Mengenali Pemilik Manfaat Pada Korporasi Dan Kedudukannya Bagi Notaris Dalam Menjalankan Jabatan
Mengenali Pemilik Manfaat Pada Korporasi
Dan Kedudukannya Bagi Notaris Dalam Menjalankan Jabatan
-
Pemilik Manfaat pada Korporasi, sebagaimana yang di atur
pada ketentuan Perpres No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
-
Ketentuan Pasal 1 angka 2
yang dimaksud dengan Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau
memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina atau pengawas pada korporasi,
memiliki kemampuan untuk mengendalikan korporasi, berhak atas atau menerima
manfaat korporasi baik langsung atau tidak langsung, merupakan pemilik
sebenarnya dari atau saham korporasi dan atau menerima sebagaimana maksud dalam
Praturan Presiden ini.
-
Oleh karena itu, berdasarkan Perpres tersebut, setiap
korporasi harus mencantumkam siapa pemilik manfaat, baik itu pada perseroan terbatas,
yayasan, koperasi, perkumpulan, persekutuan perdata, persekutuan komanditer, persekutuan
firma, usaha dagang dan perusahaan perdagangan.
-
Adapun pemilik manfaat pada perseroan terbatas dilihat
dari beberapa kriteria yaitu :
1.
Memiliki saham lebih dari 25 % (dua puluh lima persen)
pada perseroan terbatas sebagaimana yang tercantum pada anggaran dasar
perseroan.
2.
Memiliki suara lebih dari 25 % (dua puluh lima persen)
pada perseroan terbaatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar perseroan.
3.
Menerima keuntungan atau lebih dari 25 (dua puluh lima
persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas pertahun.
4.
Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi
atau mengendalikan anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
5.
Memiliki kewenangan atau kuasa untuk mempengaruhi atau
mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otoritasi dari pihak
manapun.
6.
Menerima manfaat dari perseroan terbatas dan atau
merupakan pemilik sebenarnya dari dan atas kepemilikan saham perseroan
terbatas.
-
Sedangkan pemilik manfaat pada yayasan dengan kriteria
berupa :
1.
Memiliki kekayaan awal lebih dari 25 % (dua puluh lima
persen) pada yayasan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar yayasan.
2.
Memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan
pembina, pengurus dan pengawas yayasan.
3.
Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi
atau mengendalikan yayasan tanpa harus mendapat otoritasi dari manapun.
4.
Menerima manfaat dari yayasan dan atau merupakan pemilik
sebenarnya yayasan dari dana atas kekayaan lainnya atau penyertaan pada
yayasan.
-
Pemilik manfaat pada perkumpulan merupakan orang
perseorangan yang memenuhi kriteria:
1.
Memiliki sumber pendanan lebih dari 25 % (dua puluh lima
persen) pada perkumpulan.
2.
Menerima hasil kegiatan usaha lebih dari 25 % (dua puluh
lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh perkumpulan pertahun.
3.
Memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan
pengurus dan pengawas.
4.
Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi
atau mengendalikan perkumpulan tanpa harus mendapat otorisasi dari manapun.
5.
Menerima manfaat dari perkumpulan; dan atau
6.
Merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau sumber
pendapatan perkupulan.
-
Pemilik manfaat untuk koperasi yang merupakan orang perseorangan
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.
Menerima sisa hasil usaha lebih dari 25 % (dua puh lima
persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh koperasi pertahun.
2.
Memiliki kewenangan baik langsung maupun tidak langsung
dapat menunjuk atau memberhentikan pengurus dan pengawas koperasi.
3.
Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi
atau mengendalikan koperasi tanpa harus mendapat otorisasi dari manapun.
4.
Menerima manfaat dari koperasi dan atau merupakan pemilik
sebenarnya dari dana atas modal koperasi.
-
Sedangkan pemilik manfaat untuk persekutuan perdata,
persekutuan komanditer dan Firma, dengan melihat beberapa kriteria yaitu :
1.
Memiliki modal atau barang yang disetorkan lebih dari 25
% (dua puluhlima persen) sebagaimana tercantum dalam perikatan pendirian
persekutuan komanditer, persekutuan perorangan dan persekutuan firma.
2.
Memiliki keuntungan atau laba lebih besar 25 % (dua puluh
lima persen) dari keuntungan atau laba yang diperoleh persekutuan (Perorangan,
Komanditer, dan Firma) pertahun.
3.
Memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi
atau mengendalikan persekutuan (Perorangan, Komanditer, dan Firma) tanpa harus
mendapat otorisasi dai pihak manapun.
4.
Menerima manfaat dari persekutuan dan atau merupakan
pemilik sebenarnya dari dana atas modal atau nilai barang yang disetorkan pada
persekutuan.
-
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menjadi kriteria
dalam menilai dari sisi yang bagaimana pemilik manfaat pada korporasi yang
telah ditetapkan sebagai pemilik manfaat ? Namun berdasarkan ketentuan Pasal 13
apabila korporasi belum menentukan siapa pemilik manfaat sebagaimana yang
diminta pada Perpres tersebut, dapat ditetapkan oleh instansi yang berwenang
berdasarkan penilaian berupa :
1.
Hasil audit terhadap korporasi yang dilakukan oleh Instansi
berwenang berdasarkan Peraturan Presiden.
2.
Informasi instansi pemerintah atau lembaga swasta yang
mengelola data dan atau informasi pemilik manfaat dan atau menerima laporan
dari profesi tertentu yang memuat informasi pemilik manfaat dan atau
3.
Informasi lain yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
-
Sedangkan instansi sebagaimana yang dimaksud adalah :
a.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum untuk perseroan terbatas, yayasan, dan perkumpulan;
b.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk koperasi;
c.
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perdagangan untuk persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk
korporasi lainnya; dan
d.
lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan dan
pengaturan bidang usaha Korporasi.
-
Oleh karena itu korporasi wajib mengenali pemilik manfaat
yang didasarkan pada mengenali identitas pemilik manfaat dengan sebenarnya dan
melakukan verifikasi terhadap pemilik manfaat, pada saat permohonan pendirian,
pendaftaran, pengesahan, persetujuan atau perizinan usaha korporasi, maupun
disaat korporasi menjalankan usaha dan kegiatannya.
-
Disamping korporasi sendiri dalam menyampaikan pemilik
manfaat. Pada Perpres ini juga meminta kepada pihak-pihak terkait dapat
menyampaikan pemilik manfaat pada tugas
dan tanggung jawabnya seperti :
1.
Pendiri atau pengurus korporasi
2.
Notaris
3.
Pihak-pihal lain yang diberi kuasa oleh pendiri atau
pengurus korporasi untuk menyampaikan informasi pemilik manfaaf dari korporasi.
-
Peran jabatan Notaris untuk mengenali pemilik manfaat
sangat utama sekali dalam posisinya selaku pejabat umum yang diberi wewenang
oleh undang-undang dalam pembuatan akta otentik pendirian korporasi, perubahan
dan penyesuaian.
-
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa Bagi Notaris. Peraturan menteri ini menegaskan posisi Notaris
sebagai pihak pelapor yang dimaksud pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian
Uang, yang mana notaris wajib untuk mengenali pengguna jasa. Arti pengguna jasa
tersebut sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 angka 3 tidak lain seseorang
atau kelompok yang menggunakan jasa seorang Notaris.
-
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 sebagaimana tersebut, meminta kepada Notaris dalam
menjalankan jabatannya jika terdapat transaksi-transaksi keuangan yang
mencurigakan dalam rangka penempatkan, penyetoran, penarikan, pemindabukuan,
pentrasferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan atau penukaran
sejumlah uang atau tindakan dan kegiatan lain yang berhubungan dengan uang. Hal
ini wajar jika ada transaksi yang mencurigakan dengan didasari beberapa faktor
:
1.
Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang
bersangkutan.
2.
Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga
dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang.
Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan tujuan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil
tindak pidana.
3.
Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk
dilaporkan oleh Notaris karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal
dari hasil tindak pidana.
-
Klasifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan ini,
menjadi pintu masuk bagi notaris untuk melaporkan pada PPATK melalui analisis
Transaksi Pengguna Jasa. Jika ini didapati maka notaris berhak untuk melakukan
pemutusan hubungan usaha dengan pengguna jasa, saat dimungkinkannya pengguna
jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali atau notaris meragukan informasi
yang disampaikan oleh pengguna jasa.
-
Namun ketentuan untuk memutuskan hubungan usaha akan
menimbulkan masalah baru bagi notaris. Masalah itu dapat berupa :
1.
Sangat dimungkinkan notaris akan melanggar UU Jabatan
Notaris, khsusunya dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengguna
jasa.
2.
Notaris bisa saja dipersalahkan dari ketentuan melanggar
kerahasiaan jabatan, walaupun fungsi kerahasian jabatan ini dapat diterobas untuk
kepentingan penegakan hukum (tindak pidana pencucian uang dan terorisme).
-
Walaupun telah ditetantukan klasifikasi dari transaksi
mencurigakan tersebut, namun tidak mudah bagi notaris untuk benar-benar dapat
menerapkan aturan ini. Apalagi peraturan ini lebih dikesankan menakut-nakuti
kepada notaris dengan adanya pemberian
sanksi administratif sampai pada pemberhentian.
B Bambang Syamsuzar Oyong
B Bambang Syamsuzar Oyong
Komentar
Posting Komentar