelengkap (accessoir) yang melekat pada benda pokok (principal).
Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari
benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap mengikuti
status hukum benda pokok. Benda pelengkap itu terdiri dari bagian (bestanddeed)
benda tambahan (bijzaak) dan benda penolong (hulpzaak).
- Asas pemisahan horizontal , KUHPdt menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut asas horizontal yang diambil alih dari hukum Adat. Jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya. Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.
Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang
sudah memiliki sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas
horizontal (Surat menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964
Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 desember 1966 No.
DPH/364/43/66.
- Asas dapat diserahkan. Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan benda. Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus mengetahui dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-cara penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam Bab selanjutnya.
- Asas perlindungan. Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1977 KUHPdt.
- Asas absolute (hukum pemaksa). Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh setiap orang yang berbeda dengan hak relative
Komentar
Posting Komentar