Mengenai Yayasan

POLEMIK MENGENAI YAYASAN TERHADAP
PENYELENGGARA PENDIDIKAN FORMAL

Pada tanggal 26 Maret 2011 yang lalu, diharian Kompas memuat suatu judul “Yayasan Butuh Solusi”, terhadap Yayasan yang penyelenggara pendidikan formal yang belum menyesuaian diri dengan UU Yayasan yang berlaku saat ini.
Dari pemberitaan tersebut, hampir 90 persen dari 21.000 Yayasan yang berdiri, yang menyelenggarakan pendidikan formal, baik didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat belum menyesuaikan diri ke dalam UU Yayasan. Maka diartikan Yayasan tersebut masuk kategori sebagai Yayasan ilegal sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum dari Kementerian Hukum Dan HAM RI, Bapak DR. Aidir Amin Daud, SH.
Hal ini sebenarnya sudah lama menjadi permasalahan, namun sampai saat ini belum ada solusi yang jelas dari Pemerintah, disaat ketidaktahuan dari para pendiri Yayasan saat diundangkannya UU Yayasan.
Untuk mengetahui duduk persoalan, penulis beranggapan, bahwa Pemerintah tidak begitu serius untuk membenahi Yayasan sebagai badan hukum, khususnya yang menyelenggarakan pendidikan formal selama ini. Pendidikan yang merupakan salah satu faktor utama untuk mencapai kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas pada Pasal 31 ayat (1) (2)(3)dan(4) UUD 1945, telah menunjukan kegamangan pemerintah, dengan arah yang tidak jelas meletak dasar yang permanen terhadap kebijakan dibidang pendidikan.
Ini terlihat, saat diberlakukannya UU No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang hanya sempat diberlakukan satu tahun tiga bulan, saat diundangkannya pada tanggal 16 Januari 2009. Oleh Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian UU BHP tersebut dicabut, karena dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 melalui putusan perkara Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU/VII/2009, tertanggal 31 Maret 2010. Pada hal UU BHP merupakan amanah dari UU N0 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 53 ayat (1) berbunyi : “Penyelenggara dan /atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan”. Maksud diberlakukannya UUD BHP ini tidak lain untuk memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada setiap badan hukum pendidikan gunanya untuk menghidari pengaruh kekuatan ekonomi, politik, sosial dan lainnya.
Saat dinyatakan UU BHP tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, berakibat secara langsung terhadap keberadaaan Badan Hukum Pendidikan yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun oleh Masyarakat atau pihak swasta. Disamping itu juga, putusan MK juga berpengaruh terhadap Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara (BHP Penyelenggara) baik berbentuk Yayasan, Perkumpulan dan atau badan hukum lain yang sejenis yang telah melaksanakan tata kelola untuk menjadi Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM). Namun kenyataannya sampai saat ini tidak ada satu peraturan yang dikeluarkan Pemerintah perihal dibatalkannya UU BHP. Ini berpengaruh terhadap Yayasan yang telah melaksanakan tata kelola untuk menjadi Badan Hukum Pendidikan Masyarakat sebagai Badan Hukum Pendidikan. Inilah yang dinamakan kevakuman hukum, disaat pemerintah tidak berbuat apa-apa.
Seharusnya Pemerintah sebagai regulator memberikan petunjuk kepada masyarakat saat dibatalkannya UU BHP dengan mengeluarkan beberapa peraturan baik dalam bentuk Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan peraturan lainnya. Maupun dengan secapatnya merevisi UU BHP untuk mengakomodir terhadap pelaksanaan penyelenggara pendidikan formal kearah otonomi dibidang pendidikan.
Telah menjadi kebiasaan umum, bahwa setiap penyelenggaraan pendidikan formal selama ini berbetuk badan hukum Yayasan dan terikat terhadap segala ketentuan yang mengatur pada UU Yayasan baik pada UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan, UU No. 24 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan.
Dalam UU Yayasan telah disebutkan secara jelas bahwa Yayasan sebagai badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang didirikan dengan pemisahan kekayaan pendirinya, dan tidak diarahkan pada pencapaian keuntungan, melainkan untuk tujuan dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian. Pada bidang sosial terdapat adanya penyelenggaraan lembaga formal dan non formal. Selama ini menjadi payung hukum untuk menyelenggarakan pendidikan formal yang berjenjang dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Saat diberlakukannya UU Yayasan, timbul persoalan yang sangat krusial saat ini mengenai keberadaan Yayasan yang telah ada saat belum diberlakukannya UU Yayasan, apakah Yayasan tersebut sebagai badan hukum ? Karena korelasi yayasan sebagai badan hukum menyangkut hak dan kewajiban dan tanggung jawab. Untuk itu, UU Yayasan pada Pasal 71 mengakomodir bahwa Yayasan tersebut tetap diakui sebagai badan hukum asal saja telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU Yayasan. Persyaratan yang dimaksud adalah Yayasan yang telah didaftarakan di Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R I, atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin penyelenggara (izin operasi) dari instansi terkait yang memberikan izin, dinyatakan sebagai badan hukum. Maka dalam waktu lima (5) tahun sejak diberlakukannya UU Yayasan, para pendiri Yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasar Yayasan tersebut ke dalam UU Yayasan yang ada. Hal ini dipertegas lagi pada ketentuan Pasal 71 UU No. 28 Tahun 2004, Yayasan harus segera disesuaikan paling lambat tiga (3) tahun sejak diberlakukannya UU tersebut.
Untuk itu jika kita hitung-hitung dari ketentuan yang ada, maka untuk itu proses penyesuaian anggaran dasar Yayasan sebagai badan hukum paling lambat ditetapkan pada tanggal 6 Oktober 2009 yang lalu. Apabila Yayasan tersebut tidak menyesuaikan anggaran dasar Yayasan sebagaimana yang diamanahkan, maka konsekuensinya bahwa Yayasan tersebut tidak diperkenankan memakai kata “Yayasan” didepan namanya. Ini sama saja diartikan Yayasan tersebut bubar dan UU meminta Yayasan yang bersangkutan untuk melikuidasi. Ketentuan ini sama juga diartikan bahwa Yayasan yang bersangkutan sebagai Yayasan yang illegal, maka Yayasan yang bersangkutan tidak diperkenankan melakukan tindakan hukum apapun, selain melakukan tindakan pemberesan dalam rangka likuidasi.
Jika benar apa yang dikatakan oleh Dirjen Administrasi Hukum Umum dari Kementrian Hukum Dan HAM RI, yang mengatakan hampir 90 persen dari Yayasan yang didirikan saat ini, sebanyak 21.000 Yayasan belum menyesuaikan anggaran dasar Yayasannya kepada UU Yayasan, saat batas waktu yang telah ditetapkan, maka 90 persen itu pula Yayasan yang ada di Indonesia ini dinyatakan sebagai Yayasan yang dikategorikan illegal. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap nama Yayasan yang harus dicek kembali, sebelum disesuaikan. Apabila nama Yayasan tersebut telah digunakan pihak lain dan terdaftar, maka Yayasan yang bersangkutan tidak diperbolehkan memakai nama yang sama. Ini baru dari segi nama Yayasan. Bagaimana kebijakan Yayasan terhadap penerimaan mahasiswa baru, mengeluarkan ijasah kelulusan, bekerja sama dengan pihak ketiga, mendapat dana hibah dari pemerintah atau dari pihak lainnya, pada saat Yayasan belum berbadan hukum dan belum menyesuaikan anggaran dasarnya kedalam UU Yayasan yang ada. Dimana Yayasan tersebut tidak diperkenankan memakai nama Yayasan didepan namanya. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap Yayasan, baik itu mahasiswa, staf pengajar (dosen), orang tua mahasiswa, perbankan pada saat Yayasan sebagai debitur dalam kredit, atau pihak ketiga yang melaksanakan kerja sama.
Hal ini karenakan belum pahamnya sebagian golongan masyarakat terhadap mekanisme pengaturan Yayasan sebagai badan hukum, dan juga kepada Pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan regulasi terhadap Yayasan yang menyelenggarakan pendidikan formal, baik dari Kantor Kementerian Pendidikan Nasional RI, Kantor Kementerian Agama RI dan Kantor Kementerian Hukum Dan HAM RI, maupun dinas ditingkat I dan II dalam mengeluarkan ijin penyelenggaraan pendidikan formal untuk satuan jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Yang selama ini tanpa memperhatikan keberadaan Yayasan tersebut apakah telah berbadan hukum atau belum.
Tidak ada cara lain yang harus dilakukan, melainkan untuk segera merevisi UU Yayasan yang ada atau melakukan hak uji materiil UU Yayasan apakah bertentangan dengan UUD 1945, melalui Mahkamah Konstitusi. Semoga ini menjadi masukan kepada para pendiri Yayasan dan Pemerintah.



Bambang Syamsuzar Oyong
Notaris-PPAT Banjarmasin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS