Kuliah 2 HUKUM PERIKATAN
Kuliah 2
HUKUM PERIKATAN
Dr. H. Achmad Busro,SH,M.Hum
Tanggal 18 Maret 2012
Pemahaman mengenai
PERIKATAN
Doktrin Hukum Perdata menurut
pendapat J. Satrio dalam bukunya “Hukum Perikatan Pada Umumnya”, membedakan 4
bagian kajian ilmunya, yaitu :
- Hukum Pribadi
- Hukum Keluarga
- Hukum Kekayaan
- Hukum waris
Hukum Kekayaan adalah hukum yang mengatur tentang hak-hak
kekayaan, yaitu hak-hak yang mempunyai nilai ekonomis/uang. Jadi hak-hak
kekayaan berbeda dengan hak-hak lain artinya dapat dijabarkan dalam sejumlah uang
tertantu.
Kajian Ilmiah mengenai Hukum Kekayaan, dapat dibedakan lagi
pada ruang lingkup, sebagai berikut :
1. Hak Kekayaan Absolut
Hak
kekayaan absolut hak yang dapat ditujukan kepada semua orang, artinya semua
orang harus menghormati pemilik hak kekayaan absolute tersebut. Miisalnya : Hak
Milik, Hak Gadai, Hak Hipotik.
Ruang
lingkup hukum yang mempelajari hukum harta kekayaan yang sebagian diatur
dalam Buku II KUH Perdata yaitu mengenai
Hak-Hak Kebendaan, dan yang berada diluar KUH Perdata atau diatur dengan
undang-undang tersendiri
2. Hak Kekayaan Relatif
Hak
kekayaan relatif adalah hak-hak kekayaan yang hanya bisa ditujukan kepada
orang-orang tertentu dan ia muncul dari atau dalam perikatan-perikatan,
sehingga orang menyebut dengan istilah ius in personam. Hak ini lebih pada
bersifat sementara, karena ia menuju pada suatu pemenuhan prestasi tertentu. Ruang
lingkup hukum yang mempelajari hukum harta kekayaan yang diatur dalam Buku III
KUH Perdata mengenai Perikatan (verbintenis)
Sistematika KUH
Perdata tentang Perikatan
Perikatan yang merupakan doktrin dari hak kekayaan yang
bersifat relatif, telah diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari :
I.
Ketentuan
umum tentang Perikatan
Ketentuan ini, diatur pada BAB I sampai
dengan BAB IV, yang masing-masing mengatur mengenai :
1.
BAB
I tentang Perikatan-perikatan pada
umumnya
2.
BAB
II tentang Perikatan-Perikatan yang
lahir dari Perjanjian atau Persetujuan
3.
BAB
III tentang Perikatan-Perikatan yang
dilahirkan dari Undang-Undang
4.
BAB
IV tentang Hapusnya Perikatan
II.
Ketentuan
Khusus tentang Perikatan
Ketentuan
khusus ini diatur dalam BAB V sampai dengan BAB XVII, yang berturut-turut
diatur tentang Perjanjian Khusus atau dengan istilah lain Perjanjian Bernama (nominaat contraten) artinya perjanjian
yang memiliki nama tertentu dandiberikan pengaturannya secara khusus oleh
undang-undang. Pengaturannya tidak terbatas yang diatur dalam KUH Perdata
tetapi oleh undang-undang diluar KUH Perdata misalnya : Perjanjian tentang Hak
Tanggungan yang diatur dalam UU. No. 4 tahun 1996 tetang Hak tangungan, UU No.
42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Ketentuan
khusus ini merupakan penjabaran dari ketentuan umum sehingga sepajang tidak
diatur dalam ketentuan khusus maka perjanjian yang dibuat harus mengikuti
ketentuan-ketentuan umum dalam KUH Perdata. Jadi Ketentuan umum berlaku untuk
semua perjanjian kecuali ketentuan khusus menyimpanginya.
Pengertian atau Definisi
tetang PERIKATAN
KUH Perdata tidak memberikan secara rinci tentang Pengertian atau Definisi
Perikatan, sehigga Perumusan mengenai Pengertian atau Definisi Perikatan pada
umumnya diberikan oleh para sarjana. Dengan demikian Pengertian atau definisi
Perikatan adalah merupakan doktrin atau ajaran atau hanya ada dalam lapangan
Ilmu Pengetahuan, bukan merupakan ketentuan yang mengikat yang meliputi baik
dari segi kreditor maupun dari segi debitor (subyek dalam perikatan). Beberapa sarjana yang mengemukaan
pengertian atau definisi Perikatan, antara lain :
1.
Menurut Hofmann
:
Suatu
hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan
itu dengan seseorang atau beberapa prang daripadanya mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap
yang demikian itu
2.
Menurut Pitlo
:
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak
yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi
3.
Menurut R.
Subekti :
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan
itu
4.
Menurut Dr.
Achmad Busro :
Pada
prinsipnya Perikatan adalah terdapatnya hubungan hukum dalam lapangan hukum
harta kekayaan
Unsur-unsur perikatan
Dari Pengertian atau definisi
perikatan diatas, dapat diketahui unsur-unsur dalam perikatan, meliputi :
1.
Adanya Hubungan
Hukum
Unsur
ini dimaksudkan untuk membedakan perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam oleh
Undang-undang dengan hubungan yang timbul pada kebiasaan atau karena moral yang
hidup dalam masyarakat pada umumnya. Hubungan hukum yang timbul dalam lapangan
moral atau kebiasaan yang berkembang di masyarakat, memang sama saja
menimbulkan Hak dan Kewajiban bagi anggota masyarakatnya, tetapi pemenuhan
terhadap hak dan kewajiban yang dimaksud dini TIDAK DAPAT DIPAKSAKAN. Terhadap sanksi yang ditimbulkan dengan
tidak dilaksanakannya hak dan kewajiban tersebut didasarkan pada “rasa penyesalan” atau “dikucilkan dari pergaulan social”
Sebaliknya
hubungan hukum yang dimaksud dalam hukum perikatan, jika debitor tidak memenuhi
kewajibannya secara sukarela dan dengan baik serta sebagaimana mestinya, maka
Kreditor dapat meminta bantuan Hukum Perikatan agar ada tekanan kepada debitor
agar debitor memenuhi kewajibannya.
Sehingga
secara luas, yang dimaksud dengan hubungan hukum dalam lapangan hukum perikatan
adalah :
Hubungan yang
terhadapnya hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan melekatkan “kewajiban”
pada pihak lainnya.
2. Pada Ruang Lingkup Hukum Kekayaan
Seperti
telah diketahui diatas hubungan hukum dalam perikatan, dimana disatu pihak ada
hak dan di lain pihak ada kewajiban. Hubungan hukum yang demikian, memiliki
arti yang luas karena hubungan hukum yang demikian ini, tersebar dalam lapangan
hukum yang luas, sehingga perikatan itu ada dalam ruang lingkup hukum yang luas
pula. Perikatan tidak hanya ada dalam Buku III KUH Perdata tetapi tersebar di
Bku-Buku lain yang ada dalam KUH Perdata.
Sebagai
contoh : Hubungan hukum (Perikatan) yang terdapat dalam lapangan hukum
Keluarga. Sebuah perkawinan dapatlah diartikan sebagai perikatan, karena adanya
hubungan hukum antara calon suami atau istri untuk mengikatkan dirinya secara
suka rela dalam perkawinan dan disamping itu dalam hubungan hukum perkawinan
menimbulkan akibat lahirnya berbagai perikatan lainnya, seperti dalam lapangan
hukum harta kekayaan perkawinan terdapatnya Harta Bersama (Pasal 119 KUH
Perdata), Perjanjian Kawin (pasal 139 KUH Perdata), dan lain sebagainya.
Karena
contoh diatas bukanlah merupakan Perikatan yang diatur dalam Buku II KUH
Perdata, maka apabila terjadi sengketa terhadap perikatan tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan menerapkan ketentuan-ketentuan Perikatan yang diatur dalam
BUKU III KUH Perdata.
Perikatan
yang dimaksudkan dalam Hukum Perikatan adalah Perikatan-perikatan dimana hak
dan kewajiban yang timbul atau dilahirkan oleh debitor dan kreditor, haruslah
mempunyai nilai uang (bernilai ekonomis) atau paling tidak pada akhirnya dapat
dijabrkan dalam sejumlah uang tertentu. Dengan arti lain, Hubungan hukum
tersebut haruslah ada pada ruang lingkup Hukum Kekayaan.
3. Para Pihak dalam Perikatan
Dalam
Perikatan ada 2 pihak yang saling berhubungan yaitu pihak Debitor dengan pihak Kreditor.
Debitor adalah pihak yang berkewajiban memenuhi atas prestasi, atau pihak yang
berutang disebut dengan DEBITOR
Kreditor
adalah pihak yang berhak atas prestasi,atau pihak yang berpiutang. Disebut
sebagai Para Pihak karena
dimungkinkan dalam perikatan pihak debitor atau kreditor lebih dari 1 orang. Pihak
debitor Para pihak dalam suatu perikatan
disebut dengan SUBYEK PERIKATAN.
4. Obyek Perikatan berupa Prestasi
Obyek dalam
perikatan berupa PRESTASI yaitu
suatu hal dalam pemenuhan perikatan. Prestasi yang dimaksud, diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata yaitu berupa :
a.
Memberikan sesuatu
b.
Berbuat sesuatu
c.
Dan tidak berbuat sesuatu
Pada
Perikatan, terjadi hubungan hukum antara Debitor dan Kreditor, dimana Debitor
mempunyai hutang dan Kreditor mempunyai tagihan. Hutang dan piutang itu selalu
tertuju pada prestasi tertentu yang melekat pada debitor dan kreditor. Kreditor
sebagai pihak yang memiliki tagihan adalah pihak yang berhak atas suatu
prestasi dari Debitor dan sebaliknya. Pemahan tagihan yang dimiliki Kreditor
ini tidaklah harus berupa uang tetapi berupa prestasi tertentu, seperti yang
disyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
bahwa obyek dalam suatu perjanjian harus berupa hal tertentu.
Pembagian Perikatan
Pembagian dalam perikatan menurut
KUH Perdata, pembagian perikatan ini didasarkan pada SUMBER Perikatan. Hal mana dapat kita lihat dari Pasal 1233 KUH Perdata yang mengatakan
bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan (Perjanjian) ,
baik karena undang-undang.
Perbedaan yang mendasar dari
Perikatan yang bersumber dari perjanjian dengan perikatan yang bersumber dari
undang-undang adalah :Pada kehendak para pihak dalam perikatan.
1.
Perikatan yang
bersumber dari perjanjian lahirnya perikatan adalah kehendak dari para
pihak
2. Perikatan yang bersumber dari undang-undang lahirnya perikatan adalah karena kehendak dari
undang-undang
Perikatan yang bersumber
dari perjanjian/persetujuan (overenkomst)
Perjanjian menimbulkan atau berisikan ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban
diantara kedua belah pihak yaitu pihak debitor dan kreditor, dengan perkataan
lain PERJANJIAN BERISI PERIKATAN.
Pasal 1313 KUH Perdata mengatur, sebagai berikut :
Pasal 1313
”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih”
Menurut J. Satrio berpendapat bahwa : Pasal 1313 KUH Perdata yang mengatur
tentang pengertian perjanjian, masih mengandung kelemahan-kelemahan, sehingga menimbulkan
pemahaman yang kabur atau tidak jelas. Antara lain mengenai :
1. Kata ”Perbuatan”
pada perumusan tentang perjanjian belumlah jelas, lebih tepat jika diganti
dengan kata ”Perbuatan Hukum/Tindakan
Hukum”, karena dalam suatu perjanjian, akibat hukum yang ditimbulkan memang
dikehendaki oleh para pihak.
2. Kalimat ”mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Setiap orang
yang membaca kalimat tersebut akan membayangkan adanya satu orang atau lebih
yang terikat dengan satu orang atau lebih lainnya. Sehingga kesan yang
ditimbulkan adalah: di satu pihak ada kewajiban dan dilain pihak ada hak.
Kalimat ini lebih menggambarkan bahwa Pengertian Pasal 1313 KUH Perdata lebih
cocok dipakai sebagai pengertian PERJANJIAN
SEPIHAK.
Sebab dalam Perjanjian Timbal-Balik, pada kedua belah pihak terkandung Hak dan
Kewajiban. Sehingga agar meliputi perjanjian timbal balik juga, maka sebaiknya
ditambah kata ”ATAU dimana kedua belah
pihak saling mengikatkan diri”.
Perbedaan Perikatan (Hubungan Hukum) dengan Perjanjian (Perbuatan Hukum)
Perbedaan Perikatan (Hubungan Hukum)
|
Perjanjian (Perbuatan Hukum)
|
1. Hubungan hukum yang ada dalam perikatan
masih bersifat abstrak, termasuk
didalam hubungan hukum yang terdiri dari Hak dan Kewajiban yang bersifat
umum.
|
1. Perbuatan hukum dalam perjanjian
memiliki sifat lebih konkrit,
berupa tindakan hukum tertentu yang telah disepakati dan berakibat hukum terhadap
para pihak.
|
2. Hubungan hukum dalam perikatan memiliki
pengertian yang luas, didalamnya
meliputi :
a. Dalam 1 (satu) perjanjian menimbulkan
banyak perikatan
b. Hubungan hukum dalam perikatan nerupakan
isi dari perjanjian
c. Hubungan hukum dalam perikatan memberikan
ciri yang membedakan perjanjian tersebut dengan perjanjian yang lainnya.
|
2. Perbuatan hukum dalam perjanjian
memiliki pengertian Sempit. Karena
perjanjian adalah merupakan tindakan hukum dua pihak dalam suatu peristiwa
hukum yang tertentu (telah ditentukan). Contoh Pasal 1457 KUH Perdata adalah
peristiwa hukum jual-beli dan telah ditentukan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak
yang terlibat didalamnya.
|
Komentar
Posting Komentar