MENGGUGAT KEBERADAAN PARA POLITISI, PEJABAT DAN RELAWAN SELAKU ORGAN PADA PERUSAHAAN BUMN



MENGGUGAT KEBERADAAN PARA POLITISI, PEJABAT DAN RELAWAN  
SELAKU ORGAN PADA PERUSAHAAN BUMN

Fokus pemberitaan media cetak dan media elektronik beberapa hari ini, menyoroti dari pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah komando  Menteri Negara BUMN Rini M Soemaryono dengan melakukan perombakan susunan direksi dan komisaris selaku organ terhadap  empat perusahaan BUMN  yaitu PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Ada hal yang sangat menarik dalam jajaran komisaris baru tersebut, ada sejumlah nama yang dikenal sebagai pejabat pemerintah, politisi, akademisi, hingga relawan Jokowi. Semunya diberikan jabatan strategis dengan posisi selaku Komisari Utama, Komisaris Idenpenden dan juga selaku Direktur BUMN.
 Penempatan para pejabat tersebut mungkin menimbulkan pertanyaan sebagian orang, jika kita ingin meningkatkan kinerja BUMN yang ada saat ini. Apakah para pejabat, politisi dan relawan tersebut  sebagai langkah yang tepat dalam meningkatkan kinerja BUMN ? Ini yang patut dipertanyakan. Dibentuknya Perusahaan BUMN  oleh negara tidak lain untuk   mendorong dalam mengembangkan aktivitas perekonomian nasional, disamping memberikan sumbangan pendapatan kepada negara. Namun yang terjadi saat ini, kinerja BUMN selaku badan usaha milik negara tidak segesit  dibandingkan pada perusahaan swasta nasional.
 Meruginya beberapa BUMN dilihat dari beberapa sektor khususnya sektor tranportasi, sektor pelabuhan, sektor pertambangan, dan sektor perkebunan. Walaupun negara telah melakukan beberapa cara, khusus  dengan penambahan penyertaan modal negara kepada beberapa BUMN, namun kinerja yang diharapkan tidak juga tumbuh lebih baik.  Salah satu  BUMN  yang  terlihat merugi adalah  Perseroan Terbatas PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA), yang sejak pertengahan tahun 2013 lalu  dibekukan ijin terbangnya oleh Menteri Perhubungan. Kasus PT. MNA  salah satu contoh  salah kelola BUMN yang dilakukan oleh direksi dan dewan komisaris. Dicabutnya ijin terbang tersebut akibat adanya beban hutang yang begitu besar yang ditanggung oleh PT. MNA. Mau tidak mau beban utang PT. MNA ini  menjadi beban hutang negara.
Pengelolaan BUMN yang serampangan dengan menempatkan orang-orang yang tidak kredibel dalam susunan direksi dan dewan komisaris, selalu saja terjadi. Seolah kesalahan yang sama selalu terulang. Pemerintah pusat tidak mau belajar dari beberapa kejadian terhadap perusahaan BUMN yang mati suri yang tidak bisa memberikan kontribusi yang berarti kepada negara dari sektor pendapatan. Malah negara menjadi penyangga kerugian yang dialami beberapa perusahaan BUMN tersebut.
 Cara-cara yang dilakukan pemerintah pusat tersebut, seperti mengulang pendahulunya. Maka sudah saatnya rakyat meminta pertanggung jawaban keuangan negara terhadap penyertaan modal negara kepada beberapa perusahaan BUMN. Kesalahan tidak dapat dilimpahkan kepada manajemen perusahaan BUMN semata, kesalahan tetap menjadi beban pemerintah yang tidak cakap dan dengan sengaja melakukan pembiaran kerugian yang terjadi terhadap perusahaan BUMN. Apalagi Menteri Negara BUMN pernah mewacanakan rencana penambahan penyertaan modal negara (PMN) terhadap beberapa BUMN sebesar 74,9 Triliun, untuk dimasukan  pada APBN P 2015, yang oleh DPR dianggap terlalu besar, dan sangat berlebihan.   

 Pemerintah tidak dapat memposisikan dirinya selaku pemegang saham tunggal dan melakukan semaunya aturan menurut caranya sendiri. Namun pemerintaah pusat lupa kebijakan yang dilakukan itu selalu harus dipertanggung jawabkan kepada rakyat. Maka rakyat punya hak untuk mempertanyakan kebijakan pengangkatan orang-orang yang berasal dari partai politik, para mantan pejabat dan relawan untuk diduduki pada organ perseroan BUMN. Karena  pada dasarnya rakyat punya hak untuk mendapatkan pertanggung jawaban tersebut. Sebagaimana termuat pada prinsip  teori pertanggung jawaban perusahaan melalui teori piercing the corporate veal (menyingkap tirai perusahaan). Hal itu sangat dimungkinkan.
Kebijakan Yang Melanggar Aturan
Penempatan para pejabat, politisi dan relawan patut dipertanyakan menyangkut kemampuan, kapabilitas, integritas dan disiplin ilmu yang dimiliki,  walaupun ini merupakan wewenang sepenuh pemerintah melalui Menteri BUMN, dalam menetapkan para pejabat, politisi dan relawan itu pada jajaran komisaris dan direksi BUMN selaku organ perseroan. Tapi mohon diingat  walaupun pemerintah selaku pemegang saham tunggal  BUMN  bukan berarti pemerintah semaunya menempatkan para pejabat, politisi dan relawan  pada jajaran komisari dan direksi BUMN, jika di tinjau berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No 04/2009. Peraturan ini sangat jelas menyebutkan bahwa keberadaan direksi dan dewan komisaris tidak dibenarkan berasal dari partai politik.
Argumentasi yang sangat sederhana disampaikan oleh Menteri BUMN, mengatakan bahwa penunjukkan para pejabat, politisi dan rerlawan Jokowi pada jajaran direksi dan Dewan komisaris BUMN sesuatu yang wajar dan bukan dilihat dari kedekan historis dalam proses mendukung pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI. Mungkin tidak sesederhana dalam peningkatan kinerja BUMN. Penempatan pihak-pihak tersebut yang hanya didasari subjektif tanpa nilai profesionalitas, akan menjadi beban dan tanggungan yang berat dari keberadaan BUMN yang bersangkutan. Apalagi keberadaan BUMN dalam segi kinerja dalam beberapa tahun ini berlum maksimal.
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, seperti mengulang para pendahulunya, berakibat pada kinerja dan optimalisasi keberadaan BUMN selaku lembaga penyangga perekonominan nasional. Walaupun pemerintah selalu mengelak bahwa jabatan Komisaris yang ditempatkan para pejabat, Politisi dan relawan  sebatas memberi pengawasan kepada perusahaan BUMN yang ada. Argumen yang sampaikan pemerintah terkesan sangat mensederhanakan permasalahan yang ada.  Pada hal peran komisaris pada perseroan terbatas tidah hanya sebatas memberikan pengawasan kepada pelaaksanaan pekerajaan direksi perseroan, melainkan melakukan supervisi, melebihi pada arti pengawasan secara umum. Maka dibutuhkan orang-orang yang benar-benar menguasai bidang secara profesional. Dewan Komisaris juga memiliki adil untuk diminta pertanggung jawaban oleh  para pemegang saham pada saat perseroan mengalami kerugian atau perseroan tidak bekerja sebagaimana yang diamanahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan. Karena kerugian perseroan tidak hanya dilimpahkan pada tanggung jawab semata pada direksi, melainkan juga pada komisaris perseroan. Apakah langkah ini pernah diterapkan pemerintah untuk meminta pertanggung jawab dewan komisaris pada perusahaan BUMN pada saat didapati mengalami kerugian yang cukup besar pada pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham ? Hal ini mugkin tidak akan pernah dilakukan pemerintah. Maka akan menjadi benar, argumen yang disampaikan para pengamat, bahwa penempatan para politisi, para pejabat dan relawan  pada kedudukan direksi dan dewan komisari perusahan BUMN tidak lain adalah sebagai kompensasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi melalui Menteri Negara BUMN, karena turut andilnya para pejabat, politisi dan relawan  dalam memenangkan Jokowi selaku Presiden RI, dengan tidak melihat segi profesionalitas yang bersangkutan, pantas atau tidaknya yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana mungkin seorang Refly Harun, pengamat hukum tata negara mengemban tugas selaku komisaris pada Perseroan Terbatas PT. Jasa Marga (Persero) Tbk ? Pada hal kita tahu perusahaan Perseroan Terbatas PT. Jasa Marga tersebut bergerak dan selaku operator dalam merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi dari pada jalan umum bukan tol. Apalagi yang bersangkutan juga merangkap selaku staf khusus Menteri Sekretaris Negara Bidang Hukum.
Untuk melihat permasalahan tersebut, mungkin dimulai dari pembahasan ketentuan Pasal 108 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), mengenai kedudukan dan fungsi Dewan Komisaris. Pasal 108 ayat 1 UUPT menyebutkan bahwa dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, maupun jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun  usaha perseroan dengan memberi nasihat kepada direksi. Ketentuan pasal ini bukan dalam arti untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, melainkan memberikan nasehat untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Fungsi pengawasan dapat mencangkup audit keuangan, audit organisaisi, dan audit personalia. Sedangkan fungsi penasehat dalam hal pembuatan agenda program perseroan, dan pelaksanaan agenda program perseroan, gunanya agar perseroan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum yang berakibat timbulnya kerugian baik terhadap perseroan, shareholder dan stakeholder.
Untuk pelaksanaan tugas tersebut komisaris harus tunduk pada prinsip-prinsip yuridis menurut ketentuan yang tercantum pada UUPT. Komisaris disamping sebagai badan pengawas, juga merupakan badan independen dalam arti dan posisi bahwa komisaris tidak tunduk pada kekuasaan siapapun. Komisaris melaksanakan tugas semata-mata hanya untuk kepentingan perseroan. Jangan sampai timbul istilah bahwa para pejabat, politisi dan relawan  yang duduk pada jajaran dewan komisari perusahaan BUMN  hanya selaku komisaris kosmetik yaitu komisaris yang bertugas melegitimasi semua dan segala keputusan  direksi dengan tanpa kontrol dan pembiaran. Atau diposisikan sebagai komisaris pajangan yaitu komisaris yang dipasang untuk menakut-nakuti orang atau badan apabila ada pihak-pihak yang ingin memprotes segala kebijakan dari perseroan. Hal ini sangat mungkin terjadi.
Maka sangat wajar  masyarakat menagih janji Presiden Jokowi dengan nawa cita berupa sembilan agenda prioritas utama saat kampanye politik terdahulu untuk benar-benar dijalankan. Dengan prinsip  menjalankan kebijakan untuk kepentingan rakyat dan bukan kepentingan elit atau kelompok.

Bambang Syamsuzar Oyong
(Notaris PPAT Banjarmasin)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS