Asas Hukum Pidana



                           Asas Hukum Pidana

Pengertian:
Menurut Mezger hukum pidana dapat didefinisikan sebagai berikut: “ aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana”. Jadi definisi itu hukum pidana berpokok pangkal pada:
Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu;
Pidana.
Ad1.
Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu” itu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana.
Perbuatan semacam itu dapat disebut “ perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat “ perbuatan jahat”.
Oleh karena itu dalam perbuatan jahat tersebut harus ada orang yang melakukannya, maka persoalan tentang” perbuatan tertentu” itu diperinci menjadi 2 yaitu:
perbuatan yang dilarang dan;
orang yang melanggar larangan itu.
Ad2.
Yang dimaksudkan dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat- syarat perbuatan itu.
Di dalam hukum pidana modern, pidana ini meliputi” tindakan tata tertib” (tuchtmaatregel).
Di dalam KUHP yang sekarang berlaku jenis- jenis pidana yang dapat diterapkan seperti yang tercantum pada pasal 10 KUHP, yaitu: dalam hukuman pokok dan hukuman tambahan, sebagai berikut:
Yang termasuk hukuman pokok:
hukuman mati;
hukuman penjara;
hukuman kurungan;
hukuman denda.
Yang termasuk hukuman tambahan:
pencabutan hak- hak tertentu;
perampasan barang- barang tertentu;
pengumuman keputusan hakim.
   Pengertian “ hukum pidana” tersebut juga dikenal dengan Ius poneale. Di samping Ius poneale ada Ius puniendi.
Ius puniendi dapat diartikan secara luas dan sempit.
Dalam arti luas : Hak dari negara atau alat- alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.
Dalam arti sempit : Hak untuk menuntut perkara- perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Hak ini dilakukan oleh badan peradilan.
Jadi hak puniendi adalah hak mengenakan pidana, dan ius puniendi harus berdasarkan ius poneale.
Fungsi hukum pidana
Dapat dibedakan dua fungsi dari hukum pidana yaitu:
Fungsi yang umum
Fungsi yang khusus.
Ad.a
Oleh karena hukum pidana itu merupakan sebagian dari keseluruhan lapangan hukum, maka fungsi hukum pidana sama juga dengan fungsi hukum pada umumnya, ialah mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat.
Ad.b
Fungsi yang khusus dari hukum pidana ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosannya, dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang – cabang hukum yang lainnya.
Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan- aturan untuk menanggulangi perbuatan jahat.
Beberapa pengertian atau makna tentang sanksi pidana sebagai berikut:
Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif( pencegahan) terhadap terjadinya pelanggaraan- pelanggaran norma hukum.
Pengaruh ini tidak hanya ada bila sanksi pidana itu benar- benar diterapkan terhadap pelanggaran yang konkrit tetapi sudah ada, karena sudah tercantum dalam peraturan hukum. Perlu diingat bahwa sebagai alat kontrol, fungsi hukum pidana adalah subsider artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan apabila usaha- usaha lain kurang memadai.
Sanksi yang tajam dalam hukum pidana membedakannya dari lapangan hukum yang lainnya. Hukum pidana sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma- norma yang diakui dalam hukum. Oleh karena itu mengapa hukum pidana harus dianggap sebagai ultimum redium yaitu obat terakhir apabila sanksi atau upaya- upaya pada cabang hukum lain tidak mempan.
Dalam sanksi hukum pidana terdapat suatu tragis( sesuatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai mengiris dagingnya sendiri atau sebagai pedang bermata dua. Maksud dari ucapan itu adalah bahwa hukum pidana yang melindungi benda hukum ( nyawa, harta, benda, kehormatan) dalam pelaksanaannya ialah apabila terdapat pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengadaan perlukaan terhadap benda hukum si pelanggar sendiri.
Hukum pidana itu merupakan hukum sanksi belaka. Hukum pidana tidak memuat norma- norma baru, Norma- normayang ada dalm cabang hukum lainnya dipertahankan dengan ancaman pidana. Oleh karena itu hukum pidana disebut sebagai accesoir terhadap hukum lainnya.
Sejarah singkat Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yang dipakai sekarang bukanlah asli buatan bangsa Indonesia. KUHP ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1918. Berdasarkan pasal II aturan peralihan Uud 1945 maka sampai kini masih diberlakukan KUHp yang lahir 1 Januari 1918 itu, karena belum juga diadakan KUHP yang baru. Tetapi ini tidak berarti KUHP kita yang sekarang ini masih dalam keadaan asli atau diambil alih langsung oleh negara, tetapi isinya bahkan jiwanya telah banyak diubah atau diganti, sehingga telah sesuai dengan keadaan dan keperluan nasional kita dewasa ini. Perubahn yang penting dari KUHP ciptaan Hindia Belanda ini diadakan dengan undang- undang no 1 tahaun 1946. Kitab undang- undang hukum pidana sebagai terjemahan dari wetboek strafrecht adalah mencontoh strafrecht wetboek negeri Belanda. Namun walaupun di sana sini terdapat penyimpangan namun pada dasarnya adalah sama dengan yang berkaku di negeri Belanda.
KUHP terdiri dari 3 buku:
1. Buku I : Berisi aturan umum;
2. Buku II : Ketentuan mengenai kejahatan ( misdrijven)
3. Buku III : Ketentuan mengenai pelanggaran ( overtredingen)
Berlakunya asa nullum dedictum
Peraturan perundang- undangan pada dasarnya berlaku untuk masa yang akan datang, artinya untuk hal hal yang terjadi sesudah peraturan itu ditetapkan. Lebih lebih hal ini berlaku bagi peraturan peraturan hukum pidana. Dalam hukum pidana terkenal asas yang dirumuskan dalam bahasa latin: “ nullum delictum, noela poena, sine previa lege poenale”.
Asas ini juga disebut sebagai asas legalitas. Asas ini merupakan asas yang penting dalam hukum pidana. Di dalam KUHP asa ini terdapat pada pasal 1 ( 1) yang berbunyi:
“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam perundang undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.”
Jika diperinci maka pasal iniu berisi 2 hal yaitu:
Suatu tindak pidana harus dirumuskan/ disebutkan dalam peraturan undang undang.
Peraturan undang undang ini harus ada sebelum terjadinya tindak pidana.
Konsekuesi dari pernyataan 1:
perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang undang sebagai suatu tindak pidana, tidak dapat dipidana; Jadi dengan adanya asas ini hukumyang tidak tertulis tidak berkekuatan untuk diterapkan.
Ada pendapat, yaitu ada larangan penggunaan analogi untuk membuat sesuatu menjadi suatu tindak pidana sebagai mana dirumuskan dalam undang undang.
Konsekuensi dari hal 2 yaitu:
# peraturan undang- undang pidana tidak boleh berlaku surut( retro aktif).
Rasio dari hal ini adalh untuk menjamin kebebasan individu terhadap kesewenwng wenangan penguasa. Di samping itu juga berhubungan dengan pendirian bahwa pidana itu juga sebagai paksaan fisik. Dengan ancaman pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana,penguasa berusaha mempengaruhi jiwa si calon pembuat untuk tidak berbuat. Si calon pembuat akan dapat dipengaruhi jiwanya,motif untuk berbuat sesuatu kejahatan akan ditekan apabila ia mengetahui bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan pemidanaan terhadap dirinya. Oleh karena itu ancaman pidana sudah harus pada saat tindak pidana dilakukan.Dengan demikian dapat tercegahlah adanya tindak pidana.
Pengecualian terhadap larangan berlaku sorut itu terdapat dalam pasal 1 ayat 2 KUHP yaitu:”Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang undangan dipakai auran yang paling ringan bagi terdakwa.”
Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana.
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai dengan asas ruang lingkup berlakunya KUHP.
Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana ada 4 yaitu:
1.Asas Teritorialitas.
Ketentuan asas ini tercantum dalam pasal 2 KUHP yang menetapkan sbb:
“Aturan pidana dalam undang undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia “.
Setiap orang berarti bahwa baik orang Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana.Yang menjadi ukuran ,dalam hal ini bukan WNI saja yang dikenakan aturan pidana Indonesia melainkan tindak pidananya terjadi di wilayah Indonesia.Jadi WNA pun jika melakukan tindak pidana di Wilayah Indonesia juga dikenai pidana Indonesia. Ketentuan ini diperluas dengan ketentuan yang tercantum pada pasal 3 KUHP yaitu:
“ ketentuan pidana dalam undang undang Indonesia berlaku bagi setiap orang di luar Indonesia di atas bahtera Indonesia melakukan suatu tindak pidana.”
Perluasan aturan pidana menurut pasal 3 ini untuk menyertakan suatu kepastian hukum bahwa setiap kapal yang berbendera Indonesia dan bergerak di luar wilayah teritorial, aka aturan pidana terus mengikutinya.
Top of Form
Bottom of Form

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS