Tata cara Adopsi Anak
Tata cara Adopsi
Anak
Ada bermacam-macam alasan mengapa pasangan suami istri
memutuskan untuk mengadopsi seorang anak, bisa dikarenakan tidak bisa mempunyai
anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak sehingga hanya ingin lewat
adopsi anak saja, atau karena alasan kemanusiaan karena anak tersebut
ditinggalkan oleh orangtuanya. Apapun itu alasannya, tampaknya kebutuhan
mengadopsi anak semakin dekat dengan kehidupan kita. Lalu langkah-langkah apa
yang harus diambil agar anak angkat tersebut mempunyai kekuatan hukum?
1. Siapa saja yang
dapat mengajukan permohonan adopsi ?
a.
Pasangan Suami
Istri
Ketentuan mengenai
adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang
penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan
pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu juga ada Keputusan Menteri Sosial RI
No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan
Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua
angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak,
sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi
calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
b.
Orang tua tunggal
1.
Staatblaad 1917
No. 129
Staatblaad ini
mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain
memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi
yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang
suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak
menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Pengangkatan anak
menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat
dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri
Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak
perempuan.
2.
Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar
Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang
langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private
adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang
warga negara Indonesia
yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent
adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak
menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda
untuk melakukannya.
2. Bagaimana Tata
cara mengadopsi anak?
Surat Edaran
Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan
bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan
diangkat itu berada.
Bentuk permohonan
itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan kepada panitera. Permohonan
diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi
materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
Dalam hal calon
orang tua angkat didampingi oleh kuasanya maka hal ini berarti pemohon atau
calon orang tua angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan dipersidangan di
Pengadilan Negeri.
Isi permohonan
Adapun isi
Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi
mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut.
- penggambaran
kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam
setiap proses pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi yang
mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus
pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun
materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut
dengan baik.
Dalam hal calon
anak angkat tersebut berada dalam asuhan suatu yayasan sosial maka harus
dilampirkan surat
izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan
bergerak dibidang kegiatan pengangkatan anak. Calon anak angkat yang berada
dalam asuhan Yayasan Sosial yang dimaksud diatas harus pula mempunyai izin
tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut
diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat.
Yang dilarang
dalam permohonan
Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan
dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
- menambah
permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa
anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.
Mengapa? Karena
putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada
permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak
angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
Mengingat bahwa
Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan
segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang
berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan
memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda dan
kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji,
Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.
Pencatatan di
kantor Catatan Sipil
Setelah permohonan
Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan
mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke
kantor Catatan Sipil setempat untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya.
Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam
tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
3. Apa saja akibat
hukum pengangkatan/adopsi anak tersebut?
a.
Perwalian
Dalam hal
perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat
menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan
kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak
angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi
wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
b.
Waris
Khazanah hukum
kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan
mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang
bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak
angkat.
Hukum Adat:
Bila menggunakan
lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat
yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, Jawa misalnya pengangkatan anak
tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua
kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua
angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda
dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan
kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam
keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya
dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan
Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
Pengadopsian anak
angkat di dalam hukum adat Indonesia
harus terang, artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan
kepala adat.
Hukum Islam:
Dalam hukum Islam,
pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan
wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap
menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai
nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari
Segi hukum, AKAPRESS, 1991).
Pada prinsipnya
dalam hukum Islam, hal pokok dalam kewarisan adalah adanya hubungan darah atau
arhaam.
Namun anak angkat
dapat mewaris dengan jalan wasiat wajibah sesuai dengan ketentuan Pasal 209
Kompilasi Hukum Islam bahwa seorang anak angkat berhak 1/3 – sepertiga – bagian
dari Harta Peninggalan orangtua angkatnya sebagai suatu wasiat wajibah.
Peraturan
Per-Undang-undangan hukum perdata barat atau BW
Dalam Staatblaad
1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara
hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan
dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat.
Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata,
yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung
dan anak tersebut. Karena status anak angkat sama dengan anak kandung dari
orang tua angkatnya maka dengan demikian pembagian harta warisan berlaku sama
dengan anak kandung seperti tertuang dalam Pasal 857 KUHPerdata dan berlaku
“legitieme portie” pasal 913 sampai dengan pasal 929.
4.
Bagaiamana
pengangkatan anak WNI oleh WNA?
Untuk itu akan
diperiksa dan diteliti:
- Surat nikah calon Orang Tua Angkat.
- Surat lahir mereka
- Surat keterangan kesehatan
- Surat keterangan pekerjaan dan penghasilan
calon Orang Tua Angkat (suami-isteri)
- Persetujuan atau
izin untuk mengangkat anak/bayi Indonesia
dari instansi yang berwenang dari negara asal orang tua angkat.
- Surat penelitian/keterangan dari
instansi/lembaga sosial yang berwenang dari negara asal orang tua angkat.
Pengangkatan anak
WNI oleh WNA dimungkinkan, apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan. Menurut Keputusan Menteri Sosial RI, No: 41/HUK/KEP/VII/1984
tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, dalam lampirannya
disebutkan:
Pengangkatan anak
warga negara Indonesia
oleh warga negara asing .
1.
Calon orang tua
angkat .
a) berstatus kawin
dan berumur minimal 25 tahun, maksimal 45 tahun;
b) pada saat
mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah kawin 5 (lima) tahun dengan
mengutamakan keadaannya sebagai berikut:
- Tidak mungkin
mempunyai anak (dengan surat
keterangan dokter kebidanan/dokter ahli), atau
- belum mempunyai
anak, atau
- mempunyai anak
kandung seorang, atau
- mempunyai anak
angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung.
c) dalam keadaan
mampu ekonomi dan sosial berdasarkan surat
keterangan dari negara asal pemohon;
d) persetujuan
tertulis dari Pemerintah Negara asal pemohon;
e) berkelakuan
baik berdasarkan surat keterangan dari Kepolisian RI;
f) dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dari dokter Pemerintah
RI;
g) telah
berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia
sekurang-kurang 3 (tiga) tahun berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang
serengah-rendahnya Bupati/Walikota/Kepala Daerah Tingkat II setempat;
h) telah
memelihara dan merawat anak yang bersangkutan sekurang-kurangnya:
- 6 (enam) bulan
untuk di bawah umur 3 (tiga) tahun.
- 1 (satu) tahun
untuk anak umur 3 (tiga) tahun sampai 5 (lima)
tahun sampai 5 (lima)
tahun.
i) mengajukan
pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan
kesejahteraan anak.
2.
Calon anak angkat
a. berumur kurang
dari 5 (lima)
tahun
b. berada dalam
asuhan organisasi sosial
c. persetujuan
dari orang tua/wali (apabila diketahui ada).
3.
Laporan sosial
Untuk pengangkatan
anak asing Undang-undang No 62 tahun 1958 tentang kewaranegaraan Republik Indonesia pada
pasal 2, yang dikatakan :
Ayat (1) Anak
asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat oleh seorang warganegara
Republik Indonesia, memperoleh kewarganegaraan Repuplik Indonesia, apabila
pengangkatan itu dinyatakan sah oleh Pengadilan Negeri dari tempat tinggal
orang yang mengangkat anak itu.
Ayat (2)
Pernyataan sah oleh Pengadilan Negeri termaksud harus dimintakan oleh orang
yang mengangkat tersebut dalam satu tahun setelah Undang-undang ini mulai
berlaku.
Dalam penjelasannya
dikatakan adakalanya anak yang diangkat itu adalah anak asing, maka pemberian
kewargaan negaran Republik Indonesia
kepada anak angkat itu hendaknya dibatasi pada anak yang masih muda. Tujuan
pengangkatan anak asing oleh seorang warga negara Republik Indonesia
adalah terutama untuk kepentingan kesejahteraan anak. Materi ketentuan pasal 2
dan penjelasan umum Undang- undang No. 62 tahun 1958 antara lain:
- batas usai anak
yang boleh diangkat dibawah umur 5 tahun.pengangkatan termasud harus disahkan
oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu satu tahun setelah pengangkatan anak.
- anak asing yang
diangkat sebagai anak angkat oleh seorang warganegara Republik Indonesia termaksud diarahkan agar benar-benar
dapat merasakan dan menyakini dirinya warganegara Republik Indonesia
Undang-undang No.
4 tahun 1970 tentang kesejahteraan Anak Dalam Undang-undang ini ditentukan
motif dan anak yang dikehendaki dalam pengaturan hukum tentang pengangkatan
anak, yaitu untuk kepentingan kesejahteraan anak. Pasal 12 berbunyi:
1. pengangkatan
anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan
kesejahteraan anak.
2. kepentingan
kesejahteraan anak yang dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah .
3. pengangkatan
anak untuk kepentingan kesejahteraan yang dilakukan diluar adat dan kebiasaan,
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Tina Mariam, SH)
Dikutip dari Lbh
apik
Komentar
Posting Komentar