Money Games



Money Games

Hendra menulispada 12 Maret 2009 jam 21:26
Skema Piramid, Media, dan Pembodohan Masyarakat
oleh Siswa Rizali

Banyak tawaran investasi yang sering disampaikan dari mulut ke mulut, media masa, dan internet. Tawaran investasi ini memberikan keuntungan yang sangat luar biasa, mencapai lebih 100% per tahun. Bagi pemasarnya, ditawarkan penghasilan puluhan bahkan ratusan juta per bulan. Tawaran invetasi itu sering sekali diberikan nuansa rahasia, hanya orang terdekat dan anggota yang boleh tahu detilnya.

Keuntungan investasi atau penghasilan tersebut menjadi sangat tidak masuk akal bila dibandingkan dengan bunga deposito yg hanya 5~7% per tahun. Penghasilan yang diklaim para pemasar produk investasi tersebut jauh diatas gaji profesional dengan pengalaman kerja puluhan tahun atau posisi direktur. Anehnya lagi, tawaran investasi dan pekerjaan tersebut sering diklaim tanpa resiko.

Mengingat sudah banyak kasus penipuan terkait dengan investasi dan pemasaran investasi tersebut, maka penulis perlu mengingatkan agar calon investor atau anggota agar berhati-hati. Catatan ini diharapkan menjadi informasi komprehensif bagi semua pihak yang terkait dalam upaya membasmi penipuan berkedok investasi atau pemasaran, baik dalam bentuk money game, skema piramid, inventory loading, maupun skema penipuan sejenis.Skema Piramid dan Money Game dalam Sejarah

Penipuan dengan tawaran investasi bukan hal yang baru. Penipuan money game dikenal juga dengan istilah Skema Ponzi (Ponzi Scheme), berasal dari nama seorang penipu bernama Charles Ponzi, yang tinggal di Boston, Amerika. Ponzi menawarkan investasi berupa transaksi spekulasi perangko (mail coupons) Amerika terhadap perangko asing di akhir tahun 1919 sampai 1920.

Pada 26 Desember 1919, Ponzi mendirikan ”The Security Exchange Company” yang menjanjikan investasi dengan balas jasa 40% dalam 90 hari, dibandingkan dengan bunga bank yang pada saat itu hanya 5% per tahun. Tidak sampai satu tahun, diperkirakan sekitar 40,000 orang mempercayakan sekitar US$ 15 juta (lebih dari US$ 140 juta pada nilai sekarang) dalam perusahaannya.

Namun, pada pertengahan Agustus 1920, audit oleh pemerintah terhadap usaha Ponzi menemukan bahwa Ponzi sudah bangkrut. Total aset yang dimilikinya sekitar US$ 1,6 juta, jauh dibawah nilai hutangnya kepada investor.

Pengadilan Massachusets menghukum penjara Ponzi antara 12~14 tahun, meskipun kemudian ia melarikan diri. Dalam pelariannya, Ponzi mengulangi penipuan dengan menggunakan spekulasi tanah di Florida. Akhirnya pengadilan Florida memvonis Ponzi dan memenjarakannya selama 1926-1934.

Skema Ponzi tidak harus berbentuk piramid, cukup adanya satu orang yang mengelola pengumpulan uang dari investor dan kemudian membayarkan balas jasa investasi yang sangat menggiurkan kepada investor yg terlebih dahulu mendaftar.

Sedangkan dalam skema piramid sebuah hirarki bertingkat terbentuk oleh orang-orang yang menjadi anggotanya, dimana iuran peserta baru mejadi pendapatan bagi peserta awal (posisi atas piramid) dengan harapan akan adanya orang baru yang bergabung (posisi bawah piramid) dan bersedia membayar iuran, yang sebagiannya menjadi komisi/pendapatan bagi peserta awal.

Dalam banyak kasus, skema piramid dan money game digabung dengan penjualan barang yang nilainya sebenarnya tidak berarti dibdingkan dengan uang yang dibayarkan. Orang pun membeli barang bukan karena manfaat ekonomisnya, tapi untuk menjadi anggota dan agar bisa merekrut orang baru yang iuran anggotanya menjadi komisi bagi anggota yang lebih awal. Skema piramid dan money game yang digabung dengan penjualan barang ini disebut inventory loading.

Pola apa pun penipuannya, investor awal yang telah menikmati hasil investasi akan menjadi mesin penyebar berita keunggulan usaha yang dijalankan. Yang ditonjolkan selalu besarnya balas jasa investasi dan penghasilan pemasaran produk investasi. Hampir tidak ada penjelasan sama sekali apa produknya atau bagaimana operasional usaha. Yang ada hanya lah iming-iming penghasilan besar bagi yang mau berinvestasi dan bergabung, sambil terus-menerus menunjuk keberhasilan pendahulunya.

Penipuan dengan money game, skema piramid, dan inventory loading memang sulit dibedakan oleh orang awam. Apalagi bila penipuan ini menggunakan kedok bisnis yang syah seperti investasi, pemasaran berjenjang (multi level marketing), arisan, simpan-pinjam, dan penggunaan teknologi internet. Penipuan ini semakin leluasa bergerak karena pemerintah sebagai pengawas dan pengatur tidak mempunyai perangkat hukum, bahkan dengan mudah memberikan ijin operasi bagi usaha tersebut tanpa pengawasan.

Namun skema money game, piramid, dan inventory loading mempunyai ciri-ciri operasional yang sama yaitu:

- perlunya penerimaan pembayaran dari anggota baru untuk dapat membayar kepada anggota yang telah lebih dahulu terdaftar.

- tidak adanya barang yang mempunyai nilai ekonomi yang berarti bagi sang anggota dibandingkan dengan uang yang dibayarkan.

- bila ada barang, anggota membeli barang bukan karena barang itu bermanfaat atau mempunyai nilai ekonomi, tetapi sebagai persyaratan untuk dapat tetap menjadi anggota dan/atau merekrut anggota baru.

Demikian yang terjadi pada PT QSAR, Probest, dan PT G Cosmos Indonesia (PT GCI) yang pernah popular di Indonesia.

Skema Piramid dan Peran Pemerintah

Dalam era 1990-an, krisis skema piramid berskala nasional terjadi di Albania tahun 1996-1997. Skema piramid itu mulai merebak di tahun 1991. Pada saat puncaknya, tahun 1996-1997, kewajiban skema piramid di Albania mencapai 50% dari nilai Produk Domestik Bruto-nya. Akibatnya, ketika skema piramida tersebut runtuh, terjadi krisis sosial politik yang menyebabkan kerusuhan masal, jatuhnya pemerintah, bahkan anarki yang merebak hampir berakhir dengan perang sipil. Diperkirakan 2000 orang mati terbunuh dalam periode kekacauan akibat runtuhnya skema piramid tersebut. (Chris Jarvis, “The Rise and Fall of Albania's Pyramid Schemes” , IMF Finance & Development, March 2000).

Skema piramid di Albania menjadi sangat besar karena melibatkan orang-orang pemerintah. Dimana perusahaan terbesar VEFA, memberikan medali penghargaan kepada Perdana Mentri dan Juru Bicara Parlemen Albania pada perayaan ultahnya yang kelima. Presiden, Mentri Keuangan, dan Mentri Keadilan Albania juga melindungi operasional VEFA dan skema piramid sejenis sebagai perusahaan domestik yang sukses dan legal. Padahal sejak awal tahun 1996 Gubernur Bank Sentral Albania sudah mengingatkan potensi kerugian dan penipuan akibat skema piramid tersebut.

Dalam skala yang lebih kecil kerusuhan dan kepanikan akibat skema piramid dan money game sudah terjadi di Indonesia. Misalnya, kerusuhan di Pinrang akibat gagalnya pembayaran kepada investor oleh Kospin. Dan penculikan Hegel, anak Meirizal Zulkarnaen, seorang tokoh skema piramid yang berafiliasi ke Probest dan pendiri PT Arthamulia Ereska Perdana (produknya Golden Saving).

Peran pejabat atau tokoh popular juga sangat menyolok dalam membuat usaha penipuan seperti PT Probest dan PT QSAR sangat dikenal masyarakat. Misal, Hamzah Haz dan Amien Rais ikut menghadiri kegiatan di PT QSAR. Di kasus Kospin Pinrang, seorang Komandan Kodim berpangkat Letkol ikut diadili karena menerima suap dari seorang pengusaha Kospin.

Bahkan daftar nama di kasus Probest lebih panjang. Mulai Meirizal Zulkarnaen (mantan aktifis dan reporter), Laksamana Muda (Purn.) Heribertus Moehtaryono (mantan ajudan pribadi Wakil Presiden RI Jendral Try Sutrisno), Dra. Ade Aurora Goeltom (adik kandung Dr Miranda Goeltom). Kegiatan PT Probest juga sering dihadiri pejabat pemerintah. Dalam Grand Launching PT. Probest yang diselenggarakan di Hailai Ancol pada bulan Mei 2001, bahkan DR. Miranda Gultom turut hadir. Peresmian Gedung kantor Probest di Jl. Gunung Sahari, sekitar Juni 2002, dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Bpk. Sutiyoso, dan turut hadir pula Kapolda Metro Jaya, Bpk. Makbul Padmanegara dan Gubernur NTB dan Kapolda NTB. (Andra Sharifa, “Usut Tuntas Mega Skandal Kasus Penipuan Rp. 20 Trilyun oleh Probest”, www.ham.go.id, 06 November 2003).

Skema Piramid dan Media di Indonesia

Dalam promosinya, skema piramid tidak hanya melalui informasi dari mulut ke mulut, surat/e-mail berantai, dan leaflet yang dibuat oleh anggotanya. Media juga dapat secara sadar maupun tidak sadar terlibat aktif mempromosikan penipuan money game dan skema piramid.

Misalnya, PT Gee Cosmos Indonesia (PT GCI) mengiklankan secara gencar program investasi G System di berbagai media nasional, seperti Kompas, Gatra, Nova, RCTI dan lainnya, pada tahun 2001. Iklan G System itu menawarkan program investasi pembiayaian iklan berbagai produk, seperti kosmetik, elektronik, dan jam tangan, yang ditayangkan di stasiun televisi di Jepang. Keuntungan dari hasil penjualan produk tersebut selama empat bulan, 30 persennya akan diberikan kepada PT GCI. Bagi hasil ini yang nantinya menjadi pendapatan para investor.

Berbeda dengan media lain, tabloid Kontan, yang satu grup dengan Kompas, secara kritis mempertanyakan tawaran investasi mencurigakan tersebut (Kontan, edisi 33/V, 14 Mei 2001). Kontan mempertanyakan sistem investasi yang ditawarkan, perjanjian investasi yang tidak jelas, dan ketertutupan dari pihak PT GCI. Kontan mengingatkan “...yang belum menjadi anggota sebaiknya tetap waspada dan hati-hati”.

Hampir setahun kemudian berbagai media memuat berita penipuan oleh PT GCI. Misalnya Kompas (Rabu, 06 Maret 2002) menurunkan berita “25.000 Orang Tertipu, Rp 50 Miliar Melayang”.

Tapi tidak ada satu media yang pernah memuat iklan PT GCI merasa ikut terlibat dalam pembodohan masyarakat. Semua media hanya berlomba memberitakan terbongkarnya penipuan oleh PT GCI. Penulis tidak bisa menemukan artikel atau permintaan maaf dari media karena telah menyesatkan pembaca/ penonton melalui iklan-iklan dan liputan yang dibuatnya atas PT GCI.

Selain PT GCI, PT Probest juga mendapat sambutan luas dari masyarakat karena gencarnya pemberitaan media tentang kegiatan usaha dan tokohnya yang luar biasa. Probest dinyatakan sebagai e-business yang “..akan sejajarkan diri dengan Amazon dan Yahoo” (NewsProperty, 1 Juni 2002). Probest disanjung sebagai mitra usaha kecil-menengah yang akan membawa kemakmuran bagi setiap orang (Suara Merdeka, 31 Mei 2002 dan Sinar Harapan, 1 Juni 2002).

Dengan dukungan berita dari berbagai media tersebut, dalam waktu kurang dari dua tahun PT Probest merekrut lebih dari 70,000 anggota dan dana investasi sekitar Rp 20 triliun (Kompas, 4 September 2003). Tidak hanya orang-orang awam, bahkan orang yang berpendidikan tinggi dan seharusnya kritis juga tertipu, misalnya dosen dan mantan pengacara/hakim.

Sejalan dengan sukses Probest, tokohnya juga diwawancarai media. Republika dalam wawancara dengan Meirizal Zulkarnaen, Manajer Humas PT Probest, dengan bangga menyatakan bahwa penghasilannya mencapai Rp 200 juta per bulan. Republika menggambarkan Meirizal sebagai alumnus IAIN Jakarta, mantan aktifis ”Aliansi Jurnalis Independen” dan ”Institut Studi Arus Informasi”, mantan caleg dari Partai Amanat Nasional 1999, dan juga mantan reporter/redaktur penerbitan nasional, memberikan kesan Meirizal sebagai seorang jujur yang selalu bekerja keras.

Selain keberhasilan dalam mengumpulkan materi berupa emas, mobil, dan rumah, Meirizal juga digambarkan sebagai seorang yang taat beribadah dengan kebiasaannya membayar zakat setiap bulan dan niatnya yang akan menunaikan ibadah haji bersama keluarganya (Meirizal Zulkarnain; Bebas Finansial di Usia Muda, Republika, 15 Juni 2002).

Tidak lama setelah ‘promosi’ gencar media tentang keberhasilan usaha PT Probest, sekitar September-Oktober 2002, muncul berita bahwa PT Probest hanyalah sebuah penipuan money game. Ternyata, jual beli barang yang dilakukan sekedar kedok untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang kemudian dilarikan oleh pengurusnya. Sepanjang tahun 2003, beberapa tokoh PT Probest sempat diproses oleh Polisi, walaupun kemudian dibiarkan melarikan diri.

Media-media yang ada pada umumnya melakukan kesalahan mendasar dalam meliput kesuksesan seseorang, yaitu: hanya mengukur besarnya materi yang dimiliki, tanpa mau melakukan investigasi bagaimana materi itu diperoleh. Sikap materialistis yang menguasai reporter dalam meliput berita keberhasilan seseorang membuatnya mudah dimanipulasi oleh pengurus/anggota skema piramid/money game untuk hanya melihat nilai harta yang dimilikinya. Kemudian artikel si reporter yang mengusung keberhasilan materialistis si penipu akan menghipnotis lebih banyak lagi masyarakat yang juga dikuasai sifat materialistis. Jelas ini sebuah mekanisme pembodohan masyarakat.

Media-media juga melakukan kesalahan logika mendasar bahwa usaha yang sering ditempeli nama-nama pejabat atau tokoh popular adalah sebuah usaha yang baik-baik. Dengan tempelan tokoh-tokoh berwibawa dalam struktur perusahaan dan/atau hadirnya mereka dalam acara resmi PT Probest dan PT QSAR, wajar saja banyak orang yang mengira kedua kelompok penipu tersebut sebagai usaha legal yang punya kontribusi positif bagi ekonomi.

Seandainya para reporter tidak hanya membuat berita tentang tokoh-tokoh berwibawa yang hadir dalam sebuah acara dan masyarakat kritis, tentu tidak perlu sekian puluh ribu orang tertipu dengan skema piramid/money game. Pertanyaan dasar yang dapat direnungkan adalah: di negara yang pejabatnya banyak menjadi koruptor, bisa kah kehadiran seorang penjabat pemerintah di sebuah kegiatan perusahaan dapat dijadikan ukuran sebuah usaha adalah patuh hukum dan baik-baik? Dengan modal beberapa juta rupiah, seseorang dapat memperoleh ijin usaha tanpa pengawasan atas usahanya. Jadi, bisakah ijin usaha dijadikan sebuah indikator bahwa usaha dijalankan dengan baik-baik dan bukan penipu?

Yang sangat ironis, salah satu sumber pengetahuan penulis tentang skema ponzi/piramid dan money game adalah dari kuliah yang diberikan Ibu Miranda Goeltom. Lalu mengapa Ibu Miranda tidak mendidik adiknya atau menghindari acara yang diadakan oleh kelompok penipu skema piramid seperti PT Probest?

Khusus saudara Meirizal perlu diperhatikan bahwa namanya sendiri semakin berkibar ketika pemberitaan mengenai penculikan anaknya Hegel pada bulan Juli-Agustus 2003. Media menampilkan Meirizal sebagai seorang ayah yang sederhana korban kekejaman kelompok penculik anak. Banyak orang bersimpati kepada saudara Meirizal.

Sayangnya media mengalami amnesia bahwa Meirizal sebenarnya seorang penipu kelas kakap. Media juga sepertinya tidak tertarik dengan latar belakang penculikan Hegel yang dilakukan oleh investor yang ditipu Meirizal melalui produk Golden Saving dari PT Arthamulia Ereska Perdana, sebuah perusahaan money game.

Kasus penipuan besar PT Probest sendiri berakhir ironis dimana pelaku-pelakunya bebas. Tidak ada satu pun pengurus PT Probest yang dihukum. Orang-orang yang terlibat seperti Burhan Sofian, Heribertus Moehtaryono, Ade Aurora Goeltom, dan Meirizal bebas. Dan media melupakan perannya dalam mempromosikan PT Probest dan tidak tertarik memberitakan bahwa tokoh-tokoh penipu yang dibanggakan media tersebut masih bebas berkeliaran. Penulis menduga adanya unsur kesengajaan dalam hal pelarian Burhan Sofian, direktur utama dan tokoh kunci PT Probest, dari tangan polisi, mengingat banyak pejabat yang secara langsung maupun tidak langsung juga terlibat dalam PT Probest.

Anne Ahira: Polemik Terbaru Skema Piramid dan Media

Baru-baru ini di internet beredar polemik mengenai skema piramid dan media. Polemik tersebut muncul karena tokoh Anne Ahira mendapat dua kali liputan yang menyita halaman besar di Kompas (24 Juni 2004 dan 20 Maret 2005). Penulis sendiri mendapat pertanyaan apakah Ahira termasuk skema piramid atau money game? Bila ya, mengapa media sekelas Kompas, memuat profilnya, bahkan dua kali.

Pertama, catatan penulis diatas mengingatkan kita bahwa pada masa lalu media di Indonesia sudah pernah melakukan kesalahan dalam membuat berita keberhasilan seorang pengusaha yang kemudian ternyata tidak lebih penipuan skema piramid/ money game.

Tentunya menunjukkan kegagalan media tidak membuktikan Ahira/ Elite Team menjalankan bisnis skema piramid atau money game. Namun dapat disimpulkan bahwa apa yang digambarkan oleh media sebagai bisnis yang luar biasa, sangat menguntungkan, prestasi anak bangsa, solusi krisis, dan cara pensiun dini, mungkin saja sebenarnya sebuah penipuan. Jadi seseorang yang muncul dengan image yang baik dimedia, jangan langsung dianggap benar tanpa dikritisi.
Kedua, pola pemberitaan Kompas atas profil Ahira/Elite Team mengikuti pola-pola berita tokoh sukses yang terfokus pada kekayaan materi. Sebagai sebuah usaha yang sangat sukses, tidak ada penjelasan: apa produknya dan bagaimana operasional usahanya. Padahal Kompas telah menghabiskan hampir satu halaman penuh dalam dua terbitannya untuk membahas keberhasilan Ahira. Sayangnya Kompas tidak bisa memberikan info produk yang dijual dan bagaimana operasional usahanya. Hanya berulang kali disebut mantra hipnotis berupa: “internet marketing” dengan penghasilan besar yang memungkin seseorang pensiun dalam waktu beberapa tahun. Aneh bukan?

Ketiga, sebenarnya sudah ada media yang mencoba mengkritisi kegiatan Ahira, yaitu majalah Tempo (edisi 27 Sept-3 Okt 2004). Berdasarkan penelusuran Tempo dan juga penulis sendiri, disimpulkan bahwa Ahira sebenarnya melaksanakan skema piramid yang berafiliasi ke Retired Quickly Corporation (RQC) yang sebenarnya adalah Financial Freedom Society, Inc (FFSI). Dalam skema piramid yang dikembangkan, FFSI mewajibkan setiap orang harus mencari empat anggota baru. Setiap anggota harus membayar anatar US$40~50 per bulan kepada FFSI. Setiap anggota memperoleh komisi dari menjual keanggotaan FFSI ke orang lain, dan besar total komisi ini antara 67 hingga 81 persen dari biaya keanggotaan bulanan. Jadi, penghasilan seorang anggota FFSI sebagian besar berasal dari komisi biaya keanggotaan, bukan dari menjual produk.

Dari besarnya alokasi iuran keanggotaan untuk komisi, dapat lah disimpulkan bahwa Ahira / Elite Team tidak lebih dari skema piramid atau money game ala PT Probest, PT GCI, dan PT QSAR.

Penutup

Kembali penulis mengajak para pembaca berhati-hati bila ada ajakan dari media/individu untuk memperoleh pendapatan jutaan rupiah dan menjadi sukses bila tidak mengerti usaha yang akan dijalaninya. Apalagi bila usaha itu penuh nuansa rahasia, tidak jelas produknya, dan menuntut investor yang tertarik membayarkan suatu nilai tertentu (katakanlah sekitar US$ 40~50 per bulan) untuk menjadi anggota dan sekedar mengetahui apa produk yang ditawarkan. Untuk apa sebuah usaha dan produk ditutupi bila memang usaha tersebut tidak bermasalah? Dan apakah nilai langganan US$ 40~ 50 per bulan sesuai dengan produk yang dijual.

Bagi media, penulis menganjurkan agar berhati-hati dalam meliput tokoh berhasil. Jangan hanya mengulas kekayaan yang telah dimilikinya. Cobalah diselidiki cara memperoleh kekayaan tersebut. Dengan merebaknya skema piramid dan money game yang terselubung usaha legal, reporter dan redaktur perlu pengetahuan ekonomi dan bisnis untuk dapat memilah mana usaha riil yang produktif dan mana yang hanya penipuan.


*****
Siswa Rizali
Program Officer The Asia Foundation untuk bidang ekonomi dan Dosen FEUI (mata kuliah ”Ekonomi Mikro” dan ”Ekonomi Uang dan Bank”).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERKENALAN DENGAN PERBANDINGAN HUKUM

Istilah Hukum

TATA KELOLA YAYASAN SEBAGAI BADAN HUKUM DALAM KAJIAN YURIDIS