TANAH DAN PERATURAN
TANAH DAN PERATURAN
Dalam kehidupan manusia, keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala
tindak tanduk manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat, bagi manusia
untuk menjalani dan metanjutkan kehidupannya. Oleh karena itu, tanah sangat
dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga sering terjadi sengketa di
antara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan
kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.
Dalam Hukum Adat, tanah merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan
antara manusiaa dengan tanah sangat erat, seperti yang telah dijelaskan di
atas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk menjalani dan melanjutkan
kehidupannya.
Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanan
di mana mereka dimakamkan dan terjadi tempat kediaman orang-orang halus
pelindungan beserta arwah leluhurnya. Tanah adat merupakan milik dari
masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dahulu. Tanah telah memegang
peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu
negara, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya
berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio shie qua non.
A.Hukum Tanah
Adat dalam Hal Hak Persekutuan atau Hak Pertuanan
Umat manusia ada yang berdiam di suatu pusat tempat kediaman yang
selanjutnya disebut masyarakat desa atau ada yang berdiam secara tersebar di
pusat-pusat kediaman yang sama nilainya satu sama lain di suatu wilayah yang
terbatas, yang dalam hal ini merupakan suatu masyarakat wilayah.
Persekutuan masyarakat seperti itu, berhak atas tanah itu, mempunyai
hak-hak tertentu atas tanah ituu dan melakukan hak itu baik keluar maupun ke
dalam persekutuan. Berdasarkan atas berlakunya hak tersebut ke luar, maka
persekutuan masyarakat hukum adat itu sebagai kesatuan yang berkuasa, memungut
hasil dari tanah itu dengan membatasi adanya orang-orang lain yang melakukan
hal yang serupa itu. Juga, sebagai suatu kesatuan masyarakat, mereka
bertanggung jawab terhadap orang-orang dari luar masyarakat itu atas
perbuatan-perbuatan pelanggaran di wilayah tanah masyarakat itu.
Sifat yang khusus dari hak pertuanan atau persekutuan terletak pada daya
timbal-balik daripada hak itu terhadap hak-hak yang melekat pada orang
perorangan atau individu. Semakin kuat hubungan individu dengan tanah, makin
memperdalam hubungannya dengan hukum perseorangan (terhadap tanah itu), dan
makin kecillah hak yang dimiliki masyarakat terhadap sebidang tanah itu.
Apabila anggota persekutuan melewati batas penggunaannya itu, misalnya
melakukan penggarapan tanah untuk kepentingan perdagangan (trading) dalam
artian untuk memperkaya diri sendiri, maka mereka akan diperlukan seberapa jauh
sebagai orang-orang dari luar persekutuan, yang selanjutnya hak-hak persekutuan
yang bersifat ke luar akan diberlakukan terhadap mereka. Sekali laai di sini
dapat terlihat bahwa sifat tanah itu benar-benar adalah bersifat sosial adanya.
Selanjutnya, anggota persekutuan masyarakat itu juga memiliki hak untuk
membuka tanah (ontginningsrecht), yaitu adanya penyelenggaraan suatu
hubungan sendiri terhadap sebidang tanah sebagai bagian dari lingkungan hak
pertuanan. Hak membuka tanah itu menurut hukum adat adalah hanya salah satu
daripada fanda munculnya nak persekutuan atau beschikingsrecht dan hanya
ada pada anggota-anggota masyarakat atau tanah-tanah di lingkungan hak
pertuanan itu sendiri.
Para pernimpin masyarakat adat juga memiliki hak untuk mencabut kembali hak
pakai atas tanah karena alasan-alasan tertentu. Misalnya, apabila lahan lama
telah lama ditinggalkan, atau si penggarap telah meninggal dunia tanpa
mempunyai ahli waris, atau karena suatu perjanjian tertentu masyarakat hukum
adat, atau karena si perjanjian telah berkelakuan kurang baik terhadap persekutuan
hukum.
Hak persekutuan atau pertuanan juga dapat berlaku ke luar. Dalam hal . hak
persekutuan atau beschikkingsrecht berlaku ke luar, orang-orang di luar
persekutuan, misalnya orang-orang dari persekutuan tetangga, hanya boleh
memungut hasil dari tanah tersebut, dan atau sudah membayar dana pengakuan di
muka serta dana ganti rugi di kemudian hari. Hak sedemikian ini hanya dapat
dimiliki oleh orang tersebut dalam tempo yang terbatas, biasanya dalam praktik
yaitu satu kali panen saja, dengan kemungkinan untuk dilanjutkan lagi. Orang
luar tersebut tidak akan pernah memiliki hak untuk memiliki tanah tersebut,
bahkan hak-hak mereka dapat saja dibatasi oleh persekutuan dalani hal membuat
perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan tanah.
Hal lain yang dapat menimbulkan konflik di bidang pertanahan adalah karena
tidak jelasnya pembatasan daerah atau tanah persekutuan atau beschikkingsrecht.
Artinya, ukuran yang digunakan dalam bidang pertanahan menurut hukum adat
adalah konstruksi yuridis yang abstrak, sehingga batas-batas pertanahan
antara persekutuan hukum adat yang satu dengan yang lainnya yang bertetanggaan
sering kali tidaklah jelas adanya. Ketika satu persekutuan hukum adat mengklaim
batas tertentu tanahnya, bisa jadi itu sudah dianggap melampaui batas yang
telah diklaim oleh persekutuan hukum adat tetangganya.
Hal lain yang membuat aspek sedemikian itu rawan konflik, adalah adanya
prinsip bahwa tanah persekutuan atau pertuanan tersebut tidak dapat dipindahtangankan
(onvervreemdbaarheid). Artinya, pada waktu terjadi perbedaan pendapat
tentang kepemilikan hak antar persekutuan hukum tentang batasbatas tanah
tersebut, masing-masing persekutuan hukum akan membela haknya dengan segala
cara. Mereka tidak akan pernah mengizinkan haknya atas tanah yang telah mereka
klaim, yang mungkin telah terjadi untuk waktu yang cukup lama, lepas begitu
saja.
Dalam hal beschikkingsrecht, yang dimaksnd adalah hak menguasai atau
memakai tanah. Hal ini merupakan pendapat dari Prof. Van Vollenhoven. Sehingga,
fungsi ke dalam maupun ke luar dapat disimpulkan sebagai hak pakai oleh setiap
warga masyarakat daerah persekutuan atas tanah demi kepentingan bersama dalam
masyarakat daerah persekutuan serta persekutuan lainnya.
Sementara itu, ada juga hak perseorangan atau individu atas tanah. Dalam
hal ini ada beberapa hak perorangan atau individu dalam tertib hukum masyarakat
persekutuan, antara lain hak milik atas tanah, yaitu hak yang dimiliki oleh
anggota persekutuan terhadap hak ulayat. Pada dasarnya, yang bersangkutan belum
mempunyai kekuasaan penuh atas tanah yang dimilikinya atau dikuasainya
tersebut. Artinya, belum bisa menguasainya secara bebas, karena hak milik ini
masih mempunyai fungsi sosial. Fungsi sosial dimaksud akan terlihat dengan
jelas dan dibahas lebih lanjut dalam pokok bahasan berikutnya. Sehingga, jika
seandainya persekutuan sewaktu-waktu membutuhkan tanah itu, maka hak milik
dapat menjadi hak persekutuan kembali. Di Bali, hal seperti ini dikenal dengan
istilah kelakeran.
Hak menikmati, yaitu hak yang diberikan persekutuan pada seseorang untuk
memungut hasil darj tanah tersebut untuk satu kali panen saja. Hak ini mirip
dengan hak yang dinikmati oleh orang asing atau orang luar persekutuan atas
tanah persekutuan. Hanya saja, perseorangan anggota persekutuan tidak dituntut
untuk membayar biaya atau ganti rugi tertentu.
Hak yang dibeli, vaitu hak yang diberikan pada seseorang untuk membeli
tanah dengan mengesampingkan orang lain. Hal ini terjadi karena yang membeli
itu adalah sanak saudara dari si penjual, atau tetangganya, atau berasal dari
satu anggota persekutuan yang sama, Hak memungut hasil karena jabatan, yaitu
hak yang diberi pada seseorang atau individu yang sedang memegang jabatan
tertentu di dalam persekutuan hukum adat tersebut, dan hak itu tetap ia miliki
selama memegang jabatan yang dimaksud seperti yang dibahas sebelumnya; “tanah
bengkok” di Jawa merupakan suatu contoh konkret tentang hak ini.
Hak pakai yaitu hak yang diberikan kcpada seseorang untuk mengambil hasil
dan sebidang tanah. Misalnya, di Minang ada hak atau sawah pusaka, sedang
anggota-anggota persekutuan mempunyai hak pakai atas tanah-tanah bagian sawah
pusaka yang dibagikan kepada mereka untuk dipungut hasilnya yang sering disebut
gamggan bantuak, di mana anggota-anggota persekutuan juga mernpunyai
hak pakai atas tanah kerabat yang tidak dapat dibagi-bagi, dan tokoh-tokoh
hukum adat setempat yang serupa dengan itu.
Hak gadai dan hak sewa, yaitu hak-hak yang timbul karena perjanjian atas
tanah. Hak gadai dari si pemegang gadai, juga halnya seseorang yang menyewa
tanah dengan pembayaran uang sewa lebih dahulu. Hak raja, yaitu hak yang
diberikan pada raja untuk memungut hasil karena kedudukannya.
Sebagaimana telah diketahui, sebelum berlakunya UUPA di Indonesia terdapat
dualisme dalam hukum pertanahan, yaitu yang bersumber pada Hukum Adat dan yang
bersumber pada Hukum Barat. UUPA mengakhiri dualisme tersebut dan menciptakan
unifikasi Hukum Tanah Nasional kita.
Sumber-sumber Hukum Tanah Nasional kita berupa norma-norma hukum yang
berbentuk tertulis dan tidak tertulis, sebagai berikut :
1. Sumber-sumber hukum yang tertulis:
- Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3);
- Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960);
- Peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA;
- Peraturan-peraturan yang bukan pelaksanaan UUPA; yang dikeluarkan sesudah tanggal 24 September 1960 yang karena sesuatu masalah perlu diatur;
- Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku berdasarkan ketentuan pasal-pasal peralihan.
2. Sumber-sumber hukum yang tidak
tertulis :
- Norma-norma Hukum Adat yang sudah di-saneer;
- Hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi dan praktik Administrasi.
Dalam hal tersebut, termasuk pula didalamnya kebiasaan dan tingkah laku
orang Indonesia terhadap tanah, yaitu sebagai berikut :
- Hak membuka tanah
- Transaksi-transaksi tanah
- Transaksi-transaksi yang berhubungan dengan tanah
Menurut penulis, Hukum Tanah Adat adalah hak pemilikan dan penguasaan
sebidang tanah yang hidup dalam masyarakat adat pada masa lampau dan masa kini,
ada yang tidak mempunyai bukti-bukti kepemilikan secara autentik atau tertulis,
yaitu hanya didasarkan atas pengakuan serta ada pula yang mempunyai bukti
autentik.
Hukum Tanah adat terdiri dari dua jenis, pertama hukum tanah adat
masa lampau. Hukum Tanah Adat masa lampau ialah hak memiliki dan menguasai
sebidang tanah pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, serta pada zaman
Indonesia merdeka tahun 1945, tanpa bukti kepemilikan secara autentik maupun tertulis.
Jadi, hanya berdasarkan pengakuan ciri-ciri Tanah Hukum Adat masa lampau adalah
tanah-tanah dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dan atau sekelompok
masyarakat adat yang memiliki dan menguasai serta menggarap, mengerjakan secara
tetap maupun berpindah-pindah sesuai dengan, daerah, suku, dan budaya hukumnya,
kemudian secara turun-temurun masih berada.
Kedua, hukum tanah adat masa kini, yaitu hak
memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman sesudah merdeka tahun 1945
sampai sekarang, dengan bukti autentik berupa:
1. Girik, Petuk
Pajak, Pipil
Misalnya di DKI Jakarta, girik terdiri dari 2 (dua) jenis, girik milik adat
yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh pribumi yang telah didaftarkan sebelum dan
sesudah tahun 1945. Tanah. tersebut pada umumnya di atas tanah hak
barat dan memang dari semula sudah dikuasai oleh pribumi. Kemudian apabila
dimohon haknya .sesuai dengan Ketentuan Peraturan Menteri Pertanian
dan Agraria, dapat diterbitkan sertifikat hak milik. Untuk mengetahui status
tanahnya dapat dilihat dari riwayat tanah. Dahulu yang menaeluarkan riwayat
tanah adalah Instansi Pajak Bumi dan Bangunan dan pada saat ini adalah Kantor
Kelurahan atau Kepala desa setempat.
2. Hak Agrarisch
Eigendom
Hak Agrarisch Eigendom adalah suatu hak ciptaan pemerintah
Belanda yang bertujuan akan memberikan kepada orang-orang Indonesia suatu hak
atas tanah yang kuat.
3. Milik Yayasan
Milik yayasan adalah tanah-tanah usaha bekas tanah partikelir yang
diberikan kepada penduduk yang mempunyainya dengan hak milik (hak yasan = hak
milik adat). Lihat ketentuan Pasal 5 UU No.1 Tahun 1958 tentang Penghapusan
Tanah-Tanah Partikelir.
4. Hak atas Druwe
Hak atas druwe adalah istilah hak milik yang dikenal di lingkungan
masyarakat hukum adat di Bali.
5. Hak atas Druwe
Desa
Hak atas druwe desa adalah bila masyarakat mernbeli tanah untuk dipakai
buat kepentingan-kepentingannya sendiri, maka di sini dapat disebut "hak
miliknya" dusun atau wilayah. Dikenal dalam masyarakat Bali dengan istilah
hak atas druwe desa.
6. Pesini
Pesini ialah harta kerabat tak terbagi-bagi yang di Minahasa disehat dengan
barang kalakeran. Mengenai keadaan tetap tak terbagi-baginya barang yang
diperoleh atas usaha perseorangan, yaitu barang pesini, misalnya tanaman-tanaman
di atas tanah kalakeran, maka bila pemiliknya itu mati lantas diwarisi sebagai
harta bersama dari golongan anak-cucunya orang yang meninggal dunia itu. Jadi,
golongan anak cucunya merupakan sebagian kecil dari kerabat seluruhnya yang
memiliki harta kalakeran.
7. Grant Sultan
Grant Sultan adalah semacam hak milik adat, diberikan oleh Pemerintah
Swapraja, khusus bagi kawula Swapraja, dan didaftar di Kantor Pejabat Swapraja.
8. Landerijenbezitrecht
Tanah-tanah landerijenbezitrecht oleh Gouw Giok Siong disebut tanah-tanah
Tionghoa, karena subjeknya terbatas pada golongan Timur Asing, terutama
golongan Cina.
9. Altidjddurende
Erfpacht
Altidjddurende Erfpacht adalah pemilikan tanah persil yang
berada di bawah sewa turun-temurun untuk selama-lamanya. (S.1915 No. 207, Pasal
1 ayat (1), Dalam Terjemahan Beberapa Staatsblad dan Bijblad tentang
Pengaturan Tanah Partikelir, Jakarta, 5 Juli 1988, hlm. 4). Golongan Timur
Asing di sekitar Jakarta banyak yang mempunyai tanah di atas apa yang disebut
"tanah partikelir" dengan "hak usaha", seperti orang-orang
pribumi.
10. Hak Usaha atas
Tanah Bekas Partikelir
Tanah usaha adalah bagian-bagian tanah partikelir yang dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) dari Peraturan tentang Tanah-Tanah Partikelir (S.1912-422). Lihat
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah
Partikelir. Pasal 6 ayat (1) 5.1912 Nomor 422 mengatakan: "Semua tanah
yang oleh penduduk pribumi dan penduduk yang disamakan dengan mereka diolah,
digarap atau dipelihara atas biaya dan risiko sendiri untuk dijadikan tempat
tinggal atau semacam itu, kecuali kekecualian yang terdapat dalam reglemen ini,
dianggap diberikan sebagai Tanah Usaha, dengan syarat membayar kepada Tuan
Tanah, pungutan-pungutan yang dalam hubungan itu harus dibayarnya.
11. Fatwa Ahli
Waris
Fatwa ahli waris adalah jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh
Bukti terhadap suatu masalah (dalam hal ini masalah pewarisan).
12. Akte Peralihan
Hak
Akte peralihan hak adalah perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berupa peralihan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
peralihan hak karena warisan, peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi dan peralihan hak tanggungan.
13. Surat Segel di
Bawah Tangan
Yaitu perbuatan hukum mengenai peralihan sebidang tanah atas kesepakatan
para pihak dan pemberian sepihak yang tidak dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Perbuatan hukum semacam ini pada umunuiya dilakukan masyarakat dan badan hukum
scbelum berlalunya PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
14. Surat Pajak
Hasil Bumi (Verponding Indonesia)
Surat Pajak Hasil Bumi (Verponding Indonesia) adalah tanah-tanah
yang dimiliki dan dikuasai oleh pribumi yang berada di atas hak-hak barat
dulunya. Kemudian didaftar di Kantor Pajak Pendaftaran Daerah dulunya sekitar
tahun 1960 sampai dengan tahun 1964. Khusus di wilayah Provinsi DKI
Jakarta, surat pajak hasil bumi (Verponding Indonesia) ini oleh Kantor
Pajak Pendaftaran Daerah telah diserahkan kepada Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta dan riwayat tanahnya dapat diperoleh
dari Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta. Dan kalau dimohon haknya bisa menjadi hak
milik.
15. Hak-Hak Lainnya
Sesuai dengan Daerah Berlakunya Hukum Adat tersebut
Selain hak-hak di atas, masih terdapat hak-hak tanah adat sesuai dengan
perkara yang telah putuskan oleh pengadilan.
1. Hak Perorangan
Hak perorangan ialah hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang
luar atas sebidang tanah yang berada diwilayah hak ulayat persekutuan yang
berasangkutan. Hak ini termasuk dalam hak ulayat, dan merupakan hak pribadi
kodrati atas lingkungan tanah dari masyarakat hukum adat, dimana ia menjadi
anggotanya.
Sifat dan ciri-ciri hak miliki :
1. Hak milik adalah hak yang terkuat
(Pasal 20 UUPA) sehingga harus didaftarkan.
2. Dapat beralih, artinya dapat
diwariskan kepada ahli warisnya. (Pasal 20 UUPA).
3. Dapat dialihkan kepada pihak yang
menienuhi syarat. (pasal 20 jo. Pasal 26 UUPA).
4. Dapat menjadi induk dari hak-hak
atas tanah yang lain, artinya dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lain,
yaitu hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak usaha bagi hasil,
dan hak menumpang.
2. Subjek Hak Milik
Dalam kaitannya dengan hak milik atas tanah, maka hanya warga negara
Indonesia yang mempunyai hak milik, seperti yang secara tegas dirumuskan dalam
Pasal 21 UUPA:
(1) Hanya warga Regara Indonesia dapat
mempunyai hak milik.
(2) Oleh pemerintah ditetapkan
badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya
undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau
pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang
mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya
wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak
tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah angka waktu tersebut
lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan
tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan dan tanahnya jatuh pada negara,
dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping
kcwarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak
dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat
(3) Pasal ini.
3. Terjadinya Hak Milik
Terjadinya hak milik atas tanah merupakan rangkaian pemberian hak atas
tanah yang diatur di dalam UUPA, yang di dalam Pasal 22 UUPA disebutkan:
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum
adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena:
- penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
- Ketentuan undang-undang.
4. Pembebasan
Pasa1 24 UUPA menyebutkan bahwa penggunaan tanah milik oleh bukan
pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan. Pasal ini
memberikan kemungkinarn untuk membebani hak milik dengan hak atas tanah lain.
Kebutuhan nyata dari masyarakat menuntut agar diberikan kesempatan kepada bukan
pemilik untuk mempergunakan tanah hak milik. Inilah yang menjadi alasan bahwa
hak miliki dapat menjadi induk dari hak-hak atas tanah lainnya. Hak-hak yang
dapat membebani hak milik adalah hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang.
5. Peralihan
Hak milik dapat dipindah haknya kepada pihak lain (dialihkan) dengan cara
jual beli, hibah, tukar-menukar, pemberian dengan wasiat dan perbuatanperbuatan
lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik. Hal tersebut diatur dalam Pasal
26:
(1) Jual beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain
yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan
peraturan pemerintah.
(2) Setiap jual beli, penukaran,
penghibahan, pemberian dengarn wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kenada
orang asing, kepada seorang warga negara yang di sacnping kewarganegaraan
Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,
kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah tennaksud dalam Pasal 21 ayat (2),
adalah batal karena hukum dan tanalulya jatuh kepada negara, dengan ketentuan,
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
B. Pemberian
Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal
Peraturan yang Tengatur tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah
tinggal adalah Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 6 Tahun 1998.
Peraturan ini menurut pengamatan penulis sangat kontroversial selama kurun
waktu Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sehingga penulis
berpendapat antara lain :
1. Untuk hak milik atas tanah di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebaiknya untuk sementara waktu
tidak diberikan.
2. Untuk wilayah lain di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, badan hukum yang diperbolehkar. mempunyai hak
milik adalah
- Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
- Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No.79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No.139);
- Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
- Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Selanjutnya, peraturan tertanng pemberian hak untuk yang dimaksud,
menyatakan hal-hal sebagai berikut :
1. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia
yang luasnya 600 M2 (enam ratus meter persegi) atau kurang, atas
permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas
pemegang haknya dengan Hak Milik.
2. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara
Indonesia yang luasnya 600 M2 (enam ratus meter persegi) atau kurang
yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak
tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas
pemegang hak.
PERALIHAN HAK
ATAS TANAH
A. Jual Beli
Tanah Menurut Hukum Adat
Jual belitanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan
terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai sekarang belum ada peraturan yang
mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah.
Dadala pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasional kita
adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas lembaga hukum
dan sistem Hukum Adat.Hukum Adat yang dimaksud tentunya Hukum Adat yang telah
di-saneer yang telah dihilangkan cacat-cacatnya/ disempurnakan. Jadi
pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional kita adalah pengertian
jual beli tanah menurut Hukum Adat.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sumber-sumber Hukum Tanah Nasional
kita berupa norma-norma hukum yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis,
sumber-sumber huukum yang tertulis berupa Undang-Undang Dasar 1945, UUPA,
peraturan- peraturan pelaksana UUPA, dengan peraturan- peraturan lama yang
masih berlaku.Adapun sumber-sumber hukum yang tidak tertulis adalah norma-norma
Hukum Adat yang telah di-saneer dan Hukum kebiasaan baru, termasuk
yurisprudensi.
Dengan demikian ada 2 fungsi atau peranan dari Hukum Adat. Yaitu sebagai
sumber utama pembangunan Hukum Tanah Nasional dan sebagai pelangkap dari
ketentuan-ketantuan Hukum Tanah yang belum ada peraturannya agar tidak terjadi
kekososngan Hukum karena hukumnya belum diatur sehingga kegiatan masyarakat
yang berhibungan dengan Hukum Tanah tidak terhambat karenanya.
Menurut Hukum Adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak
atas tanah yang bersifat terang dan damai.
Kadang-kadang seorang pembeli tanah dalam pelaksanaan jual belinya belum
tentu mempunyai uang tunai sebesar harga tanah yang ditetapkan. Dalam hal yang
demikian ini berarti pada saat terjadinya jual beli, uang pembayaran dari harga
tanah uyang ditetapkan belum semuanya terbayar lunas ( hanya sebagian saja).
Belum lunasnya harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak menghalangi
pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan jual beli tetap dinggap telah
selesai.Adapun sisa uang yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual
dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual.Jadi hubungan ini merupakan
hubungan utang piutang antara penjual dan pembeli.
Dalam hukum adat, jual beli tanah dimasukan da;lam hukum benda, khususnya
hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum
perjanjian, hal ini karena :
- Jual beli tanah menurut Hukum Adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak diwajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut
- Jual beli tanah menurut Hukum Adat tidak menimbulkan hak dan kewajiban, yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban atas tanah. Jadi apabila para pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah tersebut.
Ciri-ciri yang menandai dari jual beli tersebut antara lain , jual beli
serentak selesai dengan tercapai persetujuan atau persesuaian kehendak (
konsesnsus ) yang diikuti dengan ikrar/pembuatan kontrak jual beli dihadapan
Kepala Persekutuan hukum yang berwenang, dibuktikan dengan pembayaran harga
tanah oleh pembeli dan disambut dengan kesediaan penjual untuk memindahkan hak
miliknya kepada pembeli. Dengan terjadinya jual beli tersebut, hak milik atas
tanah telah berpindah, meskipun formalitas balik nama belum terselesaikan.
Kemudian ciri yang kedua adalah sifatnya yang terang, berarti tidak gelap.
Sifat ini ditandai dengan peranan dari Kepala Persekutuan, yaitu menanggung
bahwa perbuatan itu sudah cukup tertib dan sah menurur hukumnya.
Adapun prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara
calon penjual dengan cal;on pembeli mengenai objek jual belinya yaitu tanah hak
milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah
diantara mereka sendiri setelah mereka sepakat atas harga tanah itu, biasanya
sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjer.
Jual beli tanah dalam sistem Hukum Adat mempunyai 3 muatan, yaitu:
1. Pemindhan hak atas tanah atas dasar
pembayaran tunai sedemikian rupa dengan hak untuk mendapatkan tanahnya kembali
setelah membayar uang yang pernah dibayarkan. Antara lain, menggadai, menjual
gade, adil sende, ngejual akad atau gade.
2. Pemindhan hak atas tanah atas dasar
pembayaran tunai tanpa hak untujk membeli kembali, jadi menjual lepas untuk
selama-lamanya. Antara lain, adol plas, runtemurun, menjual jaja.
3. Pemindhan hak atas tanah atas dasar
pembayaran dengan perjanjian setelah beberapa panen dan tanpa tindakan hukum
tertentu tanah akan kembali ( menjual tahunan, adol oyodan ).
B. Jual Beli
Tanah Menurut UUPA
Dalam UUPA istolah jual beli hanya disebutkan dalam pasa 26 yaitu yang
menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya tidak ada
kata yang menyebutkan jual beli , tetapi disebutkan sebagai dialihkan.
Apa yang dimaksud dengan jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan
secara jelas, akan tetapi mengikat dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum
Tanah Nasional dan Hukum Adat. Berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas,
lembaga hukum, dan sistem Hukum adat.Maka pengertian jual beli menurut Hukun
Tanah Nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut hukum adat.Hukum Adat
yang dimaksud adalah Pasal 5 UUPA tersebut adalah hukum adat yang telah di-
saneer yang dihilangkan dari cacat-cacatnya/ hukm adat yang telah
disempurnakan/ hukum adat yang telah dihilangkan kedaerahannnya dan diberi
sifat nasional.
Perjanjian jual beli tanah menurut hukum adat merupakan perbuatan
pemindahan hak, yangh sefatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti
bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama.
Sifat riil berarti bahwa de3ngan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja
belumlah terjadi jual beli, hal ini dikuatkan dalam Putusan MA No.
271/K/Sip/1956 dan No. 840/K/Sip/1971.
Sejak berlakunya PP No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli
dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan
dilakukannya jual beli diahadapan PPAT, dipenuhi syarat terang ( bukan
perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi )
Syarat jual beli tanah ada 2, yaitu :
1.Syarat Materiil
Syarat Materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut,
antara lain sebagai berikut :
a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan
Maksudnya pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki
tanah yang akan dibelinya.untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli
memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergfantung pada hak apa yang ada pada
tanah tersebut.Apakah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai. Menurut
UUPA yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia
tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah ( pasal 21 UUPA )
jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan
Indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah,
maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah tersebut jatuh pada negara
( pasal 26 ayat 2 UUPA).
b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan
Yang berhak menjual suatu bidang tanah tertentu saja si pemegang yang sah
dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah
hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah tersebut.Akan
tetapi pemilik tanah adalah 2a oarang maka yang berhak menjual tanah itu adalah
kedua orang itu bersama-sama.
c. Tanah hak yang bnersangkutan boleh diperjual belikan dan tidak sedang
dalam sengketa.
Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjual belikan telah ditentukan
dalan UUPA yaitu hak milik ( pasal 20), hak guna Usaha ( pasal 28), hak guna
bangunan ( pasal 35 ), hak pakai ( pasal 41 ),
2. Syarat formal
Setelah semua
persyaratan materiil telah dipenuhi maka PPAT ( Pejabat Pembuat Angka Tanah )
akan membuata akta jual belinya. Akta jual beli menurut pasal 37 PP 24/1997
harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa dihadapan PPAT tetap sah
karena UUPA berlandaskan pada hukum adat ( pasal 5 UUPA), sedangkan dalam hukum
adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkrit/nyata/riil.
Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk
menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, berupa:
1. Jika tanahnya sudah bersertifikat:
sertifikat tanhanya yang asli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.
2. Jika tanahnya belum bersertifikat:
surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah
yang ada yang memerlukan penguatan oleh kepala desa dan camat, dilengkapi
dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang
diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.
Setelah akta dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta tersebut
ditandatangani PPAT menyerahkan akta tersebut kepada kantor pendafratan tanah
untuk pendaftaran pemindahan haknya.
C. Penghibahan
Tanah
Hibah tanah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dengan tidak
ada penggantian apapun dan dilakukan secara sukarela, tanpa ada kontra prestasi
dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si
pemberi masih hidup. Inilah yang berbeda dengan wasiat, yang mana wasiat
diberikan sesudfah si wasiat meninggal dunia.Pengertian Hibah juga diatur dalam
pasal 1666 KUHPerdata.
Kekuatan huku akta hibah terletak pada fungsi akta autentik itu sendiri
yakni sebagai alat bukti yang sah menurut UU sehingga hal ini merupakan akibat
langsung yang merupakjan keharusan dari ketentuan per-Undang-Undangan, bahwa
harus ada akta-akta autentik sebagai alat pembuktian.
Hal-hal yang membatalkan akta Hibah telah dijelaskan dalam pasal 1688 BW.
Suatu hibah tidak dapat ditarik kembal;i maupun dihapuskan karenanya melainkan
dalam hal-hal berikut.
a. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat
dengan mana penghibahan telah dilakukan.
b. Jika penerima hibah telah bersalah
melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si
penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah.
c. Jika ia menolak memberikan tunjangan
nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.
Dalam menyelesaikan masalah dalam penghibahan hendaknya tidak melihat satu
pasal tentang hibah saja, akan tetapi nperlu juga melihat pasal lain yang
terkait dengan objek yang dihibahkan dalam BW dan juga peraturan perundanangan
untuk refisi KUHPerdata mendatang, penyebutan akta notaris diganti dengan akta
autentik, baik hibah untuk benda-benda bergerak maupun tidak bergerak.
D. Pewaris
Tanah
Perolehan hak milik atas tanah dapat juga terjadi karena pewarisan dari
pemilik kepada ahli waris sesuai dengan pasal 26 UUPA. Pewaris dapat terjadi
karena ketentuan Undang-Undang atau karena wasiat dari orang yang mewasiatkan.
Dengan jatuhnya tanah kepada para ahli waris, terjadilah pemilikan bersama
tanah hak milik jika tanah tersebut hanya satu-satunya.Akan tetapi, jika
pewaris memiliki tanah tersebut sesuai dengan jumlah ahli waris dan telah
dibuatkan surat wasiat maka tanah dimaksud telah menjadi milik masing-masing
ahli waris.
Untuk memperoleh kekuatan pembuktian tanah dari hasil pewarisan, maka surat
keterangan waris sanagat diperlukan disamping sebagai dasar untuk pendaftaran
tanahnya.Namun sampai saat ini, untuk memperoleh surat keterangan waris, hukum
yang berlaku bagi WNI masih berbeda-beda.
Sejak berlakunya peraturan pemerintah No.10 Tahun 1961 tentangh Pendaftaran
Tanah, dan sesuai dengan pasal 25, surat keterangan warisan itu merupakan suatu
keharusan.hanya saja, pejabat yang berwengang untuk membuat surat keterangan
warisan itu belum ditentukan. Untuk menyeragamkan masalah surat keterangan
waris, dengan memperhatikan penggolongan warga negara, maka:
- Golongan keturunan Eropa, surat keterangan waris dibuat oleh notaris.
- Golongan penduduk asli/pribumi, surat keterangan waris oleh para ahli waris, disaksikan oleh lurah, diketahui oleh camat.
- Golongtan keturunan Tionghoa oleh notaris.
- Golongan keturunan Timur Asing lainnya surat keterangan waris dibuat oleh balai harta peninggalan.
E. Perwakafan
Tanah
Menururt Moh. Anwar wakaf ialah menahan suatu barang dari dijualbelikan
atau diberikan atau dipinjamkan oleh pemilik, guna dijadikan manfaat untuk
kepentingan tertentu yang diperbolehkan oleh orang yang ditentukan Syara` serta
tetap bentuknya, dan boleh dipergunakan, diambil manfaatnya oleh orang yang
ditentukan ( yang menerima wakaf) atau umum menurut David Pearl dalam bukunya “
A taxtbook on Moslem Law “, ( 1979 ) Wakaf adalah Menyerahkan tanah atau
benda-benda lain yang dapat dimanfaatkan oleh umat islam tanpa merusak atau
menghabiskan pokoknya kepada seseorang atau suatu badan hukum agar dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan umat islam seperti mewakafkan tanah untuk
pembangunan Mesjid, Madrasah, Pondok Pesantren, Asrama yatim Piatu,
dsb.Keberadaan wakaf telah mendapat pengakuan UUPA seperti yang telah
terkandung dalam pasal 49.
Ruang lingkup pengaturan perwakafan tanah mencakup :
- Tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang berstatus hak milik, karena ia mempunyai sifat terkuat dan terpengaruh bagi si pemilik tanah tersebut, sehingga dari siafat tersebut si pemilik tanah tidak terikat dengan tenggang waktu dan persyaratan tertentu dengan pemilikan dan penggunaannya. Oleh karena itu, apabila tanah itu diwakafkan, tidak menimbulkan akibat yang dapat mengganggu sifat kekekalan dan keabadian kelembagaan wakaf tanah.
- Perwakafan tanah harus diperuntukan untuk masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi, karena akan mendatangkan manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Ketentuan ini melekat pada hak atas tanah yang dianut dalam UUPA.
- Tanah wakaf terlembagakan untuk selama-lamanya dalam waktu yang kekal dan abadi. Tidak ada wakaf yang bertentangan waktu tertentu.
- tujuan peruntukan sebagai kepentingan peribadatan atau kepentingan umum.
- Wakaf memutuskan hubungan kepemilikan antara wakif dengan mauqufbih-nya selanjutnya status pemiliknya menjadi milik masyarakat luas.
- Wakif tidak mbiasa menarik kembali terhadap tanah yang telah diwakafkan.
7. Ikrar harus dilakukan didepan
pejabat pembuat akta ikrar wakaf, guna mendapatkan akta autentik yang akan
dapat dipergunakan dalam berbagai hal seperti untuk mendaftarkan tanahnya
kepada kepala kantor badan pertanahan Nasional ataupun sengketa yang terjadi
dikemudian hari.
Panduan Bermain Slot Dynamite Reels Ayo Daftar Sekarang Juga Dan Dapatkan Bonus Berlimpah !!!
BalasHapus