Tanggapan Terhadap Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Menjadi UU No. 2 Tahun 2014
Tanggapan
Terhadap
Rancangan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang
Jabatan Notaris
Menjadi UU No. 2 Tahun 2014
I.
Dasar dikeluarkan Undang-Undang Jabatan Notaris :
1.
Pasal 20 dan Pasal 21 dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2.
Melihat dalam kajian terhadap hal yang telah diatur sebelumnya dalam ketentuan Reglement op Notaris Ambt in Indonesie (Stb.
1860:3) yang mengatur mengenai Jabatan Notaris
3.
Dan segala hal yang menyangkut dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris UU
Nomor 30 Tahun 2004, yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat
sehingga perlu diubah dnegan undang-undang yang baru.
4.
Menempatan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum salah satunya
dengan diwujudnya bukti tertulis yang dibuat oleh Notaris sebagai bukti
otentik.
5.
Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjamin
kepatian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara.
II.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau
disingkat (UJN) yang telah diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004, yang
terdiri dari XIII dengan 92 Pasal yang dijabarkan sebagai berikut :
-
Bab I, (Ketentuan Umum) hanya terdiri pada Pasal 1.
-
Bab II, (Pengangkatan Dan Pemberhentian Notaris), terdiri dari Pasal 2
sampai dengan Pasal 14.
1.
Pasal 2 sampai Pasal 7, mengenai Pengangkatan Notaris’
2.
Pasal 8 sampai Pasal 14, mengenai Pemberhentian Notaris
-
Bab III, (Kewenangan, Kewajiban dan Larangan), terdiri dari Pasal 15 sampai
Pasal 17.
1.
Pasal 15, bagian pertama mengenai Kewenangan Notaris
2.
Pasal 16, bagian kedua, mengenai Kewajiban Notaris
3.
Pasal 17, bagian ketiga, mengenai Larangan Notaris.
-
Bab IV, (Tempat Kedudukan, Formasi, dan Wilayah Jabatan Notaris), terdiri dari
Pasal 18 sampai dengan Pasal 24
1.
Pasal 18 sampai dengan Pasal 20, bagian Pertama, mengenai Kedudukan
Notaris, darin Pasal 18 sampai dengan Pasal 20.
2.
Pasal 21 sampai Pasal 22, bagian Kedua, megenai Formasi Jabatan Notaris.
3.
Pasal 23 sampai Pasal 24, bagian Ketiga, mengenai pindah Wilayah Jabatan
Notaris.
-
Bab V, (Cuti Notaris Dan Notaris Pengganti), terdiri dari Pasal 25 sampai dengan
Pasal 35. terdiri :
1.
Pasal 25 sampai dengan Pasal 32, bagian Pertama, mengenai Cuti Notaris.
2.
Pasal 33 sampai Pasal 35, bagian Kedua, Notari Pengganti, Notaris Pengganti
Khsusu, dan Pejabat Sementara Notaris.
-
Bab VI (Honorarium) terdiri dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 37.
-
Bab VII, (Akta Notaris), terdiri Pasal 38 sampai dengan Pasal 65, terdiri :
1.
Pasal 38 sampai dengan Pasal 53, Bagian Pertama, mengenai bentuk dan sifat
akta.
2.
Pasal 54 sampai Pasal 57, Bagian Kedua, mengenai Grosse, Akta, Salinan Akta,
dan Kutipan Akta.
3.
Pasal 58 sampai dengan Pasal 65, Bagian Ketiga, Pembuatan, Penyimpanan, dan
Penyerahan Protokol Notaris.
-
Bab VIII, (Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan Notaris, t Pasal 66.
-
Bab IX, (Pengawasan), Pasal 67 sampai dengan Pasal 81, terdiri :
1.
Pasal 67 sampai dengan Pasal 68, Bagian Pertama, Umum
2.
Pasal 69 sampai dengan Pasal 71, Bagian Kedua, Majelis Pengawas Daerah
(MPD)
3.
Pasal 72 sampai dengan Pasal 75, Bagian Ketiga, Majelis Pengawas Wilayah (MPW),
4.
Pasal 76 sampai dengan Pasal 81, Bagian Keempat, Majelis Pengawas Pusat (MPP).
-
Bab X, (Organisasi Notaris), Pasal 82 sampai dengan Pasal 83
-
Bab XI, (Ketentuan Sanksi), Pasal 84 sampai dengan Pasal 85
-
Bab XII, (Ketentuan Peralihan), Pasal 86 sampai dengan Pasal 90
-
Bab XIII, (Ketentuan Penutup), Pasal 91 sampai dengan Pasal 92.
-
Catatan berdasarkan Pasal 92 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya
Ketentuan sanksi
sebagaimana di atur pada Pasal Pasal 84 dan Pasal 85 yang terdiri :
-
Teguran Lisan.
-
Teguran tertulis.
-
Pemberhentian Sementara.
-
Pemberhentian dengan hormat.
-
Pemberhentian dengan tidak hormat.
Tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagai mana yang dimaksud:
-
Pasal 16 ayat 1 huruf 1;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf k;
-
Pasal 41;
-
Pasal 44;
-
Pasal 48;
-
Pasal 49;
-
Pasal 50;
-
Pasal 51, dan
-
Pasal 52
Dari ketentuan tersebut
mengakibatkan akta yang dibuat oleh Notaris, hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi
hukum , dan menjadi alasan para pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Sedangkan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam :
-
Pasal 7;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf a;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf b;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf c;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf d;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf e;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf f;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf g;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf h;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf I;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf j;
-
Pasal 16 ayat 1 huruf k;
-
Pasal 17 ;
-
Pasal 20 ;
-
Pasal27 ;
-
Pasal 32 ;
-
Pasal 37 ;
-
Pasal 54 ;
-
Pasal 58 ;
-
Pasal 59, dan
-
Pasal 63
Karena di pandang perlu
bahwa UU No. 30 Tahun 2004 tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat
sehingg perlu diubah dengan undang-undang yang baru, atau melakukan revisi dan
disesuaikan dengan kekiniaan.
Berdasarkan Rancangan
Undang-Undang Jabatan (RUJN) yang masuk dalam usulan komisi II DPR RI, dipandan
perlu dilakukan revisi dari beberapa Pasal sebagai berikut :
-
Pasal 1 , pada angka 4 dihapus, yang sebelumnya ditulis : Notaris Pengganti
Khusus adalah seorang yang diangkat sebagai Notaris khusus membuat akta
tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena
di dalam satu daerah Kabupaten atau Kota terdapat hanya seorang Notaris,
sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut Undang-Undang ini tidak boleh
membuat akta dimaksud.
-
Pasal 3 huruf diubah, sehingga berbunyi : telah menjali magang atau nyata-nyata
telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan
berturut-turut sebelum lulus strata dua kenotariatan dalam 12 (dua belas) bulan
berturut-turut setelah lulus strata dua kenotariatan pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas prakarsa sendiri atau rekomendasi Organisasi
Notaris.
-
Di antara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan satu Pasal yakni Pasal 3 A yang
berbunyi : Notaris dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
PEjabat Lelang Kelas II, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-
Ketentuan Pasal 7 diubah, namun kenyataannya apa yang tercantum sebelumnya pada
Pasal 7 (UJN) tetap tertulis dan menjadi Pasal 7 ayat 1, dengan menambah
ketentuan Pasal 7 ayat 2 yang berbunyi “ Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 dikenakan sanksi berupa :
a.
peringkatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat;
d.
pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Ketentuan Pasal 8 ayat 1 huruf b diubah dan ayat 2 dihapus. Adapun kalimat pada
Pasal 8 ayat 1 huruf b yang diubah dalam RUJN dengan kalimat “ telah berumur 67
(enam puluh tujuh) tahun”.
-
Pasal 11 diubah sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut :
(1)
Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti,
(2)
Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku selama Notaris memangku jabatan
negara.
(3)
Majelis Pengawas Daerah menunjuk Notaris lain untuk menerima Protokol Notaris
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Notaris yang diangkat menjadi
pejabat negara.
(4)
Notaris yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat 3 merupakan pemegang
sementara Protokol Notaris.
(5)
Notaris yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protolol Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diserahkan kembali kepadanya.
(6)
Ketentuan mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan
Peraturan Menteri.
-
Ketentuan Pasal 15 ayat 2 huruf f dan huruf g dihapus, sebagaimana tertulis
sebelumnya dalam UJN berupa : Pasal 15 huruf f berbunyi “Notaris berwenang pula
membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Sedangkan pada Pasal 15 huruf g
berbunyi “ Notaris berwenang membnuat akta risalah lelang. Ketentuan pasal-pasal
ini dicabut.
-
Ketentuan Pasal 15 dalam RUJN pada ayat 1 sama tertulis dan begitu
juga pada ayat 2 sama tertulis, dan hanya menghilangkan Pasal 15 ayat 2 huruf f
dan g.
-
Ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf a diubah, diantara huruf b dan huruf c
disisipkan satu huruf, yakni huruf b1 dan ditambah 3 (tiga) ayat yakni
ayat 10, ayat 11 dan ayat 12.
Pada Pasal 16 ayat 1 huruf
a diubah dan berbunyi “ Dalam menjalankan jabatan Notaris berkewajiban
bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Sedangkan tambahan pada
Pasal 16 ayat 1 huruf b1 berbunyi “ melekatkan surat-surat dan dokumentasi
penghadap dalam bentuk gambar visual pada minuta akta”.
Tambahan pasal khsusnya
pada Pasal 16 pada ayat 10 berbunyi “ Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) sampai dengan huruf k dikenai sanksi
berupa :
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
Sedangkan
tambahan pasal khususnya pada Pasal 16 ayat 11 berbunyi “Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf i dan k selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat 10 juga mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal
demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk
menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Sedangkan tambahan pasal
khususnya pada Pasal 16 ayat 12 berbunyi “ Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf m dikenakan sanksi berupa peringkatan
tertulis”.
Diantara Pasal 16 dan Pasal
17 disisipkan satu pasal yakni Pasal 16 A yang berbunyi “Calon notaries yang
sedang melakukan magang berkewajiban melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1 huruf a dan huruf e.
-
Ketentuan Pasal 17 huruf g diubah dan ditambah satu ayat, yakni ayat 2. Pasal
17 huruf g yang diubah berbunyi“ Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar tempat kedudukan jabatan Notaris. Sedangkan
ayat 2 nya “ Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dikenai saksi berupa :
a.
Peringatan tertulis;’
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Pasal 19 ayat 2 diubah dan ditambah satu (1) ayat, yakni ayat 3. Adapun Pasal
19 ayat 2 yang diubah dalam RUJN, berbunyi “Notaris tidak berwenang secara
berturut-turut dengan tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya”.
Sedangkan pada ayat 3 dalam RUJN (tambahan ayat) berbunyi “ Notaris yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan sanksi berupa :
a.
Peringkatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Pasal 20 ayat 3 di hapus isinya “ ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atur
dalam Peraturan Menteri.
-
Ketentuan Pasal 25 ayat 3 diubah, sehingga berbunyi “selama menjalankan cuti,
jabatan Notaris dilaksanakan oleh Notaris Pengganti.
-
Pada Bab ke IV, Bagian Kedua sub diubah menjadi Notaris Pengganti dan Pejabat
Sementara Notaris, dimulai dari Pasal 32.
-
Pada Pasal 32 ditambah satu ayat menjadi ayat 4, adapun bunyi Pasal 32 ayat 4
“Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2,
dan 3 dapat dikenakan sanksi :
a.
Peringkatan tertulis;
b.
Pemberhentian Sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1)
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara
Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijasah sarjana hukum dan telah
bekerja sebagai karyawan Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2)
Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 4, Pasal
15, Pasal 16 dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara
Notaris, kecuali Undang-udang ini menetukan lain.
-
Ketentuan Pasal 34 di hapus
-
Pasal 35 ayat 1 diubah, menjadi kalimat “ Apabila Notaris meninggal dunia,
suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai
derajat kedua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
-
Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
(1)
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara Cuma-Cuma
kepada orang yang tidak mampu.
(2)
Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dapat dikenai sanksi :
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;
c.
Pemberhentian dengan hormat;
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Ketentuan Pasal 38 ayat 5 diubah, sehingga Pasal 38 ayat 5 berbunyi “ Akta
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3 dan ayat 4, juga memuat nomor dan
tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabt yang mengangkatannya.
-
Pasal 39 ayat 1 huruf a dan ayat 2 diubah,
-
Pasal 39 ayat 1 huruf a berbunyi :
(1)
Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b.
Cakap melakukan perbuatan hukum.
Pasal 39 ayat 2
diubah berbunyi “ Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan
kepadanya oleh dua orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau
diperkenalkan oleh dua penghadap lainnya.
-
Ketentuan Pasal 40 ayat 2 huruf a diubah ; Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat
1 harus memenuhi syaat sebagai berikut : a. paling rendah berumur 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah.
-
Pasal 41 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Dalam hal ketentuan Pasal
38, Pasal 39 dan Pasal 40 tidak terpenuhi, aktaa tersebut hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
-
Ketentuan Pasal 43 ayat 4 di hapus.
-
Pasal 44 ayat 2 diubah menjadi “Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
-
Pasal 44 ayat 5 (tambahan) “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 mengakibatkan suatu akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderika kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
-
Pasal 48 ayat 1 diubah dan ditambah satu (1) ayat, yakni ayat 3.
-
Pasal 48 ayat 1 “ Isi akta tidak boleh diubah baik berupa penulisan tindih,
penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain.”
-
Pasal 48 ayat 3 (tambahan) ayat berbunyi “ Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaiaman dimaksud dalam ayat 1, dan ayat 2 mengakibatkan suati akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi dan bunga kepada Notaris.
-
Pasal 49 ditambah satu ayat menjadi Pasal 49 ayat 4 “Pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 mengakibatkan suatu akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.
-
Ketentuan Pasal 50 ditambah dua ayat yakni ayat 5 dan ayat 6.
-
Adapun Pasal 50 ayat 5, berbunyi “ Dalam hal terjadi perubahan baik berupa
penambahan, pencoretan, maupun penggantian, jumlah perubahannya dinyatakan pada
penutup akta”.
Pasal
50 ayat 6, berbunyi “Dalam hal ketentuan ayat 1 ayat 2 ayat 3, ayat 4 dan ayat
5 tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai sebagai akta di bawah tangan
dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
-
Ketentuan Pasal 51 ayat 2 diubah dan ditambah satu ayat, yakni ayat 4.
Adapun
Pasal 51 ayat 2 yang diubah dan ditambah, berbunyi sebagai berikut “ Pembuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dihadapan penghadap, saksi, dan
Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang hal
tersebut pada minuta akta asli dengan penyebutan tanggal dan nomor akta berita
acara pembetulan.
Pasal
51 ayat 4 (tambahan), berbunyi “ Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
-
Ketentuan Pasal 60 ayat 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut “ Akta yang
dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti dicatat dalam daftar akta.
-
Ketentuan Pasal 63 ditambah satu ayat , yakni ayat 6, berbunyi sebagai berikut
“ Dalam hal protocol Notaris tidak diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Majelis Pengawas Daerah berwenang
untuk mengambil protocol Notaris.
-
Ketentuan Pasal 65 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut “ Notaris, Notaris
Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta
yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan
kepada pihak penyimpan protokol Notaris.
-
Diantara Pasal 65 dan Pasal 66 disisipkan satu pasal, yakni Pasal 65 A, yang
berbunyi sebagai berikut “ Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 54, Pasal 58,
Pasal 59 dikenai sanksi berupa :
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pemberhentian sementara;’
c.
Pemberhentian dengan hormat, dan atau
d.
Pemberhentian dengan tidak hormat.
-
Pada Bab VIII diubah, penyebutannya menjadi PENGAMBILAN FOTOCOPY MINUTA AKTA
DAN PEMANGGILAN NOTARIS, yang sebelumnya hanya memuat tulisan PENGAMBILAN
MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS.
-
Ketentuan Pasal 67 ayat 6 diubah sehingga berbunyi “ Ketentuan mengenai
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 (lima) berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
-
Diantara ayat 2 dan ayat 3 pada Pasal 69 disisipkan satu ayat, yakni ayat 2 a,
sehingga berbunyi “ Dalam hal disuatu Kabupaten atau Kota, jumlah Notaris tidak
sebanding dengan jumlah anggota Majelis Pangawas Daerah, maka dapat dibentuk
Majelis Pengawas Daerah Gabungan untuk beberapa Kabupaten atau Kota.
-
Ketentuan Pasal 73 ayat 1 huruf e diubah dan huruf g di hapus. Pasal 73 ayat 1
huruf e, berbunyi “ memberikan sanksi berupa peringatan tertulis”.
-
Ketentuan Pasal 81 diubah, sehingga berbunyi “ Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata
kerja, anggaran serta tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas di atur dengan
Peraturan Menteri.
-
Ketentuan Bab XI dihapus, pada UU JN disebutkan bahwa Bab XI mengatur ketentuan
saksi.
-
Diantara Pasal 91 dan pasal 92 disisipkan satu pasal yakni Pasal 91 A, yang
berbunyi sebagai berikut “Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini
ditetapkan paling lama satu (1) tahun terhiutng sejak Undang-Undang ini
diundankan.
Catatan
Penulis
Dari ketentua di atas DAPAT
DITARIK KESIMPULAN UNDANG-UNDANG No. 2 Tahun 2014 Perubahan UU No. 30 tahun 2004 Tentang JABATAN NOTARIS, tidak
menggambarkan suatu perubahan secara filosofi dan norma dan teori hokum yang
berlaku.
Hal ini terlihat dari
penyesuaian dalam perubahan, terkesan tambal sulam, dan tidak bermakna
sebagaimana perubahan tersebut, terhadap jabatan Notaris sebagai pejabat yang
ditunjuk oleh UU untuk membuat akta-akta otentik, yang memiliki nilai
otentisitas sebagai bukti yang sempurna. Seharusnya dalam perubahan tersebut,
harusnya memetakan segala permasalahan yang sedang dijalankan oleh
seorang Notaris. Permasalahan itu dapat berupa :
1.
Jika akta yang dibuat oleh Notaris dalam rangka untuk memberikan jaminan
kepastian hokum, ketertiban dan perlindungan hokum sebagaimana yang dibutuhkan
pada alat bukti tertulis yang bersifat otentik dilihat dari keadaan, persitiwa,
atau perbuatan hokum yang diselenggarakan melalui jabatan Notaris tersebut,
maka profesi Notaris adalah profesi dalam pelayanan hokum kepada masyarakat,
yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hokum tersebut.
2.
Dari ketentuan tersebut, apakah makna jabatan tersebut telah melekat pada
nilia-nilai dan norma yang berlaku yang didalamnya tergambarkan pada kode etik,
maupun pada aturan hokum yang berlaku saat ini dalam UU no. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Namun yang terlihat, antara kode etik dan UU yang
berlaku saat ini tidak dapat berjalan seirama dan terkesan tidak bermakna, pada
hal keduanya ibarat satu kesatuan untuk kepentingan Jabatan Notaris itu
sendiri. Ambil contoh mengenai keberadaan Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan
fungsi Dewam Kehormatan Notaris itu sendiri. Hal ini menjadi ketidak
jelasan fungsi MPD dan fungsi Dewan Kehormatan itu sendiri. Seolah-olah semua
permasalahan itu dapat diselesaikan oleh MPD.
3.
Sampai saat ini, kita dan saya, masih bertanya-tanya apakah pengawasan Notaris,
melalui dibentuknya MPD ditingkat daerah dan MPW ditingkat Propinsi dan MPP di
Pusat, yang keanggotaannya berasal dari tiga unsur yaitu Pemerintah, Akademisi
dan dari unsur Notaris sendiri apakah dapat berjalan efektif dalam menempatkan
hak dan kewajiban Notaris. Karena kita tahu filosofi dari pengawasan adalah
bentuk pengaturan yang memberikan tempat kepada Notaris dalam rangka
menjalankan jabatannya sebaik mungkin, karena yang tahu keberadaan diri Notaris
itu adalah Notaris itu sendiri.
4.
Oleh karena itu penulis, menilai keberadaan MPD tidak menjadi efektif dalam
rangka pengawasan Notaris dalam menjalankan jabatan, seharusnya menempatkan
pengkaryaan kembali peran-peran Fungsi Dewan Kehormat dari Ikatan
Notaris. Karena penulis beranggapan MPD adalah alat dari kekuasaan atau
eksekutif (Pemerintah), dimana tidak memiliki hak, dan pengaturan pemberian
sanksi tersebut memuat nilai-nilai kekuatan eksekutorial adalah domein
dari Yudikatif dalam hal ini Pengadilan. Karena prodak yang dihasilkan Notaris
adalah alat bukti hokum sebagai bagian perbuatan yang dilegalkan secara hokum
yang berlaku.
5.
Karena secara nyata, secara teori hokum, peran eksekutif dalam hal ini
pemerintah tidak punya hak melalui MPD, MPW dan MPP untuk memberikan sanksi
baik secara teguran secara lisan, tertulis dan pemberhentian dengan hormat dan
tidak hormat. Karena ini adalah wilayah Yudikatif. Inilah yang seharusnya
menjadi penilaian bagi para legislator dalam menyusun perubahahan UU Jabatan
Notaris untuk lebeih baik lagi. Karena setiap putusan yang dikeluarkan oleh
MPD, MPW dan MPP yang ditujukan kepada Notaris terperiksa membahasakan pada
putusan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA",
secara aturan dan teori yang berlaku berada pada wewenang YUDIKATIF, bukan
EKSEKUTIF sebagaimana pembentukannya selama ini. Inilah kesalahan yang
sebenarnya terjadi, pada UU JN.
6.
Penulis menilai, kembalikan proses pengawasan Notaris kepada Pengadilan
setempat, karena inilah yang sesuai dengan teori hokum yang berlaku.
7.
Begitu juga mengenai perubahan dalam RUU JN, dari beberapa Pasal yang ada,
dapat dimugkinkan sanksi Notaris yang nyata-nyata telah melanggara dari UU
Jabatan Notaris diberikan sanksi pemberhentian dengan hormat (lihat Pasal 84
dan Pasal 85) maupun pada RUU JN dari semua Pasal yang dirubah memuat
adanya sanksi-sanksi :
·
Teguran lisan,
·
Teguran tertulis
·
Pemberhentian sementara,
·
Pemberhentian dengan hormat, dan
·
Pemberhentian dengan tidak hormat.
8.
Karena penulis beranggapan, namanya sanksi tidak ada memuat sanksi
pemberhentian dengan hormat. Hal inilah yang tidak dinilai secara aturan yang
berlaku dan filosofinya.
9.
Untuk itu penulis beranggapan, rekan-rekan melalui Ikatan Notaris Indonesia
(INI) harus mengkaji lebih lanjut dalam rangka perubahan UU Jabatan Notaris.
Dengan mengkaji secara filosofi hokum, teori hokum dan ilmu hokum yang sesuai
dengan makna perubahan yang sebenarnya dalam menempatkan Jabatan Notaris
sebagai Jabatan yang memiliki makna yang sebenarnya sebagai Pejabat Umum yang
diberi hak untuk membuat akta-akta otentik yang dihasilkan sebagai bukti
sempurna.
10.
Jangan dipaksakan RUU JN ini disahkan, jika seandainya tidak memiliki makna
perubahan yang sebenarnya.
Salam
Bambang
Syamsuzar Oyong, SH., MH
Notaris Banjarmasin
Komentar
Posting Komentar